KPA Kutuk Kekerasan terhadap Petani di Indramayu
Sabtu, 14 September 2013 14:21 WIB
Kami mendesak agar Komnas HAM untuk turun langsung ke lapangan untuk mencegah meluasnya aksi kekerasan dan intimidasi serta jatuhnya korban jiwa di Indramayu, kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin kepada Antara Jateng, Sabtu.
Ia juga menyeruhkan,Tangkap, Adili dan Usut Tuntas kasus penganiayaan, kekerasan serta intimidasi petani yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Konsorsium Pembaruan Agraria juga juga meminta Pemerintah untuk meninjau ulang proyek-proyek MP3EI yang telah merampas kedaulatan rakyat atas tanah dan airnya. Kemudian, mendesak dilaksanakannya reforma agraria sejati demi penyelesaian konflik agraria secara nasional yang telah banyak menimbulkan korban jiwa serta menyengsarakan kaum tani, buruh dan nelayan.
Konflik agraria mulai memanas di Indramayu akibat reaksi rencana pembangunan waduk Bubur Gadung oleh petani yang tergabung dalam Serikat Tani Indramayu (STI), 25 Agustus 2013.
Menurut Iwan Nurdin, para petani sebenarnya tidak menolak pembangunan waduk bubur gadung sepanjang ada pelibatan dari para petani, peninjauan bersama dan tidak merampas tanah garapan petani yang telah produktif selama 30 tahun menghidupi mereka.
Dalam aksi damai STI, 25 Agustus 2013, terjadi kericuhan karena penyerangan sejumlah preman dengan lemparan batu, bongkahan kayu, dan pukulan kepada petani. Kekerasan serta intimidasi membabi buta yang disaksikan oleh aparat keamanan berbuntut terbakarnya satu buah alat berat di lokasi pembangunan waduk.
Dua puluh dua orang petani luka-luka dan empat puluh sembilan sepeda motor petani dirusak preman dan aparat kepolisian. Tak cukup sampai di situ, aparat yang seharusnya netral dalam penanganan konflik agraria dan berkewajiban mengamankan keselamatan rakyat, justru menyeret, memukuli serta menangkapi petani hingga menetapkan lima orang petani dan pendampingnya sebagai tersangka.
Menyikapi upaya kriminalisasi petani, 3.000-an petani Indramayu meninggalkan sawah dan ladang mereka menuntut pembebasan lima orang kawan mereka yang ditahan oleh aparat Kepolisian (31/8). Para petani beserta KPA juga telah melaporkan tindakan kekerasan dan intimidasi dari aparat dan preman ke Divisi Humas Mabes Polri, dan telah diterima oleh Kepala Bagian Analisa dan Evaluasi Mabes Polri Kombes Pol Rusli Hedyaman, di Kantor Divisi Humas Mabes Polri.
Bukan hanya itu, kata Iwan Nurdin, para petani juga sebenarnya sudah melaporkan dan meminta agar Komnas HAM untuk turun langsung ke wilayah konflik agraria di Indramayu untuk mencegah insiden kekerasan terulang terhadap petani.
Namun, malang tak dapat ditolak, Rabu (11/9/2013) aparat kepolisian, TNI dari kesatuan Arhanud, Kodim Indramayu, Perhutani, Pemuda Pancasila, serta sejumlah preman yang berjumlah seratusan orang menyisir basis-basis STI dan melakukan intimidasi hingga menyebabkan empat gubuk rusak, satu sepeda motor terbakar dan enam petani mengalami pemaksaan untuk keluar dari keanggotaan STI serta mendapat ancaman pembakaran gubuk.
Penyisiran basis-basis STI di Indramayu oleh aparat dan preman berbuah nestapa, seorang petani bernama Wargi (45), dari Basis Sukaslamet meninggal dunia akibat kerasnya intimidasi dari penyisiran aparat ke basisnya. Almarhum meninggalkan dua orang anak dan seorang istri. Sehari-hari beliau. Bukan hanya itu puluhan petani hingga saat ini (13/9) masih mengalami trauma berat akibat intimidasi aparat beserta preman.
Pewarta : Kliwon
Editor:
Kliwon
COPYRIGHT © ANTARA 2024