KPK panggil Setnov jadi saksi untuk Sofyan Basir
Mantan Ketua DPR Setya Novanto (kemeja biru) dan pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo bersaksi dalam sidang untuk terdakwa anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap senilai Rp4,75 miliar serta gratifikasi sejumlah Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura (sekitar Rp410 juta) di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (18/12). (Foto: Desca Lidya Natalia)
"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Ketua DPR, Setya Novanto, sebagai saksi untuk tersangka SFB terkait tindak pidana korupsi kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Untuk diketahui, nama Novanto sempat disebut dalam persidangan perkara tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan terdakwa mantan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Idrus Markham.
Awalnya, pengurusan PLTU Riau-1 dilakukan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, dengan melaporkan ke Novanto, namun setelah Novanto ditahan KPK dalam kasus KTP elektronik, Saragih melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1 ke Markham.
Idrus melakukan komunikasi dengan Saragih, dalam komunikasi itu, terdakwa selaku penanggung jawab Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar mengarahkan Saragih selaku bendahara untuk meminta uang sejumlah 2,5 juta dolar Amerika Serikat kepada pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo guna keperluan Munaslub Partai Golkar pada 2017.
Untuk diketahui, KPK pada Selasa (23/4) telah menetapkan Basir sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1.
Diduga, telah terjadi beberapa kali pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Basir, Saragih, dan Kotjo membahas proyek PLTU.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan, dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero).
Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.
Setelah itu, diduga Basir menyuruh salah satu direktur PT PLN agar Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co segera direalisasikan.
Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Basir.
Basir pun telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana praperadilan Sofyan akan digelar pada Senin (20/5).
Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Setya Novanto pelesiran di Padalarang, ini yang dilakukan Kanwil Hukum dan HAM Jabar
15 June 2019 8:00 WIB, 2019
Fahri Menilai KPK Bertindak Sembrono dengan Membocorkan SPPD Novanto
07 November 2017 14:48 WIB, 2017
Setya Novanto Selalu Bantah Pertanyaan Hakim Saat jadi Saksi Andi Narogong
03 November 2017 13:07 WIB, 2017
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
Kemenkum Jateng bertekad wujudkan birokrasi bersih, bebas KKN, dan melayani
16 January 2025 12:38 WIB