Logo Header Antaranews Jateng

KPPU dalami dugaan persaingan usaha sebabkan harga beras tinggi

Kamis, 29 Februari 2024 10:36 WIB
Image Print
Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Hilman Pujana memberi keterangan usai FGD bersama Kementerian/Lembaga dan pelaku usaha dalam membahas harga beras yang tinggi di Jakarta, Rabu (28/2/2024). ANTARA/Harianto

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan melakukan pendalaman lebih lanjut terutama untuk identifikasi terkait dugaan potensi praktik persaingan usaha tidak sehat yang mengakibatkan harga beras menjadi tinggi di pasaran.

Anggota KPPU Hilman Pujana di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa langkah tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti berbagai data, informasi, serta temuan dalam diskusi yang telah dilakukan bersama sejumlah kementerian dan lembaga di bidang pangan, serta asosiasi, dan berbagai pelaku usaha besar di komoditas tersebut.

“KPPU akan melakukan pendalaman lebih lanjut terutama untuk identifikasi potensi praktik persaingan usaha tidak sehat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Hilman.

Hilman menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan, yakni Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Satuan Tugas Pangan Polri, asosiasi, dan berbagai pelaku usaha besar.

“FGD tersebut guna mendalami fenomena volatilitas harga pangan, khususnya beras,” ucap Hilman.

Diskusi lintas pemangku kepentingan tersebut untuk menyikapi tren kenaikan harga beras khususnya dalam enam bulan terakhir serta berbagai informasi mengenai kelangkaan komoditi beras di pasar ritel.
 

Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Hilman Pujana (kedua kanan) berbicara dalam FGD bersama Kementerian/Lembaga dan pelaku usaha dalam membahas harga beras yang tinggi yang dilaksanakan secara terbatas di Jakarta, Rabu (28/2/2024). ANTARA/HO-Humas KPPU

 

Dia menyebut beberapa poin penting yang diperoleh dalam diskusi tersebut yakni adanya hambatan di hulu (panen gabah), di mana berbagai macam faktor diduga mengakibatkan turunnya tingkat produksi gabah panen dan beras.

“Beberapa faktor tersebut di antaranya adalah faktor musim dan cuaca, faktor luas lahan tanam yang berkurang serta produktivitas lahan yang relatif rendah,” kata Hilman.
 

Dari sisi penggilingan padi, lanjut Hilman, terdapat informasi mengenai makin banyaknya usaha penggilingan padi kecil yang tidak memiliki kemampuan bersaing untuk memperoleh gabah hasil panen, apabila dibandingkan dengan usaha penggilingan besar.

Kedua, adanya hambatan di sisi produksi dan distribusi beras, dimana sejak akhir 2023 sampai awal Februari 2024, para pelaku usaha di bidang beras menyampaikan adanya kesulitan untuk menemukan komoditi beras untuk disalurkan ke pasar (terutama pasar modern).

Memasuki periode akhir Februari, beberapa daerah sudah melakukan panen, sehingga diharapkan komoditi beras dapat tersedia kembali di tingkat penggilingan padi sampai ke distributor.

Ketiga, tambah Hilman, Persatuan Penggiling Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) memaparkan kepada bahwa penentuan harga komoditi ini dibentuk oleh pelaku usaha yang memiliki jaringan langsung dengan produsen di wilayah sentra produksi.

“Hal ini kemudian berpengaruh secara langsung terhadap harga jual beli di daerah lain,” ucap Hilman.

Hilman mengatakan bahwa poin keempat yakni efektifitas kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditi beras, dimana berdasarkan data dan informasi dari berbagai daerah, harga yang terbentuk di pasar relatif lebih besar dari HET yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Berkaitan dengan hal tersebut, KPPU juga telah membentuk tim yang tidak hanya mengkaji industri tetapi juga melakukan investigasi, dan bila ditemukan adanya indikasi praktik persaingan usaha tidak sehat, KPPU akan menindaklanjutinya dengan proses penegakan hukum,” tegas Hilman.

Baca juga: Harga beras di Cilacap turun menjelang Lebaran 2024

Pewarta :
Editor: Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024