Logo Header Antaranews Jateng

Pujian Natal Merapi kepada "Wiji Kang Pinilih"

Selasa, 25 Desember 2012 05:26 WIB
Image Print
Umat Katolik lereng Gunung Merapi berdoa di depan gua Natal saat perayaan malam Natal di Gedung Gubug Selo Merapi di Dusun Grogol, Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Senin (24/12). Perayaan malam Natal di tempat itu dengan tema "Th


Tabuhan gamelan pelog dan lagu-lagu rohani Katolik dengan syair Jawa bernuansa Natal terdengar semarak mengiring prosesi di gedung terbuka Gubug Selo Merapi (GSPi) Dusun Grogol, Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, sekitar delapan kilometer barat daya puncak Gunung Merapi.

Valentina Ika Januarti pemeran Maria didampingi Damasus Lilis Herwinanto pemeran Yusuf, keduanya berpakaian adat Jawa, berjalan menuju gua Natal. Gua itu berbentuk gunung api dengan cahaya merah dari sorot lampu listrik di bagian pucuknya dan latar belakang lukisan di atas plastik cukup lebar berupa langit biru dan awan bergumpal-gumpal.

Gua Natal di bagian badan instalasi gunung itu terbuat dari kertas dengan tatanan puluhan bibit pertanian aneka sayuran, terletak di samping kanan altar misa.

Misa malam Natal di kawasan setempat pada Senin (24/12), sejak pukul 17.00 hingga 20.00 WIB itu dipimpin Romo Yoseph Nugroho Tri Sumartono. Mereka mengusung tema "Thukule Wiji Kang Pinilih" (Benih terpilih yang tumbuh).

Hujan yang mengguyur cukup deras terkesan tak mengurangi takzim mereka di kawasan Gunung Merapi dalam merayakan malam Natal. Umat Katolik setempat berjumlah 585 jiwa dengan kehidupan sehari-hari hampir semua sebagai petani sayuran.

Dalam peta gereja, mereka masuk wilayah Santo Petrus Kanisius Lor Senowo. Wilayah mereka yang terdiri atas delapan lingkungan itu berada di utara Sungai Senowo, yang aliran airnya berhulu di Gunung Merapi. Mereka masuk wilayah Gereja Paroki Santa Maria Lourdes dengan pusat gereja di Desa Sumber, Kecamatan Dukun.

Turut dalam prosesi itu, beberapa umat lainnya yang mengenakan pakaian adat Jawa sebagai pemeran tiga raja dari timur, wakil pengurus gereja, bapak, ibu, anak, dan petani, serta sejumlah anak yang bertugas sebagai misdinar dan prodiakon.

Perempuan pemeran Maria itu membawa keranjang dari rotan, berkain warna putih dengan isinya antara lain benih dan bibit pertanian seperti jagung, padi, cabai, dan tomat. Rupanya berbagai benih dan bibit pertanian itu sebagai pengganti bayi Yesus.

Pemeran Maria dan Yusuf kemudian meletakkan keranjang berisi bibit pertanian itu ke dalam gua, sebagai gambaran persemayaman bayi Yesus. Yesus dikisahkan dalam sejarah gereja, lahir di gua Betlehem karena Maria dan Yusuf tidak mendapat penginapan saat mengikuti sensus penduduk di Yerusalem.

Keduanya kemudian duduk bersila dan timpuh di depan mulut gua, sedangkan lainnya berdiri mengelilingi gua itu. Romo Nugroho turun dari kursi di belakang altar berinstalasi mirip terasering lahan persawahan dan berbagai bibit pertanian itu, lalu memberkati gua Natal dengan memercikkan air suci dan memberikan wewangian berupa dupa.

Tiga pemuda yakni Budi, Rio, dan Oni, yang berperan sebagai tiga raja dari timur, satu demi satu maju menyerahkan kepada Yusuf berupa payung songsong, keranjang, dan komputer jinjing. Tiga bentuk barang itu maksudnya sebagai lambang pengayoman petani, pendukung pertanian, dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi pertanian yang ramah lingkungan.

"'Gusti ingkang wicaksana lan penuh ing pangajeng-ajeng. Kawula kadang tani tansah ngantu-antu para punggawa ingkang ngayomi, lumadi kanti lila legawa, sahingga mujudaken kawontenan gesangipun kadang tani, kemajengan babagan gula wenthah tetanen, hasil kang linuwih sahingga gesangipun para petani nyekapi kabetahanipun, amratelakaken kabegjan tanpa upami, kange sedaya umat;," demikian sepenggal doa berbahasa Jawa yang dibacakan seorang umat, Susanto, di depan gua Natal tani mereka.

Kalimat doa itu, kira-kira maksudnya sebagai pengharapan umat Katolik yang juga petani kawasan Gunung Merapi kepada Allah untuk kehadiran pemimpin yang menjadi pelayan, pelindung, dan tulus bekerja untuk kemajuan pertanian sehingga para petani bisa mencapai hidup yang sejahtera.

Romo Nugroho mengatakan bibit pertanian menjadi lambang bayi Sang Timur (Yesus) dalam misa malam Natal di tempat itu. Putra Allah adalah bibit terpilih yang turun ke dunia untuk menebus dosa manusia. Kehadiran Yesus yang dirayakan sebagai Natal itu atas kebaikan Allah Bapa kepada manusia.

"'Allah sampung maringaken wiji kangge kita, kita saged ngraosaken kasaenan Allah karena Putranipun ingkan tumurun wonteng ing donya' (Allah memberikan benih terpilih untuk kita. Kita merasakan kebaikan Allah karena Putranya yang turun di dunia, red.)," katanya dalam bahasa Jawa.

Sebagaimana petani yang telah menanam bibit pertanian, katanya, tentu akan merawatnya dengan sungguh-sungguh agar beroleh panenan yang melimpah.

Demikian pula, katanya, dengan iman terhadap Allah yang telah tertanam dalam diri umat,juga harus dirawat agar hidup dan berkembang untuk menghasilkan buah-buah kebaikan yang melimpah.

Ia juga mengibaratkan kehadiran Yesus sebagai pekerjaan Allah menanam benih pengharapan kepada manusia untuk terbebas dari dosa. Betapa cinta kasih Allah kepada manusia karena telah menurunkan Putranya ke dunia untuk menebus dosa-dosa manusia.

"'Rawuh Dalem Sang Putra kuwi mau kaya dene Allah kang nandur winihing pengarep-arep ana ing lemahing iman kita sing wis kebak racun, jalaran kebaking nepsu kadonyan. Endah kayangapa tresnane saengga Sang Putra karsa tumurun tinandur ing donya, ya mung supaya manungsa pinaringan slamet dan urip mulya. Winih iki mau ora mung thukul dhewe, nanging dadi bibit thukuling pengarep-arep tumraping winih-winih liyane'," katanya.

Disebutkan oleh Romo Nugroho tentang sejumlah contoh tindakan nyata atas maksud merawat benih yang telah ditanam Allah dalam tanah iman umat, antara lain membangun hubungan suami isteri yang baik, mendidik anak-anak secara sungguh-sungguh, menanam bibit pepohonan sebagai upaya melestarikan alam, dan mengolah pertanian dengan tekun.

Kelahiran Yesus sebagai pengharapan manusia untuk beroleh keselamatan karena terbebas dari dosa.

Sedangkan bagi umat Katolik yang juga petani kawasan Gunung Merapi, pujian malam Natal itu menjadi ungkapan pengharapan kepada benih terpilih yang ditanam Allah.

Umat setempat diajak untuk selalu merawat benih di tanah iman mereka, agar tumbuh dan kelak menghasilkan buah kebaikan yang melimpah.

"'Wijining iman wus trubus semi. Ayo padha dirumat lan digemateni. Amrih bisaa ngrembaka lan awoh migunani'," kata Romo Nugroho.



Pewarta :
Editor: Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024