"Isu Mripat" Festival Lima Gunung Bermomentum Lebaran
Kamis, 7 Juli 2016 10:59 WIB
Sejumlah karya instalasi seni berbahan alam terpasang di tepi jalan Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang yang akan menjadi tuan rumah Festival Lima Gunung XV pada 21-24 Juli 2016. (Sujono/Ketua Sanggar Saujana Keron).
Magelang, Antara Jateng - Sujono, Susilo, Anton Prabowo, dan pegiat Sanggar Saujana Keron lainnya di kawasan antara Gunung Merapi dan Merbabu Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menyebut "isu mripat" (mata) Festival Lima Gunung ditempelkan dalam momentum Lebaran 2016.
Oleh karenanya sejak sebulan sebelum Ramadhan dan sebulan penuh selama Bulan Puasa, mereka setiap malam bergiat membuat instalasi seni berbahan baku alam pertanian di kawasan itu.
Kerja bareng mereka, supaya ratusan batang bambu yang telah dihias dengan jerami dan aneka dedaunan kering menjadi berbagai motif instalasi seni, bisa rampung dan selanjutnya dipasang di dusun setempat sebelum tiba Hari Lebaran.
Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang dengan Sanggar Saujana menjadi bagian dari seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh), sebagai tuan rumah Festival Lima Gunung XV/2016.
Festival tahunan secara mandiri oleh komunitas dengan inspirator utama budayawan Magelang, Sutanto Mendut itu, akan diselenggarakan di Dusun Keron pada 21-24 Juli 2016.
Pembukaan festival rencananya pada 19 Juli 2016 berupa prosesi ritual dan doa di Candi Gunung Wukir Dusun Canggal, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.
Sedikitnya 50 grup kesenian, baik dari berbagai kelompok di Komunitas Lima Gunung, desa-desa sekitar Keron, maupun dari beberapa kota besar, akan menggelar macam-macam pementasan dalam Festival Lima Gunung XV/2016. Festival juga akan dimeriahkan dengan kirab budaya, performa seni, pameran seni rupa, peluncuran buku, dan pidato kebudayaan.
Ratusan batang bambu yang mereka kumpulkan dari dusun setempat secara gotong royong dibalut jerami dengan cara diikat tali, menjadi aneka bentuk yang eksotik dan tetap tak melepaskan diri dari nuansa instalasi seni yang alami.
Jerami sebanyak tiga rit mobil bak terbuka mereka peroleh dari sejumlah penggilingan padi di dusunnya dan desa-desa sekitarnya di Sawangan. Kecamatan Sawangan sebagai kawasan yang selain dikenal sebagai lahan pertanian hortikultura, juga tanaman padi.
Siapa saja pelintas jalan beraspal di Dusun Keron akan bisa melihat di ujung jembatan sungai dusun, berupa instalasi seni berbentuk gapura. Gapura serupa juga dipasang di jalan depan rumah Sujono, Ketua Sanggar Saujana Keron.
Begitu pengendara memasuki dua ujung dusun, akan terlihat di sepanjang tepi kanan dan kiri jalan, berbagai instalasi seni yang seakan hendak menggantikan apa yang akrab di mata setiap orang selama ini sebagai umbul-umbul konvensional dari bahan kain berwarna-warni.
Sejumlah penjor berupa bambu melengkung dengan dibalut jerami dengan masing-masing digantungi sejumlah kukusan, juga menghiasi beberapa tempat di tepi jalan. Lazimnya penjor berupa bambu melengkung dengan hiasan anyaman dari janur.
Jalan Dusun Keron dari pertigaan Dusung Nglumut, Desa Krogowanan menuju pertigaan Gerdu, bagian ruas jalan alternatif dari jalur utama Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang menuju Kaponan, Kecamatan Pakis (tanpa melewati objek wisata Bukit Ketep Sawangan). Dari pertigaan Kaponan itu, selanjutnya pelintas pengendara kalau belok kanan ke Kopeng, Salatiga, dan belok kiri ke arah Kota Magelang.
Cukup ramai lalu lintas kendaraan setiap hari melewati Dusun Keron. Dusun tersebut berpenduduk 89 keluarga atau sekitar 350 jiwa meliputi empat rukun tetangga dengan sebagian besar warga hidup sehari-hari sebagai petani hortikultura. Keron pada 2016 untuk kedua kalinya menjadi tuan rumah festival, sedangkan yang pertama pada 2011.
"Target kami memang sebelum Lebaran, instalasi ini sudah dipasang, supaya menjadi 'isu mripat' siapa saja yang berlalu lalang melewati dusun kami untuk kepentingan berlebaran," kata Sujono yang juga Ketua Panitia Lokal Festival Lima Gunung XV/2016.
Warga setempat memang hendak menarik perhatian secara seketika para pelintas jalan dusunnya. Mereka yang melewati jalan itu diajak untuk bertanya-tanya mengenai hal yang mungkin dianggap unik atau aneh karena berbagai hiasan instalasi seni di sepanjang jalan utama dusun selagi berlebaran.
Berbagai instalasi seni itu tidak ada yang mereka buat menggunakan bahan plastik atau kertas, supaya daya eksotik alami yang muncul menjadi kuat.
Sejumlah pelintas bersepeda motor dan menggunakan mobil memang ada yang menyempatkan diri menghentikan laju kendaraannya untuk bertanya tentang kemeriahan suasana dusun karena instalasi seni tersebut.
"Penasaran kok banyak dipasangi hiasan seperti ini. Ternyata kami mendapat jawaban, kalau untuk festival. Katanya bulan ini," kata Sumargo, seorang pelintas bersepeda motor di jalan di Dusun Keron dekat alur Kali Pabelan yang aliran airnya sambungan dari Kali Tringsing, berhulu di Gunung Merapi.
Begitu pula sejumlah orang lainnya yang memang setiap hari biasa melewati jalan itu dengan mobil bak terbuka pengangkut, antara lain sayuran dan ternak, untuk dibawa ke pasar. Mereka juga menanyakan hal serupa terkait dengan pemasangan berbagai instalasi seni tersebut.
"Kalau ada orang bertanya, maka maksud kami menebar 'isu mripat' itu mengena," ujar Sujono yang juga salah satu petinggi Komunitas Lima Gunung.
Anton Prabowo yang juga pegiat Sanggar Saujana Keron dan mahasiswa Jurusan Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mengatakan selama Bulan Puasa, para pemuda sanggar membuat instalasi seni itu setiap hari, setelah shalat tarawih.
"Yang sudah dipasang sebelum Lebaran ini baru sebagian, masih akan dilanjutkan setelah Hari Lebaran," ujarnya.
Jika biasanya warga setempat menandai kegembiraan merayakan Lebaran dengan menyulut mercon, pada tahun ini mereka sepakat tidak membunyikan petasan di dusunnya agar suasana eksotik atas instalasi seni untuk fetival, tidak dikotori oleh tebaran kertas sisa petasan di mana-mana.
Para perupa dari Sanggar Dewata Indonesia (SDI) Yogyakarta juga akan membuat karya instalasi dengan objek berbagai pepohonan di dekat panggung utama Festival Lima Gunung XV/2016 di tepi Dusun Keron.
"Mereka sudah survei beberapa waktu lalu," kata Sujono.
Pemasangan instalasi seni untuk tahap akhir mulai 15-17 Juli 2016 di berbagai tempat di dusun itu.
Para seniman petani dari Padepokan Tjipto Boedojo Dusun Tutup Ngisor, Sanggar Bangun Budaya Desa Sumber, keduanya Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang dan seniman petani Dusun Dadapan serta Kopeng, keduanya dari Ketep, Kecamatan Sawangan, akan terlibat membantu warga Keron dalam pemasangan instalasi dan pembuatan dua panggung pementasan.
Para seniman Sanggar Saujana Keron juga membuat empat gunungan dengan bahan utama hasil bumi atau "pala kependhem". Tema besar Festival Lima Gunung XV/2016 adalah "Pala Kependhem".
Tema itu secara harafiah menunjuk kepada ketahanan pangan dari hasil pertanian yang terpendam tanah, antara lain singkong, ubi, tales, dan gembili.
Secara simbolis tema itu menunjuk kepada kekayaan bumi Nusantara (Jawa), sebagaimana tertulis dalam Prasasti Canggal (Ditemukan di Candi Gunung Wukir) tentang kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan ketenteraman Jawadwipa pada masa lampau.
Gunungan "pala kependhem" bakal dipasang di empat tempat, yakni depan Masjid Al Hidayah perbatasan Dusun Keron dengan Nglulang, pojok dusun di wilayah RT4, tepi jalan di wilayah RT2, dan dekat panggung utama festival di wilayah RT1.
"Untuk 'isu mripat' sebelum hari festival. Itu maksud kami memasang instalasi seni saat Lebaran tahun ini," kata Sujono.
Oleh karenanya sejak sebulan sebelum Ramadhan dan sebulan penuh selama Bulan Puasa, mereka setiap malam bergiat membuat instalasi seni berbahan baku alam pertanian di kawasan itu.
Kerja bareng mereka, supaya ratusan batang bambu yang telah dihias dengan jerami dan aneka dedaunan kering menjadi berbagai motif instalasi seni, bisa rampung dan selanjutnya dipasang di dusun setempat sebelum tiba Hari Lebaran.
Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang dengan Sanggar Saujana menjadi bagian dari seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh), sebagai tuan rumah Festival Lima Gunung XV/2016.
Festival tahunan secara mandiri oleh komunitas dengan inspirator utama budayawan Magelang, Sutanto Mendut itu, akan diselenggarakan di Dusun Keron pada 21-24 Juli 2016.
Pembukaan festival rencananya pada 19 Juli 2016 berupa prosesi ritual dan doa di Candi Gunung Wukir Dusun Canggal, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.
Sedikitnya 50 grup kesenian, baik dari berbagai kelompok di Komunitas Lima Gunung, desa-desa sekitar Keron, maupun dari beberapa kota besar, akan menggelar macam-macam pementasan dalam Festival Lima Gunung XV/2016. Festival juga akan dimeriahkan dengan kirab budaya, performa seni, pameran seni rupa, peluncuran buku, dan pidato kebudayaan.
Ratusan batang bambu yang mereka kumpulkan dari dusun setempat secara gotong royong dibalut jerami dengan cara diikat tali, menjadi aneka bentuk yang eksotik dan tetap tak melepaskan diri dari nuansa instalasi seni yang alami.
Jerami sebanyak tiga rit mobil bak terbuka mereka peroleh dari sejumlah penggilingan padi di dusunnya dan desa-desa sekitarnya di Sawangan. Kecamatan Sawangan sebagai kawasan yang selain dikenal sebagai lahan pertanian hortikultura, juga tanaman padi.
Siapa saja pelintas jalan beraspal di Dusun Keron akan bisa melihat di ujung jembatan sungai dusun, berupa instalasi seni berbentuk gapura. Gapura serupa juga dipasang di jalan depan rumah Sujono, Ketua Sanggar Saujana Keron.
Begitu pengendara memasuki dua ujung dusun, akan terlihat di sepanjang tepi kanan dan kiri jalan, berbagai instalasi seni yang seakan hendak menggantikan apa yang akrab di mata setiap orang selama ini sebagai umbul-umbul konvensional dari bahan kain berwarna-warni.
Sejumlah penjor berupa bambu melengkung dengan dibalut jerami dengan masing-masing digantungi sejumlah kukusan, juga menghiasi beberapa tempat di tepi jalan. Lazimnya penjor berupa bambu melengkung dengan hiasan anyaman dari janur.
Jalan Dusun Keron dari pertigaan Dusung Nglumut, Desa Krogowanan menuju pertigaan Gerdu, bagian ruas jalan alternatif dari jalur utama Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang menuju Kaponan, Kecamatan Pakis (tanpa melewati objek wisata Bukit Ketep Sawangan). Dari pertigaan Kaponan itu, selanjutnya pelintas pengendara kalau belok kanan ke Kopeng, Salatiga, dan belok kiri ke arah Kota Magelang.
Cukup ramai lalu lintas kendaraan setiap hari melewati Dusun Keron. Dusun tersebut berpenduduk 89 keluarga atau sekitar 350 jiwa meliputi empat rukun tetangga dengan sebagian besar warga hidup sehari-hari sebagai petani hortikultura. Keron pada 2016 untuk kedua kalinya menjadi tuan rumah festival, sedangkan yang pertama pada 2011.
"Target kami memang sebelum Lebaran, instalasi ini sudah dipasang, supaya menjadi 'isu mripat' siapa saja yang berlalu lalang melewati dusun kami untuk kepentingan berlebaran," kata Sujono yang juga Ketua Panitia Lokal Festival Lima Gunung XV/2016.
Warga setempat memang hendak menarik perhatian secara seketika para pelintas jalan dusunnya. Mereka yang melewati jalan itu diajak untuk bertanya-tanya mengenai hal yang mungkin dianggap unik atau aneh karena berbagai hiasan instalasi seni di sepanjang jalan utama dusun selagi berlebaran.
Berbagai instalasi seni itu tidak ada yang mereka buat menggunakan bahan plastik atau kertas, supaya daya eksotik alami yang muncul menjadi kuat.
Sejumlah pelintas bersepeda motor dan menggunakan mobil memang ada yang menyempatkan diri menghentikan laju kendaraannya untuk bertanya tentang kemeriahan suasana dusun karena instalasi seni tersebut.
"Penasaran kok banyak dipasangi hiasan seperti ini. Ternyata kami mendapat jawaban, kalau untuk festival. Katanya bulan ini," kata Sumargo, seorang pelintas bersepeda motor di jalan di Dusun Keron dekat alur Kali Pabelan yang aliran airnya sambungan dari Kali Tringsing, berhulu di Gunung Merapi.
Begitu pula sejumlah orang lainnya yang memang setiap hari biasa melewati jalan itu dengan mobil bak terbuka pengangkut, antara lain sayuran dan ternak, untuk dibawa ke pasar. Mereka juga menanyakan hal serupa terkait dengan pemasangan berbagai instalasi seni tersebut.
"Kalau ada orang bertanya, maka maksud kami menebar 'isu mripat' itu mengena," ujar Sujono yang juga salah satu petinggi Komunitas Lima Gunung.
Anton Prabowo yang juga pegiat Sanggar Saujana Keron dan mahasiswa Jurusan Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mengatakan selama Bulan Puasa, para pemuda sanggar membuat instalasi seni itu setiap hari, setelah shalat tarawih.
"Yang sudah dipasang sebelum Lebaran ini baru sebagian, masih akan dilanjutkan setelah Hari Lebaran," ujarnya.
Jika biasanya warga setempat menandai kegembiraan merayakan Lebaran dengan menyulut mercon, pada tahun ini mereka sepakat tidak membunyikan petasan di dusunnya agar suasana eksotik atas instalasi seni untuk fetival, tidak dikotori oleh tebaran kertas sisa petasan di mana-mana.
Para perupa dari Sanggar Dewata Indonesia (SDI) Yogyakarta juga akan membuat karya instalasi dengan objek berbagai pepohonan di dekat panggung utama Festival Lima Gunung XV/2016 di tepi Dusun Keron.
"Mereka sudah survei beberapa waktu lalu," kata Sujono.
Pemasangan instalasi seni untuk tahap akhir mulai 15-17 Juli 2016 di berbagai tempat di dusun itu.
Para seniman petani dari Padepokan Tjipto Boedojo Dusun Tutup Ngisor, Sanggar Bangun Budaya Desa Sumber, keduanya Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang dan seniman petani Dusun Dadapan serta Kopeng, keduanya dari Ketep, Kecamatan Sawangan, akan terlibat membantu warga Keron dalam pemasangan instalasi dan pembuatan dua panggung pementasan.
Para seniman Sanggar Saujana Keron juga membuat empat gunungan dengan bahan utama hasil bumi atau "pala kependhem". Tema besar Festival Lima Gunung XV/2016 adalah "Pala Kependhem".
Tema itu secara harafiah menunjuk kepada ketahanan pangan dari hasil pertanian yang terpendam tanah, antara lain singkong, ubi, tales, dan gembili.
Secara simbolis tema itu menunjuk kepada kekayaan bumi Nusantara (Jawa), sebagaimana tertulis dalam Prasasti Canggal (Ditemukan di Candi Gunung Wukir) tentang kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan ketenteraman Jawadwipa pada masa lampau.
Gunungan "pala kependhem" bakal dipasang di empat tempat, yakni depan Masjid Al Hidayah perbatasan Dusun Keron dengan Nglulang, pojok dusun di wilayah RT4, tepi jalan di wilayah RT2, dan dekat panggung utama festival di wilayah RT1.
"Untuk 'isu mripat' sebelum hari festival. Itu maksud kami memasang instalasi seni saat Lebaran tahun ini," kata Sujono.
Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Inovasi sosial dalam industri perikanan, membangun kemitraan antara nelayan dan teknologi "cold storage"
30 December 2024 9:15 WIB
Terpopuler - Spektrum
Lihat Juga
Inovasi sosial dalam industri perikanan, membangun kemitraan antara nelayan dan teknologi "cold storage"
30 December 2024 9:15 WIB