Logo Header Antaranews Jateng

Tindakan represif ajudan, PWI-AJI somasi Pj Gubernur Jateng

Minggu, 13 Oktober 2024 22:51 WIB
Image Print
Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam komunitas jurnalis Pantura membentangkan poster saat melakukan aksi damai dan keprihatinan kekerasan terhadap jurnalis di Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (25/2/2019). Aksi tersebut sebagai wujud keprihatinan dan protes keras atas kekerasan yang dialami wartawan saat meliput acara Munajat 212 di Jakarta awal Februari 2019. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/tom.
Semarang (ANTARA) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang mengirimkan somasi terbuka kepada Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana dan ajudan atas tindakan represif terhadap jurnalis.

Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng Zainal Abidin Petir, di Semarang, Minggu, mengecam keras tindakan represif yang telah dilakukan oleh ajudan Pj Gubernur Jateng 

Insiden tidak mengenakkan tersebut terjadi di Hotel Patra Jasa, Kota Semarang, Kamis (26/9) lalu, menimpa Wisnu Indra Kusuma, jurnalis dari media JPNN yang kakinya ditarik oleh salah satu ajudan Nana hingga jatuh terjungkal.

Peristiwa itu terjadi saat sesi wawancara doorstop, usai acara pembukaan Rakernas Asosiasi Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Seluruh Indonesia (Askompsi).

Wisnu mengaku sempat kesakitan karena kebetulan di kakinya terpasang pen bekas kecelakaan, sedangkan Nana dan ajudan kemudian meminta maaf kepada yang bersangkutan di lokasi.

Usai kejadian, sang jurnalis juga langsung memeriksakan diri ke rumah sakit (RS) untuk memastikan kondisi kakinya, dan sempat diminta untuk beristirahat di rumah sekitar seminggu.

Meski sudah meminta maaf, PWI-AJI menilai bahwa arogansi dan tindakan represif dari ajudan Pj Gubernur Jateng itu tidak bisa dibiarkan karena bisa mengancam jurnalis dalam menjalankan profesinya.

"Kami mengecam keras tindakan ajudan Pj Gubernur Nana Sudjana yang menghalang-halangi teman wartawan ketika sedang melakukan wawancara doorstop dengan cara menarik hingga terjatuh," kata Zainal.

Ia meminta kepada kepala daerah untuk tidak terlalu over dalam pengamanannya terhadap jurnalis karena mereka bukan berhadapan dengan pelaku kriminal atau gangster yang membutuhkan pengamanan ekstra.

"Wartawan itu bukan 'kreak' (gangster). Jangan terlalu 'over' pengamannya. Wartawan juga melalui proses (rekrutmen, red.), ada uji kompetensi. Mereka itu orang-orang berkompeten," katanya.

Sementara itu, Koordinator Bidang Advokasi AJI Kota Semarang M Dafi Yusuf menambahkan bahwa jurnalis bekerja dilindungi Pasal 4 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Kami menyayangkan kejadian tersebut, pihak ajudan seharusnya memahami kerja-kerja jurnalis dan memberi akses kepada jurnalis untuk melaksanakan kerja-kerja jurnalistik," katanya.

Ia menyampaikan bahwa setiap orang yang menghambat kerja wartawan atau jurnalis bisa dikenakan pidana penjara atau denda yang diatur dalam UU Pers.

"Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta," katanya.

Ada empat poin yang tertuang dalam somasi dari dua organisasi profesi jurnalis itu, yakni:

1. Meminta pelaku melakukan permintaan maaf secara terbuka.
2. Meminta pelaku agar dikembalikan ke kesatuan, sekaligus diganti dengan yang lebih profesional dan mengetahui Pasal 4 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
3. Meminta Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana dan Polda Jateng untuk melakukan evaluasi terhadap anggota Polri yang bertugas sebagai ajudan pejabat pemerintahan.
4. Meminta Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana memastikan ajudannya tidak melakukan tindakan penghalang-halangan kerja jurnalistik baik fisik maupun verbal. 

Jika tuntutan tersebut tidak dilakukan maka kedua organisasi profesi tersebut akan melaporkan perkara tersebut ke jalur hukum.

Pewarta :
Editor: Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024