Logo Header Antaranews Jateng

FPDIP Terima Pengaduan Penundaan Pemulangan TKI

Selasa, 21 Januari 2014 19:16 WIB
Image Print
Sejumlah tenaga kerja Indonesia beserta anak mereka di Pusat Karantina Imigrasi Arab Saudi atau tarhil di Shumaisi, Arab Saudi. (Dok.). Inset: Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari. (Ilustrasi: ANTARA Jateng/Kliwon)

Wakil Ketua Bidang Pengaduan Masyarakat Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari ketika dihubungi Antara Jateng, Selasa malam, membenarkan pihaknya menerima pengaduan tersebut dari Ninik Andrianie, penggiat peduli Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Dalam pengaduannya, Ninik kepada Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia) DPR RI mengungkapkan bahwa sejumlah tenaga kerja wanita (TKW) beserta anaknya berada di Pusat Karantina Imigrasi Arab Saudi atau tarhil di Shumaisi selama 2--3 bulan.

Namun, kata Ninik, ketika hal itu dilaporkan kepada pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, petugas KJRI menjawab "balagh hurub" sebagai kendala penerbangan mereka tertunda.

Ninik menyebutkan bahwa sebagian dari mereka dokumen keimgrasiannya berupa visa umrah, lalu mereka bekerja tanpa mengubah status visa menjadi visa kerja sehingga mereka menjadi "overstayer".

"Padahal, visa umrah itu berlaku hanya satu bulan dan tidak memerlukan 'balagh hurub' untuk pemulangan mereka," ucapnya.

Akan tetapi, lanjut Ninik, setiap kali pemulangan TKI, mereka tetap berada di Shumaisi, sementara TKW yang baru dua minggu tinggal di tempat penampungan sementara itu lebih dahulu pulang ke Indonesia.

Jika TKI melarikan diri, lalu di-"balagh hurub" oleh majikannya, kata dia, majikan lepas tanggung jawab terhadap TKI dan keputusan 100 persen diserahkan kepada imigrasi (jawazat).

Sebaliknya, kata dia, jika tidak di-"balagh hurub", TKI masih di bawah tanggungan majikan yang akhirnya imigrasi (jawazat) tidak berani memulangkan karena masih secara resmi di bawah tanggungan majikan yang bersangkutan.

Ninik juga menceritakan kepada Eva melalui surat elektroniknya bahwa kondisi mereka sungguh memprihatinkan karena sebagian besar dari jumlah anak mereka tidak bisa menyesuaikan dengan baik kondisi di dalam Tarhil Shumaisi, apalagi mereka mengonsumsi makanan apa adanya dan minum air langsung dari keran.

"Kami berharap yang sudah mempunyai 'exit permit' segera diterbangkan, KJRI menyediakan 'shelter' untuk anak-anak sebelum ada kepastian terbang, dan KJRI secepatnya mengurus 'balagh hurub' bagi mereka yang memang terkendala dengan masalah itu," kata Ninik.

Pewarta :
Editor: Kliwon
COPYRIGHT © ANTARA 2024