Logo Header Antaranews Jateng

BST, kendaraan umum favorit yang kini tak lagi gratis

Minggu, 1 Januari 2023 08:30 WIB
Image Print
Batik Solo Trans melaju di Jalan Slamet Riyadi Solo. ANTARA/Aris Wasita
Solo (ANTARA) - Beberapa tahun terakhir jalanan di Kota Solo dihiasi dengan lalu lintas kendaraan umum bergambar tokoh wayang Pandawa Lima.

Bus umum berwarna biru yang diberi nama Batik Solo Trans (BST)  tersebut hanya berhenti di halte-halte yang sudah disediakan di sejumlah titik.

Bahkan, beberapa halte sudah dilengkapi dengan layar yang berisi informasi mengenai rute, hingga perkiraan waktu yang akan ditempuh oleh penumpang.

Dengan memfasilitasi 12 rute, yakni bus dan feeder, selama ini BST menjadi salah satu kendaraan favorit masyarakat dalam maupun luar kota, baik masyarakat umum maupun pelajar. Apalagi, selama ini penumpang yang naik BST tidak dikenai tarif sepeser pun.

Sesuai dengan aturan pemerintah sejak November hingga Desember 2022, setiap penumpang seharusnya sudah diwajibkan membayar tarif BST. Meski demikian, pada saat itu Pemerintah Kota Surakarta memutuskan tetap melanjutkan pemberian subsidi untuk setiap penumpang BST hingga akhir Desember.

Mengingat waktu pemberian subsidi oleh Pemkot Surakarta sudah selesai per Minggu (1/1/2023) masyarakat, khususnya penumpang umum, sudah harus membayar tarif BST secara pribadi.

Pembayaran tarif BST dan feeder BST untuk masyarakat umum merupakan dampak dari pencabutan tarif layanan angkutan perkotaan berbasis Buy The Service (BTS), sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 138 Tahun 2022.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta Taufiq Muhammad mengatakan hanya masyarakat umum yang diwajibkan membayar tarif, sedangkan penumpang dari kelompok pelajar, disabilitas, dan lanjut usia tetap digratiskan.

"Sudah fix, per tanggal 1 Januari (tahun 2023)," katanya.

Sesuai dengan aturan dari Kementerian Perhubungan, setiap penumpang umum dikenai tarif Rp3.700.

Nantinya, setiap penumpang akan tetap melakukan tapping kartu e-money mereka pada tempat yang sudah disediakan. Selain menggunakan e-money, mereka juga bisa membayar dengan memanfaatkan QRIS.

Sebetulnya, sebelum diterapkan aturan berbayar, setiap penumpang yang naik sudah diwajibkan melakukan tapping. Meski demikian, mereka tidak dikenai biaya.

Selama ini, kewajiban tapping diberlakukan untuk melihat data jumlah penumpang yang naik BST. Dengan demikian, pemerintah mengetahui secara pasti jumlah penumpang, baik bus maupun feeder.

Selanjutnya, jika penumpang melakukan perpindahan dari satu BST ke BST lain karena berpindah rute, maka akan dikenai tarif lagi.

"Kalau dari pusat seperti itu karena memang sistemnya belum support, jadi kalau pindah tetap bayar dulu. Ya harapannya ke depan kami memohon ke pusat segera disiapkan sistemnya cuma karena ini kebijakan dari pusat," katanya.


Transportasi terintegrasi

BST sendiri merupakan bentuk dari moda transportasi terintegrasi yang menjadi program pemerintah. Terlihat dari beberapa rute yang dilayani, BST melayani hingga bandara, terminal, dan stasiun.

Oleh karena itu, penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan dengan moda transportasi lain, baik darat maupun udara, dimudahkan dengan fasilitas rute yang dimiliki oleh BST.

Meski demikian, Dinas Perhubungan Kota Surakarta menyebutkan pemanfaatan transportasi umum di dalam kota oleh masyarakat sejauh ini masih rendah.

Termasuk BST, pemerintah mencatat dari sekitar 560.000 jumlah penduduk di Solo, baru sekitar 5 persen yang memanfaatkan keberadaan transportasi publik BST.

Jika pada jam kerja ada sekitar 30.000 penumpang yang menggunakan BST, di luar jam kerja jumlah tersebut turun menjadi sekitar 20.000 penumpang.

"Harapannya bisa mencapai 30-40 persen, sekarang baru 5 persen," kata Taufiq.

Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong pemanfaatan transportasi publik oleh masyarakat. Apalagi pemerintah juga sudah mengintegrasikan moda transportasi umum, salah satunya sistem perkeretaapian dengan transportasi perkotaan.

Di sisi lain, moda transportasi lain, seperti kereta api, juga mulai berbenah dengan menyediakan kereta rel listrik (KRL) dan terus memperpanjang rute.


Ikuti perkembangan

Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengatakan, meski mulai berbayar, pemerintah akan tetap melihat seperti apa respons masyarakat. Jika dirasa memberatkan, bukan tidak mungkin akan ada solusi lain yang diberikan oleh pemerintah.

"Karena ini memang subsidinya sudah dicabut, kan subsidinya juga sudah ditambah dua bulan. Sekiranya banyak komplain atau masukan saya carikan solusi," katanya.

Sebelumnya, Gibran berkeinginan agar BST tetap digratiskan untuk masyarakat. Meski demikian, akhirnya tarif diberlakukan mengingat pemerintah sudah memberikan subsidi yang cukup lama.

Salah satu penumpang BST Ariani Maheswari mengatakan tidak mempermasalahkan dengan aturan kewajiban berbayar tersebut.

Ia mengatakan selama ini sangat dimudahkan dengan adanya BST. Meski demikian, ia berharap agar pembayaran cukup dilakukan sekali, meski penumpang tersebut harus berpindah rute.

"Cukup ditarik sekali, jadi tidak terlalu berat bayarnya," katanya.

Penumpang lain, Rahmanto mengatakan selama ini selalu menggunakan jasa BST. Warga Palur, Kabupaten Karanganyar, ini setiap hari memanfaatkan BST koridor 1 untuk mengantarnya bekerja di kawasan Colomadu.

"Lumayan, sangat membantu," katanya.

Ia mengatakan pernah mencoba naik sepeda motor ketika bekerja, namun ternyata biaya yang harus dikeluarkan jauh lebih besar. Apalagi, sekarang ada penyesuaian harga BBM.

Selain berat di ongkos, ia juga tidak bisa beristirahat saat perjalanan. Berbeda ketika naik BST, ia bisa beristirahat selama perjalanan.

"Apalagi jalur yang saya lewati jalur ramai semua. Jadi mending naik BST. Kalau memang harus berbayar tidak masalah," katanya.

Selama ini banyak orang yang terbantu dengan keberadaan BST. Diharapkan, meski tidak lagi gratis, angkutan umum tersebut tetap menjadi favorit masyarakat, mulai dari pekerja, pelajar, disabilitas, maupun lansia.

Apalagi, pemerintah juga tidak tanggung-tanggung dalam memberikan kenyamanan kepada para penumpang, termasuk ketepatan waktu tempuh. Dengan demikian, tidak ada lagi cerita penumpang yang pulang kemalaman karena angkutan yang dinaikinya ngetem terlalu lama.


Editor: Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2024