Semarang, Antara Jateng - Asosiasi Pengusaha Indonesia Provinsi Jawa Tengah meminta pemerintah provinsi setempat tidak terlalu mengintervensi besaran skala upah karena pengusaha mempunyai kemampuan yang berbeda-beda.

"Masing-masing pengusaha punya ketentuan sendiri berdasarkan beberapa pertimbangan, salah satunya berdasarkan kemampuan, produktivitas, dan prestasi pekerja," kata Ketua Apindo Jateng Frans Kongi di Semarang, Kamis.

Ia mengungkapkan banyak pihak yang keliru mengenai skala upah karena hanya terkait dengan masa kerja.

Menurut dia, pekerja yang sudah bekerja selama tiga tahun, belum tentu lebih produktif dari yang dua tahun.

"Di dunia industri, yang diniliai adalah tingkat produktivitasnya, bukan masa kerjanya," ujarnya.

Kendati demikian, Frans menyebutkan bahwa lamanya masa kerja bukan berarti tidak diperhitungkan.

"Faktor masa kerja tetap menjadi perhitungan, hanya saja porsinya tidak terlalu besar, begitu juga dengan tingkat pendidikan tetap menjadi pertimbangan besaran upah," katanya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jateng Wika Bintang mengatakan, formulasi penentuan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Provinsi Jawa Tengah pada 2017, menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Ia menjelaskan bahwa dengan digunakannya PP Nomor 78 untuk penentuan UMK, maka tiap perusahaan diwajibkan menetapkan struktur skala upah paling lambat akhir Oktober 2017.

"Struktur skala upah artinya, pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun gunakan UMK yang ditetapkan gubernur, kemudian yang masa kerja di atas setahun ada level-levelnya, dua tahun berapa, tiga tahun berapa," ujarnya.