Tjahjo: Parpol Jangan Hanya sebagai Kendaraan Pilkada
Sabtu, 9 Maret 2013 10:27 WIB
"Setelah jadi, lalu partai dibuang, ditinggal, dan itu namanya melecehkan partai. Dalam hal ini PDI Perjuangan menolak perilaku semacam itu," katanya kepada Antara di Semarang, Sabtu.
Kemudian, Tjahjo menegaskan,"Apa pun demokrasi dan rekrutmen calon pemimpin pusat atau daerah melalui partai politik, sebagaimana amanat undang-undang di negara mana pun di dunia. Akan tetapi, janganlah partai semata jadi kuda tunggangan saja."
Menyinggung nama Rustriningsih (Wakil Gubernur Jawa Tengah), Tjahjo menilai bahwa Rustri adalah kader yang sukses di daerah sehingga pihaknya akan mengorbitkan mantan Bupati Kebumen itu ke tingkat nasional.
"Pola rekrutmen kader PDI Perjuangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada prinsipnya ingin menempatkan kader daerah yang sukses untuk dapat berperan ke depan di tingkat nasional. Sebaliknya, kader tingkat nasional yang sukses atau berprestasi dapat diperankan di daerah," paparnya.
Tjahjo yang juga anggota Komisi I DPR RI asal Daerah Pemilihan Jateng 1 lantas mencontohkan mantan Wali Kota Surakarta Joko Widodo (Jokowi) yang sukses di Solo, kemudian partai mengorbitkannya ke Jakarta, dan berhasil memenangi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012.
Begitu pula, Rieke Diah Pitaloka (Calon Gubernur Jawa Barat) dan Effendi Simbolon (Calon Gubernur Sumatera Utara) yang cukup berprestasi di tingkat nasional, keduanya anggota DPR RI, kemudian PDI Perjuangan mencoba menampilkan kedua kader tersebut di daerah. Hasilnya pun, baik di Jabar maupun Sumut, menurut Tjahjo, tidak mengecewakan.
Ia menjelaskan bahwa partainya dalam mempersiapkan diri menghadapi pilkada-pilkada sebagai persiapan soliditas PDI Perjuangan memasuki tahapan Pemilu 2014.
Mengingat pemenangan pilkada dirancang berdasarkan gerakan mesin politik partai, menurut dia, soliditas partai merupakan konsiderans utama bagi PDI Perjuangan di dalam menetapkan pasangan calon.
Terbukti, kata dia, dari dua pilkada--Jabar dan Sumut--dari "exit poll" (jajak pendapat pascapemungutan suara, red.) yang dilakukan, dukungan kepada PDI Perjuangan mencapai lebih dari 71 persen. Hal ini membuktikan kuatnya soliditas partai itu dan dukungan masyarakat pemilih, khususnya kesiapan partai.
"Inilah yang dijadikan pola pada pilkada, baik di Jateng, Bali, maupun di Nusa Tenggara Timur," katanya menekankan.
Menyinggung salah satu pertimbangan dari nilai jual PDI Perjuangan sehingga bisa menarik banyak pemilih, Tjahjo menegaskan bahwa alasan prinsipnya adalah konsistensi pada sikap untuk mewujudkan kehidupan demokrasi yang sehat.
Kemudian, lanjut dia, sebagai sarana pembumian Pancasila melalui jalur Trisakti, yakni berdaulat di bidang politik; berdikari di bidang ekonomi; berkepribadian dalam kebudayaan, merupakan "strong image" (citra yang kuat) PDI Perjuangan.
Atas dasar hal tersebut, PDI Perjuangan konsisten untuk berada di luar pemerintah di tingkat pusat. Akan tetapi, lanjut dia, siap secara demokratis merebut pemerintahan di daerah demi mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Menurut Tjahjo, konsistensi sikap politik inilah yang banyak diapresiasi oleh pemilih di luar anggota/kader/simpatisan PDI Perjuangan.
Di luar itu, partainya juga mendapat respons positif karena dinilai berhasil mendorong figur pemimpin baru yang merakyat dan bebas dari korupsi serta dapat dipertanggungjawabkan prestasinya selama ini.
Ia pun lantas menyebut nama Jokowi yang dicalonkan PDI Perjuangan pada Pilkada DKI Jakarta, Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki di Jabar, Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko di Jateng, Puspayoga di Bali, Effendi Simbolon-JumiranAdi di Sumut, dan Agustin Teras Narang di Kalimantan Tengah.
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor:
D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024