Jakarta (ANTARA) - Vaksin COVID-19 karya peneliti Universitas Airlangga (Unair) telah merampungkan fase uji praklinik pertama dengan hasil yang menjanjikan, kata Ketua Peneliti Vaksin Merah Putih, Prof Fedik Abdul R.

"Hasil uji praklinik pertama hasilnya baik dari segi imunogenetik, trombosis vena serebral (CVT) juga baik, termasuk juga toksisitas di dalamnya dan menghasilkan sesuatu yang menjanjikan," kata Fedik Abdul R saat hadir dalam agenda konferensi pers penyerahan sertifikasi pemenuhan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) kepada PT Biotis Pharmaceutical Indonesia yang dipantau secara virtual dari Jakarta, Rabu siang.

Fendik mengatakan hasil yang didapat dari uji praklinik tahap pertama pada hewan transgenik itu menjadi dasar bagi pengembangan fase kedua menggunakan hewan uji makaka yang saat ini sedang berjalan.



"Beberapa respons imun yang kita dapatkan mulai dari fisik sampai fisiologi makaka tersebut ada respons imun seluler, kemudian antibodi ini menunjukkan tren yang lebih baik. Berarti dosis yang kita berikan itu berfungsi dan mudah-mudahan bisa menginduksi antibodi yang lebih baik," katanya.

Secara umum, kata Fendik, hasil uji klinik pada fase pertama menunjukkan kemampuan menginduksi antibodi yang tinggi.

Terkait kendala pada fasilitas 'bio safety level 3' yang sempat dialami Unair pada uji praklinik fase pertama, kata Fendik, saat ini telah diatasi setelah ada pendampingan sarana prasarana laboratorium dari Kementerian Kesehatan.

Fendik mengemukakan Vaksin Merah Putih Unair dikembangkan melalui platform inactivated virus atau virus yang dimatikan. Platform tersebut merupakan satu dari lima yang terpilih untuk dikembangkan sebagai vaksin COVID-19 di Tanah Air.

"Kita ada model peptide, vaksin tetes oral, koktail antibodi dan adenovirus, yang terpilih adalah inactivated virus," katanya.



Fedik menambahkan plaform inactivated virus tersebut saat ini sedang menjalani fase kedua uji praklinik bekerjasama dengan perusahaan farmasi swasta PT Biotis Pharmaceutical Indonesia yang berdomisili di Bogor, Jawa Barat.

"Saya melihat komitmen dari PT Biotis Pharmaceutical Indonesia sangat tinggi karena biaya dari produk inactivated virus itu jauh lebih besar membutuhkan sarana prasarana yang terstandar nasional dan internasional," katanya.

Universitas Airlangga juga berkomitmen untuk ikut memantau setiap kejadian di lapangan dari hasil pengembangan hingga tahap produksi vaksin.

"Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga memberikan dukungan luar biasa pada panduan pengembangan vaksin sehingga kami lebih percaya diri, tahu kurangnya di mana dan harus bagaimana," katanya.



Sementara itu, sebanyak lima kandidat Vaksin Merah Putih di Indonesia selain yang dikembangkan Universitas Airlangga di antaranya karya peneliti Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman berplatform subunit protein rekombinan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berlatform rekombinan, Institut Teknologi Bandung (ITB) beplatform subunit protein rekombinan dan adenovirus vector.

Peneliti lainnya yang juga mengembangkan Vaksin Merah Putih berasal dari Universitas Indonesia (UI) berplatform DNA, mRNA, dan virus like particles serta peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan vaksin berlatform subunit protein rekombinan.