Melihat Solo yang tak henti bersolek menjadi kota wisata
Jumat, 27 Januari 2023 16:19 WIB
Untuk di wilayah Solo Raya, Kota Solo masih menjadi sentral, mulai dari sentral budaya, hiburan, hingga bisnis. Solo Raya merupakan wilayah eks Keresidenan Surakarta yakni Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali.
Meski sudah dijuluki sebagai kota budaya tidak lantas menjadikan Kota Solo berpuas diri. Dalam beberapa tahun belakangan kota ini terus berbenah untuk menjadi kota wisata. Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, tidak ingin kalah dari daerah tetangga yang sudah lebih dulu melaju sebagai kota wisata, yakni Yogyakarta.
Sepuluh program prioritas yang menyasar ke infrastruktur, satu persatu digarap dan terealisasi. Proyek infrastruktur tersebut bertujuan untuk menambah jumlah kunjungan ke Solo.
Jika ditarik garis lurus, mulai dari Jalan Ahmad Yani ada studio rekaman pertama di Indonesia yang bernama Lokananta. Lokasi ini akan dijadikan sebagai pusat seni tradisional hingga modern. Saat ini, Lokananta masih dalam proses revitalisasi dan diharapkan dapat selesai dalam beberapa bulan ke depan.
Revitalisasi Lokananta ditangani langsung oleh Kementerian BUMN dengan menggandeng Group Danareksa-Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Dari Lokananta, berdekatan dengan Stadion Manahan ada Taman Balekambang.
Hampir sama dengan Lokananta, Taman Balekambang juga akan digunakan untuk pertunjukan seni sekaligus taman kota dengan konsep alam terbuka.
Untuk revitalisasi Balekambang ini, Kementerian PUPR yang menangani. PUPR ingin mengembalikan Taman Balekambang sebagaimana fungsi awalnya sebagai Bonrojo alias Kebun Raja.
Selanjutnya, ada Masjid Raya Sheikh Zayed yang merupakan hibah dari Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Mohammed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) untuk Presiden Jokowi.
Meski sudah diresmikan, masjid megah ini belum dibuka untuk umum, karena masih dalam proses penyelesaian. Namun demikian, hal itu tidak menghentikan orang untuk datang berfoto meski hanya dari luar. Gibran mengklaim dalam satu hari ribuan wisatawan sudah datang ke masjid tersebut.
Beralih ke Solo bagian timur, ada Solo Safari yang pada hari ini mulai dibuka untuk umum. Sebelumnya, objek wisata sekaligus tempat konservasi satwa ini bernama Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) atau sebagian orang menyebutnya Solo Zoo.
Untuk mendongkrak jumlah kunjungan, Gibran memutuskan untuk menggandeng Taman Safari Indonesia dan merombak kebun binatang ini menjadi lebih modern dan bersahabat.
Bahkan, penempatan satwa tidak lagi menggunakan konsep kandang besi, melainkan dipisahkan ke dalam pulau-pulau kecil untuk memanfaatkan danau yang ada di kawasan Solo Safari. Sebagian satwa juga ditempatkan di kandang luas dengan batas pagar kayu sehingga pengunjung dapat lebih leluasa melihat koleksi satwa di Solo Safari.
Museum Sains
Tidak melulu menjadikan objek wisata sebagai tujuan hiburan, tetapi bagaimana tempat wisata juga bisa menjadi sarana edukasi. Itulah yang melatarbelakangi pembangunan museum sains yang pembangunannya baru saja dimulai dua hari lalu.
Untuk proyek ini Gibran menggandeng pendiri Tahir Foundation, Dato Sri Tahir. Pada proyek tersebut, pemilik Mayapada Group ini siap menggelontorkan dana hingga Rp600 miliar.
Museum Budaya, Sains, dan Teknologi Bengawan Solo ini berlokasi di kompleks perguruan tinggi, di antaranya kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Universitas Sebelas Maret (UNS). Selain itu, museum ini berdekatan pula dengan Technopark yang menjadi pusat bisnis dan edukasi.
Ke depan, keberadaan museum akan dikolaborasikan dengan perguruan tinggi yang ada di Solo. Museum yang salah satunya akan berisi solarium taman botanica dengan koleksi tumbuhan dari berbagai negara tersebut akan dibangun di atas lahan 60.000 meter persegi. "Terbesar di Jawa Tengah mungkin, kami laporkan ke Pak Wali, pembangunannya tidak boleh lebih dari dua tahun," kata Tahir.
Mengenai pembangunan tersebut, Tahir ingin berkontribusi bagi kemajuan Kota Solo. Ia yang berdarah Solo mengaku memiliki keterikatan dengan kota tersebut.
Sempat hidup di Solo, Tahir mengenang dulunya berwisata di pinggiran Sungai Bengawan Solo sudah menjadi kemewahan tiada tanding. Namun, saat ini Solo berbeda. Pembangunan masif yang dilakukan oleh pemerintah setempat menggerakkan Tahir untuk ikut ambil bagian di dalamnya.
Tonggak wisata leisure
Jika selama ini Solo lebih banyak melayani kunjungan tamu untuk kegiatan meetings, incentives, conventions and exhibitions (MICE) atau perjalanan dinas, bukan tidak mungkin ke depan Kota Solo akan menjadi destinasi wisata leisure atau perjalanan santai.
Ketua Indonesia Conggres and Convetion Asociation (INCCA) Solo, Daryono, mengatakan ciri-ciri kota leisure adalah ketika akhir minggu dikunjungi oleh banyak orang, berbeda dengan kota MICE yang lebih banyak dipadati oleh orang-orang pada saat hari kerja.
Dengan dibukanya destinasi-destinasi wisata baru pada tahun ini, harapannya wisata santai Solo bisa makin terkerek naik. Sebagai pelaku bisnis pariwisata, ia mengapresiasi target daerah yang ingin memperlama waktu berkunjung wisatawan, dari 1,3-1,5 malam menjadi 2-3 malam. Target ini merupakan angka yang fantastis.
"Kami mengapresiasi target length of stay (lama menginap) menjadi 2,7 malam, tapi bicara fakta, di Solo ini kan memang average 1,5 malam. Pasti butuh waktu," kata Daryono.
Keinginan Solo untuk bersanding dengan Yogyakarta dalam menawarkan pariwisata, tidak bisa dipandang sebelah mata. Anggaran yang sudah digelontorkan agar Solo menjadi lebih cantik, cukup besar. Harapannya, pengunjung akan terus datang ke Kota Solo.
Langkah pemerintah ini harus didukung pelaku usaha hingga masyarakat setempat. Pelayanan prima dari usaha jasa mulai dari perhotelan, transportasi hingga keramahan warga, juga menjadi kunci dari sukses atau tidaknya pemerintah untuk menarik lebih banyak wisatawan berkunjung ke Kota Solo.
Pewarta : Aris Wasita
Editor:
Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2024