Logo Header Antaranews Jateng

Studi : Sistem perbankan AS rapuh, 186 bank terancam kolaps

Jumat, 5 Mei 2023 08:13 WIB
Image Print
Arsip Foto - Seorang wanita melintas di depan cabang First Republic Bank di Millbrae, California, Amerika Serikat, Senin (13/3/2023). ANTARA/Xinhua/Li Jianguo
New York (ANTARA) - Amerika Serikat sebagai sebuah negara adidaya, ternyata memiliki kerapuhan dalam sistem perbankan yang dianut selama ini. Sebuah studi menunjukkan tentang kerapuhan sistem perbankan di negara tersebut.

Studi juga menemukan bahwa 186 bank lainnya berisiko gagal bahkan jika hanya setengah dari deposan mereka yang tidak diasuransikan memutuskan untuk menarik dana mereka, USA Today melaporkan pada Kamis (4/5/2023).

"Dengan kegagalan tiga bank regional sejak Maret, dan satu lagi tertatih-tatih di tepi jurang, akankah Amerika segera melihat serangkaian kegagalan bank?" tanya laporan itu.

Bloomberg telah melaporkan bahwa PacWest Bancorp yang berbasis di San Francisco sedang mempertimbangkan penjualan, dengan nilainya turun dengan margin yang besar.

Pekan lalu, First Republic Bank menjadi bank ketiga yang ambruk, kegagalan bank terbesar kedua dalam sejarah AS setelah Washington Mutual, yang ambruk pada 2008 di tengah krisis keuangan. Silicon Valley Bank dan Signature Bank ditutup pada Maret.

"Bank-bank regional gagal karena kenaikan suku bunga Federal Reserve yang agresif untuk meredam inflasi telah mengikis nilai aset bank seperti obligasi pemerintah dan sekuritas yang didukung hipotek," catat laporan tersebut.

Sebagian besar obligasi membayar suku bunga tetap yang menjadi menarik saat suku bunga turun, menaikkan permintaan dan harga obligasi, menurut laporan tersebut. Di sisi lain, jika suku bunga naik, investor tidak akan lagi memilih suku bunga tetap yang lebih rendah yang dibayarkan oleh obligasi, sehingga menurunkan harganya.

"Jadi, kalkulasi kami menunjukkan bank-bank ini tentu saja memiliki risiko potensial untuk penarikan dana besar-besaran, tidak adanya intervensi atau rekapitalisasi pemerintah lainnya," tulis para ekonom.

 

 

Pewarta :
Editor: Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2024