Hal tersebut diungkapkan Mustain, penasihat hukum terdakwa Ronny Maryanto, dalam sidang dengan agenda pembelaan di Pengadilan Negeri Kota Semarang, Kamis.

"Jaksa penuntut umum tidak serius mengungkap persoalan ini dengan memotong fakta serta tidak menghadirkan beberapa saksi kunci," kata Mustain.

Menurut dia, setidaknya 10 saksi yang keterangannya tercatat di dalam berita acara pemeriksaan terdakwa tidak dihadirkan.

Para saksi yang tidak dihadirkan itu, lanjut dia, termasuk dua anggota tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pemilihan Presiden 2014 lalu.

Dua saksi tersebut masing-masing pegawai bidang PT Djarum Chris Setyadi Suhendra dan Shinta Kamdani.

Ia menjelaskan keterangan kedua saksi dalam BAP menjelaskan tentang adanya kontrak kerja pemasangan iklan di media Tribunnews.com dengan tim pemenangan Jokowi-JK senilai Rp110 juta.

Ia mengungkapkan kontrak kerja tersebut dimaksudkan untuk menyiarkan berita iklan yang berjudul "Bagi Uang di Pasar, Fadli Zon Terancam Penjara Dua Tahun" dengan narasumber terdakwa.

Dalam perkara ini, lanjut dia, terdakwa Ronny Maryanto dinilai sebagai korban dari politisasi.

"Dalam fakta sidang diketahui bahwa terdakwa hanyalah menjalankan tugas sebagai pemantau pemilu," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Ahmad Dimyati tersebut.

Atas berbagai fakta tersebut, majelis hakim diminta membebaskan terdakwa dari segala tuntutan.

Sebelumnya, Pegiat antikorupsi Ronny Maryanto dituntut hukuman percobaan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.

Jaksa Penuntut Umum Zahri Aeniwati menuntut terdakwa dengan hukuman kurungan selama delapan bulan dengan masa percobaan selama satu tahun.

Jaksa menilai terdakwa terbukti melanggar pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.

Terdakwa dinilai dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya supaya hal itu diketahui umum.

Tindak pidana yang dilakukan terdakwa tersebut berkaitan dengan komentar tentang tindakan Wakil Ketua DPR yang memberikan uang kepada pedagang dan pengemis saat melaksanakan kampanye pada 2014, yang diberitakan di sejumlah media massa.