
Ketersediaan benih kunci awal pencapaian swasembada pangan

Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Totok Agung Dwi Haryanto mengatakan ketersediaan benih berkualitas merupakan kunci awal dari pencapaian swasembada pangan.
"Sebenarnya pencapaian swasembada melalui ekstensifikasi atau perluasan area tanaman pangan seperti padi, jagung, dan sebagainya, kunci awalnya ada pada benih," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Menurut dia, hal itu perlu lebih diperhatikan terutama mengenai bagaimana menyediakan benih yang memadai untuk perluasan area tanam.
Ia mengatakan benih yang memadai itu berarti benih bermutu atau berkualitas yang berasal dari varietas unggul, sehingga target swasembada pangan diharapkan bisa tercapai.
"Panen kemarin ada dilaporkan hasilnya tiga ton per hektare untuk padi. Menurut hemat saya, itu masih belum maksimal, masih bisa dicapai lebih dari itu, bisa jadi itu disebabkan oleh mutu benih maupun varietas unggul yang dikembangkan," katanya.
Ia mencontohkan jika satu hektare lahan sawah membutuhkan benih sebanyak 25 kilogram, sehingga untuk satu juta hektare lahan sawah yang baru dibuka membutuhkan benih sebanyak 25 juta kilogram.
Jika kebutuhan benih untuk lahan seluas satu juta hektare itu tidak disediakan dengan baik, kata dia, petani akan menggunakan benih yang tersedia di masyarakat ketika lahan sudah siap tanam, sehingga mutu tidak terjamin.
"Ini fokus kepada benih memang perlu diperhatikan lebih dalam," katanya menegaskan.
Selain itu, kata dia, untuk mencapai swasembada dalam kondisi seperti saat sekarang, subsidi dari pemerintah kepada petani lebih difokuskan agar tidak menurun jumlahnya.
Dalam hal ini, penyediaan benih, pupuk, dan obat-obatan yang dibutuhkan petani bisa disediakan oleh pemerintah dalam kondisi harga tersubsidi saat diperlukan petani.
"Kalau ini bisa dipegang juga, maka bukan hanya di lahan-lahan yang baru dibuka, tapi di lahan-lahan konvensional yang ada di Jawa, yang sudah dikenal subur itu intensifikasi lebih bisa dimaksimalkan, hasilnya bisa lebih banyak, indeks tanam dalam satu tahun bisa bertambah, misalnya dari 1,5 menjadi 1,75," katanya.
Di samping subsidi tersebut, kata dia, mengoptimalkan janji serapan gabah hasil panen petani oleh Bulog sesuai dengan harga pembelian pemerintah yang sebesar Rp6.500 per kilogram untuk gabah kering panen.
Ia mengharapkan Bulog mampu menyerap gabah hasil panen petani sesuai dengan harga yang telah ditetapkan tersebut dalam waktu yang tepat.
"Kalau waktunya tidak tepat, petani terlanjur menjual ke pasar, saya meyakini tidak akan mencapai harga Rp6.500 per kilogram, ini berarti dampak terhadap kesejahteraan petani akan berkurang. Maka tentu saja kerja sama dengan berbagai pihak seperti TNI dalam rangka mengoptimalkan penyerapan itu menjadi hal yang penting," kata Totok.
Pewarta : Sumarwoto
Editor:
Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2025