"Silakan ditanyakan ke Ketua PN Cilacap. Kami juga sedang menunggu (kabar dari) Ketua PN karena itu keputusannya Ketua PN, bukan keputusan kami," kata Ketua Dewan Pembina TPM Mahendradatta di Cilacap, Rabu siang.

Mahendradatta mengatakan hal itu kepada wartawan di Dermaga Wijayapura (penyeberangan khusus menuju Pulau Nusakambangan, red.), Cilacap, usai mengunjungi terpidana kasus terorisme ustaz Abu Bakar Ba'asyir di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Batu, Pulau Nusakambangan.

Menurut dia, pihaknya masih menunggu pendelegasian sidang PK tersebut karena secara teknis ustaz Ba'asyir selaku pemohon PK tidak memungkinkan untuk bersidang di PN Jakarta Selatan.

"Kemungkinan besar, kita akan bersidang di Pengadilan Negeri Cilacap. Sidang itu adalah pertama, menghadirkan ustaz Abu Bakar Ba'asyir selaku pemohon karena itu aturan undang-undang, pemohon harus hadir sendiri supaya tidak diselewengkan juga PK-nya," jelasnya.

Selain itu, kata dia, sidang tersebut kemungkinan juga akan disatukan dengan pemeriksaan saksi-saksi baru dalam rangka efektivitas persidangan.

Akan tetapi, dia enggan menyebutkan identitas saksi-saksi baru yang bakal dihadirkan dalam persidangan.

"Saksi-saksinya siapa? Jangan tanya sekarang, nanti pada siap-siap," tegasnya.

Lebih lanjut, Mahendradatta mengatakan bahwa peninjauan kembali merupakan sebuah langkah atau upaya hukum sehingga jika berbicara mengenai upaya hukum juga harus dibicarakan masalah perjuangan hukum atau perlawanan hukum yang benar-benar murni.

Menurut dia, hal itu sangat penting karena kasus yang dihadapi ustaz Ba'asyir diduga lebih banyak opininya daripada faktanya.

"Bahwa di dalam hasil penelitian kami, Ustaz ini dipersalahkan seakan-akan sebagai penyandang dana terhadap suatu pelatihan militer di Janto (Aceh, red.), itu saja, harus dibatasi di situ dulu. Sejauh mana tentang penyandang dana, kan kesannya kayak memberikan satu miliar, dua miliar, atau berapa," katanya.

Padahal, kata dia, apa yang diberikan ustaz Ba'asyir merupakan sumbangan murni kepada pihak-pihak yang menyelenggarakan kegiatan sosial dan jumlahnya hanya beberapa juta rupiah.

Menurut dia, sumbangan tersebut tidak hanya untuk latihan militer di Janto saja, termasuk juga terhadap Front Pembela Islam (FPI).

"Banyak tempat, Ustaz menggalang dana ke sana kemari. Intinya dari semua itu adalah nilai atau tingkat hukuman yang diberikan kepada ustaz Ba'asyir, terutama oleh Mahkamah Agung maupun Pengadilan Negeri, yang sebetulnya sudah dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi itu semuanya karena terpengaruh oleh opini," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, bobot kasus ustaz Ba'asyir lebih banyak opininya daripada fakta hukumnya sehingga harus dikembalikan ke jalurnya.

"Kami ingin mengembalikan ke fakta-fakta hukumnya atau aturan hukumnya. Jadi, biarkan ustaz Ba'asyir mencari perjuangan hukumnya sendiri," katanya.