Logo Header Antaranews Jateng

Persaingan Antarbakal Calon Presiden Kian Seru

Kamis, 3 April 2014 17:47 WIB
Image Print
Seorang pelukis menyelesaikan lukisannya di Kawasan Pasar Baru, Jakarta, Selasa (2/4). Lukisan sejumlah calon presiden yang tidak untuk dijual tersebut merupakan bentuk apresiasi pelukis terhadap munculnya para calon presiden pada Pemilu 2014. ANTARA


Sejumlah lembaga survei memang menyebutkan bahwa tiga atau empat partai politik bakal meraup suara belasan hingga di atas 20 persen. Lembaga survei pula yang menyebutkan tokoh-tokoh tertentu memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi, seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Menyimak sepak terjang para tokoh dan pendukungnya melalui media, termasuk media sosial, belakangan ini tampaknya tidak beda dengan menyaksikan suasana hari-hari menjelang "big match" klub-klub sepak bola legendaris yang memiliki penggemar fanatik puluhan juta orang.

Bagi "soccer mania", klub sepak bola menyerupai ideologi yang setiap manifestonya merasuk hingga ke hati dan pikiran penganutnya. Oleh karena itu bila klub kesayangannya diserang, mereka meradang. Bila "imam" (pelatih/manajer) di-"bully", mereka ganti mencaci maki. Bila muridnya (para pemain) dikritik, mereka ganti menghardik.

Setiap kemenangan klub disambut dengan gegap gembira dan pesta, sedangkan kekalahan diratapi dengan kemurungan bahkan bisa memicu "chaos" bila mereka melihat bahwa kekalahan itu dipicu oleh kecurangan lawan atau wasit.

Saling serang antarpartai dan antarcapres saat ini juga semakin mencolok dalam dua pekan menjelang pemilu. Ada yang agresif menyerang dari berbagai sisi, ada pula yang bertahan, bahkan cenderung menerapkan taktik "catenaccio" ala Timnas Italia 1990-an.

Bakal capres satu menyerang titik atau lini paling lemah pada bakal capres lain untuk mencapai tujuan, terpilih menjadi presiden.

PDI Perjuangan dan bakal capres Joko Widodo sering mendapat serangan dari kubu lain, terutama dari kubu Gerindra. Tudingan capres "boneka", banyak politikusnya terjerat kasus korupsi, pembohong karena melanggar Perjanjian Batu Tulis, hingga penjualan aset negara, misalnya, jelas ditujukan kepada Jokowi dan Megawati Soekarnoputri.

Menanggapi serangan tersebut, PDI Perjuangan yang dalam berbagai survei diperkirakan dapat suara sekitar 20 persen dalam Pemilu Legislatif 2014, cenderung bertahan.

Sekjen PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, minta kader dan simpatisan PDI-P tidak terpancing dengan kampanye hitam yang dilakukan oleh partai politik lain.

"Tanggapi (kampanye negatif, red) dengan senyum. Mari kita bersaing secara terhormat, demokratis, jujur, dan adil dalam memenangkan PDI Perjuangan pada Pemilu Legislatif 2014," kata Tjahjo dalam kampanye terbuka di Lapangan Mugas Kota Semarang, 27 Maret 2014.

Jokowi saat ini memang menjadi sosok paling menggentarkan bagi bakal capres lain karena Gubernur DKI Jakarta ini dalam berbagai survei menjadi satu-satunya tokoh yang selalu mendapat elektabilitas tertinggi, mengungguli Prabowo, Wiranto, Aburizal Bakrie, dan tokoh lainnya.

Kasus pengadaan bus Transjakarta, tudingan Jokowi ingkar janji, hingga capres "boneka", adalah pelabelan yang coba dilekatkan pada Jokowi oleh Jokowi "haters". Kesalahan-kesalahan ketika Megawati menjadi Presiden pun diungkap oleh Jokowi "haters".

Kubu PDI Perjuangan dan Jokowi tentu saja membantah semua tudingan tersebut. Jawaban cukup taktis disampaikan kubu PDI Perjuangan yang menjamin bahwa Jokowi bukan "boneka" Megawati, melainkan "boneka" rakyat.

Sementara itu, Prabowo diserang atas dugaan keterlibatannya dalam penculikan aktivis 1998. Bakal capres Aburizal Bakrie juga dipermalukan. Ketua Umum Partai Golkar ini diserang dari sisi "remeh temeh" namun efeknya menghebohkan.

Video pelesirannnya bersama duo artis kakak beradik ke Maladewa diunggah di Youtube. Padahal tanpa insiden ini pun, Aburizal sudah menanggung beban berat atas kasus lumpur Lapindo bila nanti maju sebagai capres.

"Wajar terjadi saling serang. Kadang serangan itu berbasis fakta, namun ada pula yang rasanya jauh dari fakta atau orang menyebut kampanye hitam," kata pengamat politik M. Qodari dalam wawancara di Jak TV, Selasa (1/4) malam.

Citra Positif
Jokowi memang memiliki keuntungan karena sebagian besar media memberikan citra positif sejak dia menjadi orang nomor satu di Kota Surakarta. Padahal selama menjadi Wali Kota Surakarta enam tahun lebih, Jokowi sebenarnya juga punya kekurangan substansial, yakni gagal mengurangi warga miskin, tetap dalam kisaran 13 persen dari sekitar 500.000-an penduduk kota ini.

Tudingan ingkar janji karena belum menyelesaikan masa tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah bersedia menjadi bakal capres PDI Perjuangan, kemudian pengadaan bus Transjakarta yang bermasalah, nyaris tidak menggoyahkan popularitas dan elektabilitas Jokowi.

Publik berhak menanyakan nasib mobil Esemka yang telah ikut melambungkan nama Jokowi di panggung nasional. Akan tetapi, sepertinya, Jokowi "can do no wrong" alias tidak bisa berbuat salah.

Oleh karena itu, PDI Perjuangan secara jitu memotret fenomena Jokowi itu dengan "tag line" yang mengunci: "Coblos PDI Perjuangan, Jokowi Presiden". Penetapan Jokowi sebagai bakal capres oleh Megawati diprediksi bakal melentingkan perolehan suara PDI Perjuangan.

Siapa pun capresnya, Jokowi memang akan menjadi lawan tangguh. Meskipun PDI Perjuangan dan Jokowi tak punya media, popularitas alumnus Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta itu, menembus penduduk hingga ke pelosok negeri.

Dalam sejumlah survei juga disebutkan, pemilih non-PDI Perjuangan cukup banyak yang jatuh hati kepada Jokowi. Singkatnya, pemilih Jokowi adalah lintas partai.

Oleh karena itu, dengan modal besar seperti itu Jokowi kelak bakal dikeroyok oleh capres-capres lain meskipun saat ini pesaing yang muncul ke permukaan baru Gerindra dan Prabowo.

Rivalitas antara kubu Jokowi dengan Prabowo itu memang seolah-olah hanya mereka berdua yang bakal bertarung dalam pilpres. Padahal belum tentu PDI Perjuangan dan Gerindra langsung meraih suara di atas 20 persen atau mendapat 25 persen kursi di DPR RI agar bisa mengusung capresnya tanpa berkoalisi.

Masih ada Aburizal Bakrie dari Golkar yang diprediksi pada Pemilu 2014 perolehan suaranya tidak kalah dari PDI Perjuangan. Ada pula pemenang konvensi Partai Demokrat. Mungkin Dahlan Iskan, Irman Gusman, atau Gita Wirjawan.

Siapa tahu pula parpol berbasis massa Islam, seperti PPP, PKB, PAN, PKS, dan PBB mau membangun koalisi sendiri.

Tidak bisa membayangkan seandainya tokoh yang sangat percaya diri bakal jadi capres, ternyata perolehan suara partainya hanya di bawah 10 persen sehingga partainya harus keliling ke parpol-parpol untuk diajak berkoalisi.

Seandainya pula parpol-parpol itu tidak ada yang mau diajak koalisi karena peluang menangnya terlalu kecil, tentu ini tamparan bagi parpol dan bakal capres yang sudah kelewat percaya diri.

Akan tetapi politik adalah politik, yakni aktivitas yang digerakkan oleh orang-orang yang piawai mengelola setiap celah untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan.


Pewarta :
Editor: M Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025