Menko PMK dorong produksi massal alat kesehatan ciptaan UNS
Jumat, 19 Februari 2021 17:19 WIB
Menko PMK Muhadjir Effendy saat mencoba kursi roda elektronik di RS UNS. ANTARA/Aris Wasita
Sukoharjo (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy mendorong produksi massal sejumlah alat kesehatan ciptaan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta khususnya untuk penanganan COVID-19.
"Saya sudah melihat baik yang sudah digunakan secara resmi di beberapa rumah sakit kita, maupun yang masih dalam taraf uji coba. Jadi, ada beberapa alat yang tidak perlu ada pengkajian terlalu serius, artinya sudah bisa langsung diproduksi dan dipasarkan," katanya saat melakukan kunjungan kerja di RS UNS di Kabupaten Sukoharjo, Jumat.
Ia menyebutkan beberapa alat kesehatan yang tidak perlu pengkajian terlalu dalam di antaranya akomodasi untuk robotik dan kursi roda elektronik. Bahkan, pada kesempatan itu ia juga berkesempatan mencoba langsung kursi roda tersebut.
"Menurut saya sangat nyaman, hanya perlu ada perbaikan, misalnya setirnya bisa lebih mudah untuk yang difabel. Akinya tidak perlu yang mahal, cukup yang ada di pasar sehingga mudah diganti, jika dikirim ke daerah bisa dimanfaatkan dengan baik," katanya.
Selain itu, dikatakannya, untuk pengendalian kecepatan juga harus diatur. Dengan kesiapan produk tersebut, dikatakannya, pihak perguruan tinggi bisa langsung menjalin kerja sama dengan produsen sehingga bisa diproduksi secara massal.
"Untuk izin produksi dan izin edar mudah, saya bisa langsung merekomendasikan," katanya.
Disebutkan pula bahwa alat yang masih harus melalui uji klinis, di antaranya mesin ventilator dan plasma pheresis. Bahkan, ia juga mengapresiasi adanya alat plasma pheresis tersebut karena sejauh ini belum ada yang lain di Indonesia.
Baca juga: Dua kampung wisata Semarang peroleh bantuan alat protokol kesehatan
"Metode kerjanya beda dengan plasma konvalesen. Saya kira bagus dan di Indonesia belum ada, tetapi perlu ada uji klinis lebih lanjut sehingga memenuhi standar yang dibutuhkan oleh Kemenkes dan disupervisi dengan baik oleh BPOM, karena BPOM yang bertanggung jawab untuk menyetujui izin produk dan izin edarnya," katanya.
Selanjutnya, ada pula produk herbal bernama Kur-co Smart dan Kurkuma Pro yang juga diciptakan oleh perguruan tinggi tersebut.
"Untuk kurkuma sudah beredar, tinggal bagaimana memasarkan saja. Berkaitan dengan hak paten harus betul-betul dijaga, jangan sampai hak paten yang merupakan kerja keras teman-teman dosen di UNS hilang begitu saja, bahkan pemiliknya sampai tidak tahu siapa yang menemukan," katanya.
Sementara itu, menurut dia upaya mendorong perguruan tinggi untuk terus melakukan riset, pengembangan, dan inovasi sangat penting karena alat kesehatan dan kebutuhan kesehatan yang beredar di Indonesia masih 90 persen impor.
"Ini tidak kita harapkan. Tentu semua ingin produk dalam negeri yang terstandar bisa menguasai pasar dalam negeri sendiri," katanya.
Baca juga: Anggota DPR RI: Laporkan ke KPK jika ada mafia alat kesehatan
"Saya sudah melihat baik yang sudah digunakan secara resmi di beberapa rumah sakit kita, maupun yang masih dalam taraf uji coba. Jadi, ada beberapa alat yang tidak perlu ada pengkajian terlalu serius, artinya sudah bisa langsung diproduksi dan dipasarkan," katanya saat melakukan kunjungan kerja di RS UNS di Kabupaten Sukoharjo, Jumat.
Ia menyebutkan beberapa alat kesehatan yang tidak perlu pengkajian terlalu dalam di antaranya akomodasi untuk robotik dan kursi roda elektronik. Bahkan, pada kesempatan itu ia juga berkesempatan mencoba langsung kursi roda tersebut.
"Menurut saya sangat nyaman, hanya perlu ada perbaikan, misalnya setirnya bisa lebih mudah untuk yang difabel. Akinya tidak perlu yang mahal, cukup yang ada di pasar sehingga mudah diganti, jika dikirim ke daerah bisa dimanfaatkan dengan baik," katanya.
Selain itu, dikatakannya, untuk pengendalian kecepatan juga harus diatur. Dengan kesiapan produk tersebut, dikatakannya, pihak perguruan tinggi bisa langsung menjalin kerja sama dengan produsen sehingga bisa diproduksi secara massal.
"Untuk izin produksi dan izin edar mudah, saya bisa langsung merekomendasikan," katanya.
Disebutkan pula bahwa alat yang masih harus melalui uji klinis, di antaranya mesin ventilator dan plasma pheresis. Bahkan, ia juga mengapresiasi adanya alat plasma pheresis tersebut karena sejauh ini belum ada yang lain di Indonesia.
Baca juga: Dua kampung wisata Semarang peroleh bantuan alat protokol kesehatan
"Metode kerjanya beda dengan plasma konvalesen. Saya kira bagus dan di Indonesia belum ada, tetapi perlu ada uji klinis lebih lanjut sehingga memenuhi standar yang dibutuhkan oleh Kemenkes dan disupervisi dengan baik oleh BPOM, karena BPOM yang bertanggung jawab untuk menyetujui izin produk dan izin edarnya," katanya.
Selanjutnya, ada pula produk herbal bernama Kur-co Smart dan Kurkuma Pro yang juga diciptakan oleh perguruan tinggi tersebut.
"Untuk kurkuma sudah beredar, tinggal bagaimana memasarkan saja. Berkaitan dengan hak paten harus betul-betul dijaga, jangan sampai hak paten yang merupakan kerja keras teman-teman dosen di UNS hilang begitu saja, bahkan pemiliknya sampai tidak tahu siapa yang menemukan," katanya.
Sementara itu, menurut dia upaya mendorong perguruan tinggi untuk terus melakukan riset, pengembangan, dan inovasi sangat penting karena alat kesehatan dan kebutuhan kesehatan yang beredar di Indonesia masih 90 persen impor.
"Ini tidak kita harapkan. Tentu semua ingin produk dalam negeri yang terstandar bisa menguasai pasar dalam negeri sendiri," katanya.
Baca juga: Anggota DPR RI: Laporkan ke KPK jika ada mafia alat kesehatan
Pewarta : Aris Wasita
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024