Perlu observasi sebelum berkebun pada musim hujan
Jumat, 5 Maret 2021 12:33 WIB
Salah satu kebun yang ditampilkan dalam webinar Urban Farming Series IV yang diselenggarakan start up CitiGrower (inisiatif urban farming berbasis digital), Sabtu (27-2-2021). ANTARA/HO-Rumah Kayu Permaculture
Semarang (ANTARA) - Bagi yang belum pernah berkebun di pekarangan rumah, perlu membuat perencanaan terkait dengan jenis tanaman apa saja yang cocok pada musim hujan seperti sekarang ini.
Selain zona iklim rumah dan ruang tanam, perlu pula merencanakan jenis tanaman untuk konsumsi keluarga atau tanaman multifungsi (bisa untuk konsumsi sekaligus memperindah rumah). Hal ini tidak lepas dari tujuan berkebun.
Dalam berkebun, kata konsultan pertanian dan ternak organik Luky L. Santoso, S.T. dalam webinar Urban Farming Series IV, hal pertama adalah menentukan tujuan terlebih dahulu.
Baca juga: Perlu berkebun tanaman berkhasiat untuk imunitas tubuh
Berkebun untuk membuat sebuah kebun yang ketahanan pangan, misalnya, pekebun harus memahami kebutuhannya seperti apa. Selanjutnya, kata fasilitator dan asesor pertanian organik di Lembaga Sertifikasi Profesi Pertanian Organik (LSPPO) ini, mengenali karakter tanaman.
Luky yang juga pendiri Luckys Farm Organic lantas menyebutkan tiga kelompok tanaman, yakni perenial, biennial, dan annual.
Dalam diskusi yang diselenggarakan CitiGrower secara daring, Sabtu (27/8), dijelaskan pula bahwa tanaman perenial adalah tanaman yang sekali tanam tetapi bisa panen bertahun-tahun, seperti pohon kelor, pohon buah, turi, dan katuk.
Adapun yang dimaksud tanaman biennial, yakni tanaman yang lama hidupnya, seperti cabai, bawang kucai, telang, rosemari (tumbuhan penghasil rempah-rempah dan bumbu masa), kenikir, terong, dan labu siam.
Tanaman annual, kata pendiri Rumah Kayu Permaculture ini, adalah tanaman semusim, misalnya kangkung, bayam, pakcoy (sawi berbentuk kecil seperti sendok, batang melebar, daun berwarna hijau pekat), dan selada keriting.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya selain tujuan berkebun, menurut peneliti urban farming dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Dian Armanda, adalah jadwal tanam yang disesuaikan dengan musim.
Karena di Indonesia terdapat musim hujan (Oktober sampai dengan April) dan musim kemarau (April—Oktober) serta peralihan musim (pancaroba), pendiri start up CitiGrower (inisiatif urban farming berbasis digital) ini menyarankan kepada pemula untuk memilih tanaman sesuai dengan musim.
Pada musim hujan seperti sekarang ini, menurut dia, waktunya menanam microgreens (sayuran hijau muda yang kaya antioksidan, vitamin, dan mineral), selain kangkung, bayam, selada, sawi-sawian, seledri, daun bawang, dan sayur-sayuran hijau.
Ditekan pula oleh Dian Armanda perlu rotasi tanam sesuai dengan iklim, apalagi di Tanah Air mengalami masa pancaroba. Pada peralihan antara musim kemarau dan musim hujan ini, tanaman yang cocok adalah cabai, tomat, terong, dan semangka dengan memperhatikan usia tanam masing-masing tanaman.
Tinggal beberapa bulan lagi musim kemarau tiba. Nah, tanaman yang sesuai dengan musim kering ini, antara lain tomat, timun, terong, umbi-umbian, serta jenis kacang-kacangan, seperti buncis dan kacang panjang. Diingatkan pula bahwa umbi-umbian mudah busuk pada musim hujan.
Situasi pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), kata Dian Armanda, memacu produksi lokal sayuran dan buah di seluruh dunia.
Sayur dan buah meski tergolong perishable (tidak tahan lama), bernilai jual tinggi ketimbang bahan pangan pokok, seperti beras dan jagung.
Selain golongan ini mudah dibudidayakan di kebun rumah-rumah penduduk, juga dibutuhkan untuk pemenuhan nutrisi manusia agar tetap sehat karena ada makro dan mikronutrien yang terkandung dalam sayuran dan buah.
"Hal ni penting untuk mendukung imunitas tubuh dalam menghadapi ancaman infeksi virus corona," kata kandidat doktor dari Institute of Environmental Science, Leiden University, Belanda ini ketika dihubungi ANTARA, Kamis (4/3) malam.
Beragam Jenis
Sesuai dengan asal dan sifatnya, kata Dian Armanda, tanaman dapat dibagi menjadi beragam jenis, yakni ada jenis lokal dan tidak sedikit juga yang introduksi.
Lokal berarti telah ada atau asli berasal dari Indonesia atau daerah khusus di Tanah Air yang dimiliki dan dibudi daya secara turun-temurun di tempat tersebut.
Sebagian keragaman tanaman asli itu mungkin telah hilang karena jenis yang sekarang lebih banyak dibudi daya adalah hasil pemuliaan tanaman, yaitu upaya untuk memperbaiki atau memberi sifat yang lebih baik pada tanaman asli.
Pemuliaan tanaman memungkinkan tanaman menjadi tahan hama, tahan kekeringan, meningkat nutrisinya, lebih lezat, berkhasiat obat, dan lain-lain. Adapun metode pemuliaan ada banyak sekali, antara lain penyerbukan, vegetatif, mutasi, poliploidisasi, in vitro, dan transgenik.
Padi dahulu kala, misalnya, tidak mengenal wereng. Namun, seiring dengan manusia menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis, lama-kelamaan padi menjadi lemah dan mudah terserang wereng, lalu manusia merekayasa padi agar menjadi tahan terhadap wereng.
Akan tetapi, menurut peneliti biologi lingkungan dari UIN Walisongo Semarang, tetap beda dengan padi asli zaman dahulu.
Dijelaskan pula bahwa jenis introduksi adalah jenis yang diperkenalkan masuk ke Tanah Air. Kopi, kakao, dan teh tergolong tanaman introduksi yang pertama atau bukan asli Indonesia.
Dian pun lantas mengingatkan jenis introduksi bakal mendominasi, apalagi banyak macam, seperti daikon/lobak, bit (sayuran yang umbinya berwarna merah keunguan, daunnya bisa dibuat sayur, umbinya biasa digunakan sebagai bahan minuman kesehatan), zucchini (timun Jepang), edamame (sejenis kacang-kacangan dari Jepang), dan horenso (bayam Jepang).
Jika tidak mau dikuasai oleh jenis introduksi, tiap rumah tangga mulai menggalakkan berkebun mumpung musim hujan.
Baca juga: Menanam pangan di rumah berarti menanam obat
Baca juga: Ayo berkebun dengan mudah dan sembuhkan Bumi!
Selain zona iklim rumah dan ruang tanam, perlu pula merencanakan jenis tanaman untuk konsumsi keluarga atau tanaman multifungsi (bisa untuk konsumsi sekaligus memperindah rumah). Hal ini tidak lepas dari tujuan berkebun.
Dalam berkebun, kata konsultan pertanian dan ternak organik Luky L. Santoso, S.T. dalam webinar Urban Farming Series IV, hal pertama adalah menentukan tujuan terlebih dahulu.
Baca juga: Perlu berkebun tanaman berkhasiat untuk imunitas tubuh
Berkebun untuk membuat sebuah kebun yang ketahanan pangan, misalnya, pekebun harus memahami kebutuhannya seperti apa. Selanjutnya, kata fasilitator dan asesor pertanian organik di Lembaga Sertifikasi Profesi Pertanian Organik (LSPPO) ini, mengenali karakter tanaman.
Luky yang juga pendiri Luckys Farm Organic lantas menyebutkan tiga kelompok tanaman, yakni perenial, biennial, dan annual.
Dalam diskusi yang diselenggarakan CitiGrower secara daring, Sabtu (27/8), dijelaskan pula bahwa tanaman perenial adalah tanaman yang sekali tanam tetapi bisa panen bertahun-tahun, seperti pohon kelor, pohon buah, turi, dan katuk.
Adapun yang dimaksud tanaman biennial, yakni tanaman yang lama hidupnya, seperti cabai, bawang kucai, telang, rosemari (tumbuhan penghasil rempah-rempah dan bumbu masa), kenikir, terong, dan labu siam.
Tanaman annual, kata pendiri Rumah Kayu Permaculture ini, adalah tanaman semusim, misalnya kangkung, bayam, pakcoy (sawi berbentuk kecil seperti sendok, batang melebar, daun berwarna hijau pekat), dan selada keriting.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya selain tujuan berkebun, menurut peneliti urban farming dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Dian Armanda, adalah jadwal tanam yang disesuaikan dengan musim.
Karena di Indonesia terdapat musim hujan (Oktober sampai dengan April) dan musim kemarau (April—Oktober) serta peralihan musim (pancaroba), pendiri start up CitiGrower (inisiatif urban farming berbasis digital) ini menyarankan kepada pemula untuk memilih tanaman sesuai dengan musim.
Pada musim hujan seperti sekarang ini, menurut dia, waktunya menanam microgreens (sayuran hijau muda yang kaya antioksidan, vitamin, dan mineral), selain kangkung, bayam, selada, sawi-sawian, seledri, daun bawang, dan sayur-sayuran hijau.
Ditekan pula oleh Dian Armanda perlu rotasi tanam sesuai dengan iklim, apalagi di Tanah Air mengalami masa pancaroba. Pada peralihan antara musim kemarau dan musim hujan ini, tanaman yang cocok adalah cabai, tomat, terong, dan semangka dengan memperhatikan usia tanam masing-masing tanaman.
Tinggal beberapa bulan lagi musim kemarau tiba. Nah, tanaman yang sesuai dengan musim kering ini, antara lain tomat, timun, terong, umbi-umbian, serta jenis kacang-kacangan, seperti buncis dan kacang panjang. Diingatkan pula bahwa umbi-umbian mudah busuk pada musim hujan.
Situasi pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), kata Dian Armanda, memacu produksi lokal sayuran dan buah di seluruh dunia.
Sayur dan buah meski tergolong perishable (tidak tahan lama), bernilai jual tinggi ketimbang bahan pangan pokok, seperti beras dan jagung.
Selain golongan ini mudah dibudidayakan di kebun rumah-rumah penduduk, juga dibutuhkan untuk pemenuhan nutrisi manusia agar tetap sehat karena ada makro dan mikronutrien yang terkandung dalam sayuran dan buah.
"Hal ni penting untuk mendukung imunitas tubuh dalam menghadapi ancaman infeksi virus corona," kata kandidat doktor dari Institute of Environmental Science, Leiden University, Belanda ini ketika dihubungi ANTARA, Kamis (4/3) malam.
Beragam Jenis
Sesuai dengan asal dan sifatnya, kata Dian Armanda, tanaman dapat dibagi menjadi beragam jenis, yakni ada jenis lokal dan tidak sedikit juga yang introduksi.
Lokal berarti telah ada atau asli berasal dari Indonesia atau daerah khusus di Tanah Air yang dimiliki dan dibudi daya secara turun-temurun di tempat tersebut.
Sebagian keragaman tanaman asli itu mungkin telah hilang karena jenis yang sekarang lebih banyak dibudi daya adalah hasil pemuliaan tanaman, yaitu upaya untuk memperbaiki atau memberi sifat yang lebih baik pada tanaman asli.
Pemuliaan tanaman memungkinkan tanaman menjadi tahan hama, tahan kekeringan, meningkat nutrisinya, lebih lezat, berkhasiat obat, dan lain-lain. Adapun metode pemuliaan ada banyak sekali, antara lain penyerbukan, vegetatif, mutasi, poliploidisasi, in vitro, dan transgenik.
Padi dahulu kala, misalnya, tidak mengenal wereng. Namun, seiring dengan manusia menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis, lama-kelamaan padi menjadi lemah dan mudah terserang wereng, lalu manusia merekayasa padi agar menjadi tahan terhadap wereng.
Akan tetapi, menurut peneliti biologi lingkungan dari UIN Walisongo Semarang, tetap beda dengan padi asli zaman dahulu.
Dijelaskan pula bahwa jenis introduksi adalah jenis yang diperkenalkan masuk ke Tanah Air. Kopi, kakao, dan teh tergolong tanaman introduksi yang pertama atau bukan asli Indonesia.
Dian pun lantas mengingatkan jenis introduksi bakal mendominasi, apalagi banyak macam, seperti daikon/lobak, bit (sayuran yang umbinya berwarna merah keunguan, daunnya bisa dibuat sayur, umbinya biasa digunakan sebagai bahan minuman kesehatan), zucchini (timun Jepang), edamame (sejenis kacang-kacangan dari Jepang), dan horenso (bayam Jepang).
Jika tidak mau dikuasai oleh jenis introduksi, tiap rumah tangga mulai menggalakkan berkebun mumpung musim hujan.
Baca juga: Menanam pangan di rumah berarti menanam obat
Baca juga: Ayo berkebun dengan mudah dan sembuhkan Bumi!
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Para pelajar pamerkan aneka kreasi makanan hasil "urban farming" di Jambore Petani Cilik
12 August 2024 21:32 WIB
Mahasiswa KKN Unpad Semarang ajak masyarakat maksimalkan lahan kosong dengan urban farming
28 July 2024 17:20 WIB
Terpopuler - Spektrum
Lihat Juga
Kisah Warung Makan Selera Jenderal di Demak, berawal dari celetukan pelanggan
31 October 2024 10:27 WIB