Logo Header Antaranews Jateng

Tiga peneliti Sekolah Vokasi Undip buat biodisel dari minyak nabati

Sabtu, 12 April 2025 19:57 WIB
Image Print
Tiga peneliti Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Sekolah Vokasi Undip Semarang (ANTARA/HO-Sekolah Vokasi Undip Semarang)

Semarang (ANTARA) - Tiga peneliti Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menciptakan biodisel yang berasal dari proses enzimatik minyak nabati.

Ketua Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Sekolah Vokasi Undip Semarang Endy Julianto di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu, mengatakan, minyak nabati merupakan salah satu hasil tanaman yang berpotensi sebagai sumber hidrokarbon atau sumber energi di Indonesia.

Namun, lanjut dia, minyak tersebut tidak bisa digunakan secara langsung karena memiliki viskositas yang tinggi, mengandung asam lemak bebas, volatilitas yang rendah, serta memiliki endapan yang tinggi bila digunakan sebagai bahan bakar secara langsung.

Selain Endy, tiga peneliti Program Studi TRKI yang terlibat dalam penelitian itu yakni Malika Pintanada Kaladinanty dan Haliza Ramadiani.

Ia mengungkapkan produksi biodisel dari minyak nabati pada dasarnya merupakan reaksi metanolisis.

"Reaksi ini dapat dilakukan secara kimiawi menggunakan katalis dengan energi tinggi dan dapat secara enzimatik. Pembuatan biodisel dari minyak nabati telah banyak dikaji, bahkan diproduksi secara komersial," katanya.

 



Ia menuturkan beberapa minyak nabati telah dicoba untuk dikonversi menjadi biodisel secara enzimatik.

Jenis bioreaktor ini, menurut dia, memiliki sejumlah keunggulan, seperti perancangan sederhana, tanpa ada bagian yang bergerak, aliran mudah dikendalikan, waktu tinggal dalam reaktor seragam, kontak area lebih luas dengan energi input yang rendah, peningkatan perpindahan massa, dan memungkinkan tangki yang besar sehingga kapasitas dapat ditingkatkan.

Meskipun demikian, lanjut dia, masih terdapat kendala yang dihadapi dalam mengkonversi minyak jarak pagar ke biodisel secara enzimatik.

Ia menyebut harga enzim yang tersedia secara komersial masih mahal.

"Oleh karena itu perlu untuk menurunkan dan menekan biaya produksi melalui penggunaan enzim yang berulang-ulang dan produksi secara berkelanjutan," katanya.

 

 



Baca juga: Rp2,5 miliar untuk remajakan 44 unit truk sampah pada 2025

Pewarta :
Editor: Heru Suyitno
COPYRIGHT © ANTARA 2025