Kidung Malam Natal dari Borobudur
Selasa, 24 Desember 2013 23:00 WIB
Umat makin banyak yang berdatangan memasuki Gereja Paroki Administratif Santo Petrus Borobudur untuk mengikuti misa malam Natal yang dipimpin oleh Romo F.X. Sumantoro. Gereja yang terletak sekitar 200 meter timur Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu, berkapasitas sekitar 700 umat.
Ketika Yunaningsih sibuk memberikan buku panduan misa bersampul kertas warna kuning itu kepada umat di depan pintu masuk gereja setempat, Gandhi pun sesekali disibukkan memberikan uang kembalian kepada umat. Harga buku teks Rp2.000 per eksemplar.
Gandhi merayakan malam Natal di kampungnya yang relatif tak begitu jauh dari tempatnya menempuh pendidikan awal sebagai calon imam Katolik di Seminari Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Anak tunggal pasangan Yunaningsih dengan Heri Sudarmono itu tinggal di Jalan Medang Kamolan Borobudur, di luar pagar Taman Wisata Candi Borobudur.
Ia pun bersama kedua orang tuanya merayakan malam Natal 2013 di gereja setempat di tepi Jalan Balaputradewa Borobudur, Selasa (24/12) malam.
Malam itu, ayahnya yang sehari-hari bekerja sebagai tukang reparasi alat-alat elektronika, bersama sejumlah umat lain dan aparat kepolisian membantu pengamanan di sekitar gereja setempat.
Misa malam Natal di gereja setempat menggunakan bahasa Jawa dengan lagu-lagu khas Natal dibawakan oleh kelompok koor dengan dirigen Sri Sumarja dan iringan gamelan slendro dan pelog dipimpin pengendang Suyanto.
Hujan rintik yang turun malam itu, terkesan menguatkan suasana takzim umat yang mengikuti misa kudus untuk merayakan kelahiran Yesus Kristus tersebut.
Tembang "Santri Ratri" dengan langgam Sekar Mijil Wigaring Tyas Patet 5 mengalun menjadi pembuka misa tersebut, mengiringi imam bersama prodiakon dan para putera altar memasuki gereja yang sudah penuh dengan umat. Di sebelah kanan altar, terdapat replika gua Natal, tempat Yesus lahir.
"'Ing ratri dalu adi punika, wus nindra bawono. Kang wungu mung brayating Sang Rare. Sumujud ngadhep Putra Sang Bayi. Sare, sare, Gusti. Kandhang papanipun'," begitu bait pertama tembang itu disuguhkan umat yang bertugas sebagai koor.
Arti tembang itu, kira-kira bahwa malam sudah datang, bumi sedang tertidur. Hanya para gembala yang berjaga. Mereka menghadap kepada bayi Yesus yang tidur di kandang domba. Dalam bahasa Indonesia, lagu itu dikenal sebagai "Malam Kudus", menggambarkan suasana saat Yesus lahir di kandang domba di gua Betlehem.
Berbagai kidung Natal lainnya diunggah pada misa kudus tersebut, dengan berbagai syair yang menceritakan tentang kelahiran Yesus dan ajakan kepada umat manusia untuk bersuka-cita menyambut kedatangan Sang Penebus itu.
Gandhi dan ibunya pun tampak turut bersama umat lainnya menyanyikan dengan lantang tembang-tembang Natal itu dengan iringan tabuhan gamelan.
"Kita gembira karena Tuhan hadir sebagai Imanuel. Tuhan hadir bersama manusia dalam keadaan apapun, dalam suka dan duka. Tuhan ikut merasakan apa yang kita rasakan," kata Romo Sumantoro dalam kotbahnya.
Melalui Natal, katanya, Allah meminta umat manusia untuk tidak kehilangan kegembiraan karena selalu memperoleh pengharapan untuk perbaikan kehidupan pada masa mendatang.
Usaha memperbarui kehidupan, katanya, juga membutuhkan kehadiran pemimpin yang bisa menjadi teladan, rela berkorban baik tenaga, pikiran, dan bahkan nyawanya.
"Sekarang kita membutuhkan pemimpin yang merakyat, bukan karena pencitraan. Punakawan yang tahu dengan rakyat, bisa merasakan kesulitan hidup rakyat. Tahun depan kita mengikuti pemilu. Kita memilih pemimpin yang membela rakyat, mau berkorban," katanya.
Ia mengatakan para gembala bagaikan sosok punakawan. Hati mereka bersih sehingga mendapat kabar pertama kali dari malaikat bahwa Yesus telah lahir.
Misa malam Natal oleh umat kawasan Candi Borobudur juga menjadi kesempatan mereka untuk memuji keagungan Tuhan melalui alam ciptakan-Nya, dalam tembang berbahasa Jawa, "Mendah Kita".
"'Mendah kita tan darbe panuwun. Duweni papan loh subur makmur. Samodra jembar endahing gunung. Ijo rumputing gunung lan dhusun. Iku kabeh sih nugraha Gusti. Allah Maluhur lan Kuwasa' (Kita bersyukur memiliki tanah yang subur. Lautan luas dan gunung yang megah. Rumput hijau di gunung dan desa. Itu semua karena Allah Maha Luhur dan Maha Kuasa, red.)," demikian sepenggal kidung misa malam Natal itu mengiring umat kembali ke rumah masing-masing membawa berkah Natal 2013 dari gereja kecil di kawasan Candi Borobudur.
Pewarta : M Hari Atmoko
Editor:
M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025