Semarang (ANTARA) -
Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional Teuku Taufiqulhadi mengatakan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak mengalami kemunduran di bawah kepemimpinan Sofyan Djalil.

"Saya nyatakan, pernyataan yang menyebut Kementerian ATR/BPN alami kemunduran hebat di bawah Sofyan Djalil itu tidak benar, tidak faktual, tidak berdasarkan fakta dan orang yang menyatakan itu tidak mengerti perkembangan ATR/BPN sama sekali," katanya di Semarang, Kamis.

Menurut dia, saat ini justru ada kemajuan pada Kementerian ATR/BPN yakni yang paling utama dan penting adalah pemberantasan mafia tanah dengan pembentukan Satga Antimafia Tanah.

Menteri Sofyan Djalil, lanjut dia, membentuk Satgas Antimafia Tanah untuk pertama kali dalam sejarah Kementerian ATR/BPN dan bersumpah negara tidak boleh kalah dengan para mafia tanah.

"Kini publik jadi tahu semau bahwa mafia itu sangat banyak karena langkah Menteri Sofyan Djalil ini. Para mafia menjadi kalang-kabut, mereka mengerahkan segala segala kekuatan untuk menyerang balik Pak Menteri, bahkan ada meminta mundur. Tangan-tangan yang pro-mafia pun kini bergerak dengan kekuatan penuh, dan mempersoalkan hal-hal yang tidak relevan dengan wewenang ATR/BPN, atau menggugat sesuatu yang telah baik di ATR/BPN," ujarnya.

Selain mafia tanah, ia menjelaskan jika masalah hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) ini adalah wewenang gubernur untuk memberikan kepada suatu korporasi.

Wewenang BPN hanya pada persoalan mengadministrasikan saja yaitu memberikan hak berupa HGU atau HGB sehingga seharusnya ketika direkomendasikan, harus sudah dipahami keadaannya.

"Jika sudah diduduki masyarakat, maka sebaiknya diselesaikan dulu dengan masyarakat. Korporasi dan pemda harus sudah membereskan keadaan tersebut terlebih dahulu," katanya.

Selain itu, konflik agraria juga bisa terjadi di tanah negara misalnya tanah yang dikuasai PTPN yang berkonflik dengan masyarakat. Konflik agraria di lahan PTPN tidak bisa diselesaikan oleh BPN karena itu domain-nya Kementerian BUMN.

"Akan tetapi Menteri BUMN pun tidak dengan gampang melepaskan aset negara agar konflik agraria selesai karena aset itu telah tercatat di perbendaharaan negara. Jadi Menteri Keuangan pun harus terlibat untuk menyetujuinya," ujarnya.
 
Terkait dengan pernyataan ada surveyor kadaster luar yang bekerja untuk pengukuran tanah tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, Teuku Taufiqulhadi menegaskan hal itu merupakan pendapat yang sama sekali salah.

Untuk pengkuran tanah, BPN bisa menggunakan tenaga dari luar yaitu juru ukur yang mendapat lisensi dari lembaga resmi negara setelah sebelumnya mengikuti ujian dan dinilai layak mendapat lisensi.

"Mereka hadir karena dijamin oleh Peraturan Menteri ATR/BPN tahun 2016. Ada Undang-undangnya, dan karenanya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga menyanggah pernyataan adanya praktik KKN pada perekrutan untuk posisi-posisi tertentu di Kementerian ATR/BPN.

"Justru sekaranglah pengangkatan pejabat dan mutasi pejabat di ATR/BPN sepenuhnya berdasarkan prinsip-prinsip meritokrasi dan transparansi, dimana setiap pegawai yang berminat untuk dipromosi, boleh mengajukan diri," ujarnya.

Setelah itu, kementerian membentuk tim pemandu bakat yang di dalam ada menteri, sekjen dan para dirjen untuk mewawancarai pegawai yang mengajukan diri.
Jika lulus, maka yang bersangkutan akan dimasukkan dalam talent basket dengan skor tersendiri.

"Mereka yang telah dalam berada dalam basket inilah yang diambil untuk mengsisi semua posisi di seluruh Indonesia dan pusat. Jika belum masuk basket, ia tidak bisa dipromosikan," katanya.

Dengan sistem tersebut, Kementerian ATR/BPN terhindar untuk bersikap like and dislike sehingga jauh dari KKN.

"Bahkan kini, menteri saja tidak bisa sembarangan menempatkan orang kecuali orang tersebut telah ada dalam basket tadi," ujarnya.