Magelang (ANTARA) - Perhatikan delapan detik bagian akhir pernyataan Joko Widodo dari Istana Merdeka, Senin (30/8). Melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jokowi menyampaikan pidato tentang perkembangan terkini Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) guna penanganan pandemi COVID-19.

Presiden mengajak masyarakat tak khawatir apalagi takut divaksin dan tidak abai protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari di tengah pandemi.

"Kuncinya sederhana, ayo segera ikut vaksin, ayo disiplin terapkan protokol kesehatan," ucapnya. Selama delapan detik bagian tayangan langsung pernyataan Presiden selama 5:25 menit itu, tepatnya pada menit 4:20-4:28.

Baca juga: Telaah - Keteladanan hidup altruisme Riyadi, tokoh Komunitas Lima Gunung

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin selanjutnya melakukan konferensi pers untuk menjelaskan lebih detail tentang perkembangan terkini PPKM dan tindak lanjutnya untuk periode tujuh hari ke depan, 31 Agustus hingga 6 September 2021.

Vaksin penangkal COVID-19 sudah ada dengan macam-macam mereknya. Vaksinasi pun sedang dikerjakan dan terus dipercepat untuk mencapai target, terwujud kekebalan komunal dari penularan virus.

Pemerintah dengan jajarannya hingga tingkat daerah dan berbagai lapisan kekuatan bangsa menyelenggarakan vaksinasi untuk menjangkau semua kalangan masyarakat yang menjadi target vaksinasi di seluruh negeri.

Protokol kesehatan terus digaungkan, disosialisasikan, dan diajarkan melalui tutorial, simulasi, maupun praktik keteladanan. Penerapan protokol kesehatan di masyarakat, dilakukan dengan pengawasan aparat. Pelanggarnya ditindak sesuai ketentuan, termasuk sanksi dalam sentuhan humanis. Sarana dan prasarana untuk penerapan prokes disediakan di mana-mana agar gampang dijangkau orang.

Peningkatan kasus penularan virus pada Januari 2021 sebagai dampak libur Natal dan Tahun Baru lalu serta pada Juni-Juli 2021, dampak libur Lebaran tahun ini menjadi catatan pengalaman berharga dan pelajaran bersama yang penting, agar ke depan tak terjadi lagi dan membuat repot bersama.

Diyakini, semua orang tak ingin tersentuh virus mematikan yang sudah bermutasi makin menyeramkan itu. Apalagi korban COVID-19, baik sekadar "suspect", positif tertular sehingga harus isolasi dan dirawat, maupun mereka yang berpulang karena tak tertolong, sudah banyak.

PPKM berpanjang-panjang waktu terus dilakukan pemerintah dengan model pelevelan daerah baik di Pulau Jawa-Bali maupun luar Jawa-Bali karena keandalan menekan laju penularan COVID-19 sekaligus menjaga keseimbangan dengan sektor kehidupan lain di masyarakat, khususnya perekonomian.

Meskipun akhir-akhir ini situasi membaik dengan penularan dan kasus COVID-19 mengalami penurunan karena PPKM, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut bukan berarti keadaan sudah "baik-baik saja".

Tidak diketahui sampai kapan PPKM akan terus dikerjakan pemerintah, sebagaimana pandemi juga belum tahu kapan rampung. Dalam kolom percakapan kanal Youtube, baik ketika Presiden berpidato maupun sejumlah menteri menyampaikan konferensi pers PPKM, masih dijumpai ujaran bernada nyinyir dan terkesan protes, meskipun ada juga respons positif dan dukungan terhadap kebijakan itu. Maklumi saja! Namanya juga publik, sedangkan aturan PPKM juga untuk kepentingan bareng menghadapi pandemi.

Ajakan Presiden untuk masyarakat menjalani vaksinasi dan disiplin protokol kesehatan itu lugas, menjadi cara hidup bersama masyarakat di tengah pandemi. Ajakan yang terkesan sederhana, tetapi memang tidak simpel pelaksanaannya, terlebih menyangkut banyak orang.

Pihak yang harus belajar hidup di tengah pandemi bukan hanya masyarakat, tetapi juga pengambil kebijakan, pemangku kepentingan, dan pemilik otoritas. Kesadaran bahwa pandemi tidak bisa dirampungkan oleh satu pihak atau sendiri-sendiri, tetapi bersama-sama, menjadi pijakan penting yang harus dipahami bersama.

Baca juga: Rahasia percintaan komunitas diungkap lewat Festival Lima Gunung


Budayawan Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sutanto Mendut, menyebut "manjing ing kahanan" yang dalam konteks saat ini boleh dipahami bahwa setiap orang harus sadar diri menjadi bagian situasi pandemi, kiranya salah satu nilai kultural penting yang bisa menjadi pijakan setiap orang menjalani hidup di tengah pandemi.

Dalam paradigma "manjing ing kahanan", nampaknya setiap orang dibawa kepada kesadaran untuk rendah hati, masyarakat tak gegabah merespons keadaan pandemi, dan pemilik otoritas cermat serta tangkas mengambil kebijakan pengaturan penanganan. Semua pihak tak boleh sewenang-wenang dan saling tuding karena mengatasi pandemi butuh kerja bersama dan kesepahaman.

Setelah sekitar 1,5 tahun pandemi, nyaris tak ada orang yang tidak terdampak kehidupanya, terlebih perekonomina. Misalnya, tentang kalangan pegawai pemerintah yang identik beroleh gaji rutin setiap bulan. Tak banyak terungkap bahwa sebelum pandemi, mereka sudah masuk alur perekonomian kredit perbankan, untuk mengembangkan kehidupan konsumtif maupun produktif, melalui agunan surat pengangkatan kepegawaiannya. Akibatnya, penghidupan mereka di tengah pandemi pun juga menurun atau terdampak.

Belum lagi, mereka yang bekerja di sektor riil dan pekerja kantor swasta. Kesempatan berjualan dan meningkatkan produksi menjadi tidak leluasa karena pembatasan dan pasar lesu. Bahkan, mereka harus mengalami pemutusan hubungan kerja. Sejumlah petani mengikuti performa seni dalam Festival Lima Gunung XX/2021 di tengah pandemi COVID-19, bertema "Peradaban Desa", di persawahan Dusun Sudimoro, Desa Baleagung, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (29/8/2021). (ANTARA/Hari Atmoko)

Tidak semua kalangan pekerja seni, terlebih kesenian rakyat di desa-desa, dengan cepat, mampu, dan familier bertranformasi ke areal digital untuk menjaga eksistensi dan merawat jiwa kesenian. Bagi kesenian rakyat, massa salah satu kekuatan penting bagi pertunjukan para pemainnya.

Begitu pula multi efek suatu pertunjukan kesenian tradisional atau festival rakyat dengan tontonan massal, antara lain sebagai kesempatan pedagang kaki lima berjualan, ruang promosi produk, serta sasaran layanan pendanaan, yang menjadi terhambat, kehilangan aura, dan bahkan macet.

Pada Senin (30/8), kalangan pelaku jasa persewaan perangkat tata suara (sound system) di Magelang melakukan konvoi menggunakan puluhan truk dan mobil bak terbuka melewati jalan-jalan utama di daerah itu.

Masing-masing kendaraan berisi perangkat tata suara pemiliknya. Mereka bersama-sama membuka penawaran penjualan perangkat itu dengan berkonvoi, karena sepi order dampak pandemi dan pembatasan kegiatan masyarakat.

Mereka membuka jasa usaha itu, seperti untuk hajatan perkawinan, pentas musik, dan kesenian tradisional, tidak lepas dari modal kredit perbankan. Dengan nyaris tak ada orang menggelar hajatan, mereka akhirnya tertimpa badai kesusahan beroleh pendapatan dan tak mampu membayar angsuran. Mereka dituntut beroleh jalan "manjing ing kahanan" agar tetap bisa meneruskan kehidupan sehari-hari di tengah pandemi, salah satunya menjual perangkat itu.

Lain halnya kesadaran segera mempraktikkan "manjing ing kahanan" dijalani Sujono, seorang seniman Komunitas Lima Gunung. Olah kesenian sebagai kreator instalasi panggung, pembuat wayang kontemporer, pelukis, penari, dan penabuh musik kesenian rakyat terhenti karena pandemi. Ia beralih menekuni pekerjaan lama sejak muda, mengolah lahan pertanian.

Sebagian penghasilan selama moncer berkesenian, untuk membeli sawah-sawah di sekitar dusunnya, sehingga aset pertaniannya bertambah luas. Sawahnya itu menjadi kekuatan penting melanjutkan hidup di tengah pandemi.

Pekerjaan bertani tentu saja tak bisa seorang diri. Tetangga yang juga anggota kelompok kesenian dalam Sanggar Saujana Keron yang dipimpinnya pun direkrut ikut menggarap sawahnya. Di tengah pandemi, Jono masih bisa berbagi "panenan", meski tak semelimpah ketika belum pagebluk.

Praktik "manjing ing kahanan" juga secara autentik diterapkan Komunitas Lima Gunung untuk agenda tahunan, Festival Lima Gunung. Tahun ini penyelenggaraan festival ke-20 dengan pembukaan pada 21 Mei 2021 di sumber air Tlompak, Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kabupaten Magelang. Tema besar Festival Lima Gunung XX/2021, "Peradaban Desa".

Lanjutan festival tidak buru-buru dikerjakan karena harus "manjing ing kahanan" dengan perkembangan pandemi. Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, tanpa penonton dan pelantang, serta penggarapan secara sederhana namun bermakna bagi komunitas itu, putaran kedua festival baru bisa dikerjakan pada 29 Agustus 2021 di areal persawahan Dusun Sudimoro, Desa Baleagung, Kecamatan Grabag, Kabupaen Magelang.

Mereka masih akan melanjutkan putaran berikut festivalnya itu secara "manjing ing kahanan" sepanjang tahun ini.

"Tidak tahu tahun ini mau membuat berapa putaran kegiatan festival, karena harus menyesuaikan juga dengan ketidakpastian pandemi. Kalau tahun lalu 10 putaran dan pindah-pindah tempat, sekaligus praktik langsung membiasakan prokes orang desa," kata Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto.

Untuk "manjing ing kahanan" setiap orang maupun masyarakat memang dituntut membuka diri belajar. Bukankah belajar itu harus dijalani sepanjang hayat?

Oleh karena pandemi COVID-19 belum bisa diketahui kapan berakhir, keadaan itu menuntut setiap orang belajar agar bisa melanjutkan kehidupan, setidaknya terbebas penularan virus namun juga tetap beroleh ruang dan waktu memutar penghidupan sehari-hari.

Kesediaan ikut vaksinasi agar imun dari virus dan disiplin protokol kesehatan agar bisa meraup hasil ekonomi, hendaknya menjadi bagian dari hukum wajib setiap orang "manjing ing kahanan" di tengah pagebluk.

Baca juga: Festival Lima Gunung 2021 untuk keselamatan dari pandemi
Baca juga: Peluncuran Hari Peradaban Desa tandai pembukaan Festival Lima Gunung