Logo Header Antaranews Jateng

Mengayam matras bambu untuk tol tanggul laut Semarang-Demak

Selasa, 14 Januari 2025 19:57 WIB
Image Print
Para pekerja sedang melapisi konstruksi matras bambu yang digunakan di proyek Tol Semarang-Demak Seksi I di Semarang, Selasa (14/1/2025). (ANTARA/I.C. Senjaya)

Semarang (ANTARA) - Pekerjaan konstruksi jalan Tol Semarang-Demak Seksi I yang menghubungkan Kota Semarang hingga Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terus dikebut.

Konstruksi jalan tol di pesisir yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa tersebut sudah mulai dihubungkan dengan ruas tol dalam Kota Semarang yang berujung di sekitar Jalan Kaligawe yang merupakan jalur utama pantura.

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mencatat hingga Januari 2025, ruas tol seksi I sepanjang 10,6 km tersebut sudah mencapai 28,7 persen.

Seksi I sendiri terbagi dalam tiga paket pekerjaan, salah satu paket yang menarik untuk dinanti adalah paket B sepanjang 6,7 km.

Pada pekerjaan paket B tersebut, konstruksi yang dibangun bukan hanya untuk jalan tol, namun juga berfungsi sebagai tanggul laut.

Banjir limpasan air laut yang masuk ke darat atau rob menjadi salah satu bencana alam yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Tidak hanya menggenangi kawasan permukiman maupun kawasan industri, banjir rob juga secara berkala menggenangi jalur pantura di wilayah Sayung, Kabupaten Demak.

Posisi konstruksi jalan tol yang persis berada di tepi laut menjadi tantangan tersendiri dalam proses pembangunannya.

Kondisi tanah yang lunak memerlukan timbunan yang solid sebagai konstruksi jalan tol yang sekaligus berfungsi sebagai tanggul laut.

Karena itu, pelaksana proyek menggunakan metode matras bambu sebagai konstruksi jalan yang akan dibangun di atasnya.

Dari sekitar 6,7 km panjang jalan tol di pekerjaan paket B tersebut, sekitar 6,2 km di antaranya membutuhkan konstruksi matras bambu

Teknik yang digunakan, tujuh batang bambu diikat menjadi satu dengan menggunakan tali nilon.

Anyaman bambu kemudian di susun di struktur tanah yang lunak di tepian laut hingga 13 lapisan. Susunan tersebut kemudian diuruk dengan tanah untuk dipadatkan.

Proses tersebut dilakukan hingga beberapa kali, sampai struktur tersebut mengeras dan kuat untuk selanjutnya dibangun jalan di atasnya.

Direktur Jalan Bebas Hambatan Kementerian Pekerjaan Umum Wilan Oktavian menyebut memerlukan waktu 425 hari untuk menyelesaikan konstruksi dengan metode matras bambu tersebut. Misalnya satu lapisan matras bambu kemudian ditimbun tanah. Di butuhkan waktu sekitar 45 hari untuk pemadatan.

Proses pelapisan matras bambu kembali dilakukan di atasnya dan dibutuhkan waktu untuk memastikan kepadatannya.

Pemadatan paling lama dilakukan pada lapisan terakhir yang membutuhkan waktu lebih dari 100 hari. Untuk keperluan metode matras bambu ini, setidaknya membutuhkan 7,3 juta batang bambu.

Bambu-bambu itu sendiri didatangkan dari berbagai daerah di Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Jawa Barat.

Dari panjang konstruksi 6,2 km yang harus dibangun dengan matras bambu, kini tinggal menyisakan 1 km lagi untuk penyelesaiannya.

Dampak ekonomi

Teknik matras bambu yang merupakan inovasi anak bangsa tersebut membutuhkan ketelitian dan kesabaran dalam pengerjaannya.

Oleh karena itu, seksi I Tol Semarang-Demak tersebut masuk dalam proyek padat karya yang membutuhkan banyak pekerja.

Pelaksana proyek mempekerjakan sekitar 3.400 tenaga kerja, khususnya untuk pekerjaan di paket B yang nantinya akan menjadi tanggul laut itu.

Para pekerja didatangkan tidak hanya dari wilayah Jawa Tengah, namun juga Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Kalimantan.

Tol Semarang-Demak Seksi I yang dibiayai dengan APBN dengan nilai sekitar Rp10,8 triliun itu sendiri diperkirakan selesai pada April 2027.

Tersambungnya jalan tol dari Kota Semarang hingga Kabupaten Demak tersebut akan menambah nilai tambah perekonomian bagi kedua wilayah.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyebut tersambungnya Tol Semarang-Demak akan meningkatkan mobilitas barang maupun manusia antarkedua wilayah. Karena itu, kebutuhan sosial kemasyarakatan juga harus didukung.

Tol Semarang-Demak mampu mengurangi waktu tempuh hingga biaya transportasi jika dibanding harus melewati jalan konvensional di jalur pantura.

Kendaraan bermotor yang di waktu normal membutuhkan 30 menit dan 60 menit jika terjadi kemacetan di jalur pantura akan dipangkas hanya menjadi 10 menit jika menggunakan jalan tol.

Kondisi tersebut juga berdampak terhadap pengurangan biaya transportasi hingga hanya menjadi seperlimanya saja. Dengan demikian, jika biaya per trip biasanya Rp25 ribu, bisa ditekan menjadi Rp5 ribu.

Kondisi tersebut akan menciptakan produktivitas di bidang transportasi logistik. Pengintegrasian jalan tol dengan fungsi sebagai tanggul laut juga berdampak terhadap nilai ekonomi.

Sebagai tanggul laut, ruas tol tersebut akan mengatasi banjir rob di kawasan pesisir Semarang dan Demak.

Keberadaan tanggul laut tersebut juga akan didukung dengan dua kolam retensi yang pembangunannya menjadi satu bagian dari proyek jalan tol tersebut.

Tanggul laut akan membantu sekitar 576 ha lahan di pesisir utara yang menjadi langganan banjir rob tersebut mengering. Kondisi itu diharapkan akan kembali meningkatkan nilai ekonomi tanah di kawasan yang sering dilanda rob.

Dengan demikian, proses pembangunan jalan tol di pesisir Semarang dan Demak tersebut harus dipastikan terselesaikan dengan baik.

Proses pengerjaan dengan teknik yang membutuhkan kesabaran dan ketelitian tersebut diharapkan dapat selesau sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.

Perkembangan pelaksanaan pembebasan tanah hingga akhir 2024 tercatat sudah mencapai 85,4 persen.

Meski belum terbebas seluruhnya, kondisi tersebut tidak akan mengganggu pelaksanaan pembangunan konstruksi.

Upaya pembebasan lahan akan beriringan dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan perencanaan yang telah disiapkan.




Baca juga: DPU Semarang: Rumah Pompa Tanah Mas siap beroperasi


Editor: Heru Suyitno
COPYRIGHT © ANTARA 2025