Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) pada tahun 2018 akan digelar serentak di 171 daerah di Indonesia, yakni di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota.

           Ketentuan tentang tahapan itu tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2018. Dalam peraturan itu, pemungutan suara digelar serentak pada tanggal 27 Juni 2018.

           Meskipun reformasi sudah berjalan 15 tahun, sampai saat ini Indonesia masih didera dengan persoalan korupsi, intoleransi keberagaman, pembalakan hutan dan perusakan lingkungan, banjir dan bencana alam, kemiskinan dan penderitaan yang masih mendera rakyat sehingga pilkada memberi harapan perubahan bangsa menjadi lebih baik.

           Sebenarnya, dalam perhelatan pilkada tersebut, kita mencari sosok negarawan. Negarawan yang kita cari adalah sosok pemimpin yang memberikan jiwa raganya untuk negara sehingga dapat menjadi pahlawan. Selain itu, negarawan memberikan apa yang dapat diberikan kepada negara, sedangkan politikus mencari apa yang bisa diperoleh dari negara.

           Oleh karena itu, banyak politikus yang terjebak pada kasus hukum dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

           Masih banyaknya kepala daerah yang bermasalah dan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bukti makin langkanya sosok negarawan.  Selama 2017, misalnya, tercatat 77 kepala daerah yang kena OTT dan lebih dari 300 kepala daerah terkena masalah.

           Negarawan tidak memburu kekayaan. Sebagai contoh para pendiri bangsa yang merelakan jiwa raganya untuk perjuangan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, hidupnya bersahaja, biasa saja. Para pendiri bangsa berdebat habis-habisan dalam forum-forum diskusi untuk menegakkan ideologi dan bagaimana mencapai kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, mereka berteman akrab dalam kehidupan sehari-hari. Terkoyaknya persatuan Indonesia saat ini karena terkoyaknya mental dan jiwa negarawan di tengah bangsa Indonesia.

           Jadi, negarawan yang kita bayangkan adalah seorang tokoh politik yang berjasa bagi negara, cakap dalam bekerja, serta memiliki watak kepemimpinan yang tegas. Umumnya, kita juga membedakan antara "negarawan" dan "politikus" dengan memberikan penghargaan yang lebih besar pada yang pertama dan menganggap kecil yang kedua.

           Negarawan adalah tokoh politik yang ideal, sementara politikus adalah tokoh yang kurang ideal. Negarawan umumnya dipandang secara positif, sedangkan politikus ada yang dipandang secara positif dan ada yang dipandang secara negatif. Politikus yang baik dan memiliki integritas kadang disebut sebagai negarawan, sementara politikus yang buruk tetap saja disebut sebagai politikus dan tidak dianggap sebagai negarawan.

           Dalam bahasa Inggris, negarawan disebut statesman. Menurut kamus Merriam-Webster, negarawan adalah orang yang aktif mengelola pemerintahan dan membuat kebijakan-kebijakan (one actively engaged in conducting the business of a government or in shaping its policies). Lebih spesifik lagi, Merriam-Webster mendefinisikan negarawan sebagai "seorang pemimpin politik yang bijak, cakap, dan terhormat" (a wise, skillful, and respected political leader).

           Pengertian pertama mengacu pada pemimpin di pemerintahan, sementara pengertian kedua mengacu pada pemimpin politik (politikus) yang memiliki sifat-sifat terpuji, seperti bijaksana, cakap, dan terhormat. Negarawan adalah orang yang tengah menjalani pemerintahan, baik itu presiden, menteri, maupun gubernur, atau pemimpin politik yang berada di dalam  pemerintahan.
   
                Definisi Negarawan
           Orang yang tidak pernah bergelut di dunia politik atau tidak pernah menjabat suatu posisi tertentu di pemerintahan bukanlah seorang negarawan. Dia bisa disebut sebagai  profesional, ahli, atau praktisi. Dia bisa disebut negarawan jika bersedia bergelut dalam dunia politik dan pemerintahan.

           Dengan demikian, jika ingin mencari negarawan, kita harus memfokuskan perhatian kita ke pemerintahan, birokrasi, parlemen, dan partai politik. Di sanalah kita bisa menemukan negarawan.

           Negarawan menurut Mahfud Md. (2001) memiliki ciri, yakni: pertama, memiliki kemampuan yang sangat cemerlang dan jeli, merupakan bakat terpadu dengan keberanian melawan arus dan bertekad melakukan perubahan struktural.

           Kedua, berusaha memasuki hal-hal yang total baru, memilih menjadi pelopor atau pionir.

           Ketiga, karena yang dikemukakan adalah hal total baru maka konsep yang dikemukakan menjadi mengejutkan dan meragukan pihak-pihak yang masih berpikir dalam pola lama.

           Keempat, menawarkan solusi yang tuntas dalam reformasi total yang positif dan konstruktif yang mampu menawarkan revolusi konstruktif.

           Kelima, mampu menawarkan harapan dan peluang nyata, mampu membangun harga diri nyata dan bernilai tinggi.

           Keenam, berani menghadapi risiko bertentangan dengan rezim atau kekuatan yang berkuasa.

           Pilkada seolah menjadi medan pertempuran antara politikus dan negarawan yang dipercaya menyelesaikan beragam permasalahan bangsa ini, seperti kemiskinan, ketidakpastian hukum, korupsi, kekerasan beragama yang meruyak di Tanah Air.

           Oleh karena itu, seorang negarawan hidupnya sudah usai. Dia tidak tergiur dengan harta benda untuk memperkaya diri dan mencari kekayaan secara tidak halal. Dia juga tidak akan tergoda oleh kemolekan tubuh wanita  yang menodai lembaga perkawinan.  

           Kita berharap dalam pilkada ini menjadi momentum terpilihnya pemimpin yang benar-benar memberi harapan lebih baik. Oleh karena itu, rakyat harus diberikan kebebasan dengan nurani yang bersih. Rakyat sudah sangat jenuh dengan pilkada yang selama ini menjadi ajang pesta rakyat tetapi kenyataan yang berpesta bukanlah rakyat. Yang berpesta pora tetaplah para pemimpin partai, politikus yang mengelabui rakyat untuk mendukung mereka. Akan tetapi, setelah itu, aspirasinya tidak pernah didengarkan.

           Haryatmoko (2003: 225) mengemukakan tuntutan utama kepada para politikus yang berlaga adalah mengedepankan etika politik sebagai prinsip hidup bersama dan untuk orang lain. Etika politik dipahami sebagai sikap dan perilaku politikus atau warga negara. Politikus yang baik adalah jujur, santun, memiliki integritas, menghargai orang lain, menerima pluralitas, memiliki keprihatinan untuk kesejahteraan umum, dan tidak mementingkan diri sendiri dan golongannya. Politikus yang menjalankan etika adalah negarawan yang mempunyai keutamaan moral.

           Semoga pemimpin terpilih dalam pilkada serentak 2018 benar-benar memberikan secercah harapan akan masa depan bangsa yang lebih baik. Harapan dan asa rakyat adalah amanah rakyat yang perlu terus dijaga dan direalisasikan. Saatnya rakyat diberikan kebebasan nurani untuk memberikan suara memilih sosok negarawan.

           Pilkada adalah upaya mewujudkan cita-cita besar bangsa bersama rakyat dengan menggunakan kecerdasan dan kearifan untuk memilih secara tepat dalam pilkada. Hanya sosok negarawan yang mampu tampil sebagai pemimpin yang memenuhi asa rakyat di tingkat daerahnya masing-masing.

*) Penulis adalah staf pengajar Komunikasi Politik Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang.