Logo Header Antaranews Jateng

Berikut daftar 19 SD yang alami penggabungan oleh Pemkot Surakarta

Selasa, 4 Juni 2024 13:53 WIB
Image Print
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surakarta Dian Rineta memberikan keterangan kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah, Selasa (4/5/2024). ANTARA/Aris Wasita
Solo (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta melakukan regrouping atau penggabungan sejumlah Sekolah Dasar (SD) dengan berbagai pertimbangan, salah satunya efisiensi manajemen.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Surakarta Dian Rineta di Solo, Jawa Tengah, Selasa, mengatakan ada banyak pertimbangan untuk melakukan penggabungan sekolah.

"Jadi bukan hanya kekurangan siswa, pertimbangannya banyak salah satunya efisiensi manajemen sekolah. Yang kami regrouping yang satu halaman atau satu pintu. Tapi memang salah satunya tidak banyak siswanya," kata Dian.

Berdasarkan data, ada sebanyak 19 SD yang pada tahun ajaran mendatang mengalami penggabungan, antara lain SDN Mangkuyudan, SDN Tegalsari, dan SDN Bumi I menjadi SDN Mangkuyudan, SDN Kawatan dan SDN Kartodipuran menjadi SDN Kawatan, SDN Pringgolayan, dan SDN Bunderan menjadi SDN Bunderan.

Selanjutnya ada SDN Mojosongo V dan SDN Mojosongo VI menjadi SDN Mojosongo V, SDN Beskalan dan SDN Tumenggungan menjadi SDN Beskalan, SDN Nayu Barat I dan SDN Nayu Barat II menjadi SDN Nayu Barat I, SDN Mangkubumen Wetan dan SDN Yosodipuro menjadi SDN Mangkubumen Wetan.

Ada pula SDN Bibis Luhur I dan SDN Bibis Luhur II menjadi SDN Bibis Luhur I, serta SDN Nayu dan SDN Gambirsari menjadi SDN Nayu.

"Regrouping ini tersebar di lima kecamatan," katanya.

Terkait dengan bekas sekolah yang siswanya sudah digabungkan dengan sekolah lain, kata dia, akan dilakukan inventarisasi.

"Kami diskusikan dulu dengan bagian aset karena bagaimana pun kami tetap butuh sekolah, apalagi kalau digunakan pindahan sekolah selama proses pembangunan. Jadi tidak kami serahkan semuanya ke pengelolaan aset," katanya.

Disinggung mengenai sejumlah sekolah yang hanya memiliki sedikit siswa, menurut dia, salah satunya karena banyak sekolah yang berada di kawasan perkantoran.

"Jadi melihatnya tidak satu aspek, misalnya SDN Tumenggungan, di situ kan tidak ada warga karena sudah jadi lingkungan perkantoran. Melihatnya tidak bisa satu sisi, harus komprehensif, dari berbagai argumentasi," katanya.

Pewarta :
Editor: Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2024