Semarang, ANTARA JATENG - Wakil Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah Edy Yusuf mengatakan bahwa penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2018 tetap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.

"Tetap menggunakan PP 78/2015 karena hingga saat ini masih ada 2 daerah yang belum 100 persen kebutuhan hidup layak (KHL) yakni Kabupaten Pati dan Kabupaten Batang," katanya usai melakukan pertemuan tertutup dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di rumah dinas gubernur di Semarang, Senin petang.

Ia menjelaskan bahwa PP 78/2015 berlaku 4 tahun setelah ditetapkan atau sampai 2019 sehingga penetapan UMK 2018 tidak menyalahi jika menggunakan PP tersebut, apalagi kalau KHL di seluruh kabupaten/kota belum 100 persen.

Menurut dia, hasil penghitungan yang diajukan Serikat Buruh bersasarkan survei KHL itu tidak sah sebab survei KHL tidak dilakukan secara tripartit antara buruh, pengusaha, dan pemerintah.

"Kalau hanya dilakukan buruh, ya tidak bisa," ujarnya.

Ia mengungkapkan, Dewan Pengupahan Jateng memang sengaja tidak melakukan survei KHL pada tahun ini.

"Memang tidak ada kewajibannya, sesuai PP 78/2015, peninjauan KHL akan dilakukan pada 2020 setelah semua daerah 100 persen KHL," katanya.

Anggota Dewan Pengupahan Jateng Wahono menambahkan, ada 8 kabupaten yang belum sepakat mengenai kenaikan UMK 2018 antara lain, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Boyolali, Magelang, Pekalongan, dan Demak.

"Serikat pekerja di sana belum sepakat besaran kenaikan UMK, rata-rata usulan kabupaten/kota yang telah disepakati secara tripartit itu sesuai hitungan PP 78/2015," ujarnya.

Sebelumnya, seribuan buruh yang tergabung dalam Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah meminta Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menetapkan UMK 2018 sesuai dengan survei KHL tahun ini agar kesejahteraan para buruh meningkat

Gubernur Ganjar juga diminta tidak menetapkan UMK 2018 dengan menggunakan PP 78/2015 karena itu sudah tidak relevan lagi.