Semarang (ANTARA) -
Teknologi dual fuel atau hybrid seperti yang digunakan armada Bus Rapid Transit TransSemarang saat ini menjadi solusi alternatif untuk mengurangi biaya transportasi saat terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Armada bus TransSemarang menggunakan bahan bakar gas (BBG) dan BBM jenis solar.

Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Trans Semarang Hendrix Setiawan mengatakan, meskipun masih tetap membutuhkan solar, namun ada efisiensi pengeluaran biaya bahan bakar karena berkurangnya penggunaan solar.

"Efisiensi tetap ada. Hal itu karena sistem hybrid, pakai gas dan solar," katanya.

Ia menjelaskan bahwa sistem hybrid untuk kendaraan bermesin diesel dan bermesin bensin tidak sama.

Untuk kendaraan mesin diesel tetap membutuhkan solar, sedangkan armada yang berbahan bakar bensin bisa 100 persen menggunakan gas dan saat BBG habis, kendaraan tersebut bisa beralih ke bensin.

Oleh karena itu, ia menyebut penggunaan BBG untuk kendaraan yang menggunakan mesin bensin sangat bisa menekan pengeluaran bahan bakar dimana saat ini harga gas per liter setara premium dipatok Rp4.500.

"Kami teknologinya masih campur, kalau mesin diesel itu gas dan solar masih campur, sedangkan kendaraan bermesin bensin bisa 100 persen menggunakan gas, ketika habis bisa menggunakan bensin," katanya.

Penggunaan BBG untuk kendaraan bermesin diesel, hanya sedikit menekan biaya pengeluaran bahan bakar karena tetap membutuhkan solar untuk pengoperasian dan penggunaan gas pada kendaraan mesin diesel lebih untuk menekan emisi.

Hendrix melanjutkan, penerapan teknologi hybrid pada TransSemarang ini 80 persen menggunakan solar dan 20 persen menggunakan gas.

Rata-rata, armada menghabiskan satu hingga dua tabung dalam sehari, sedangkan kebutuhan solar untuk armada besar rata-rata 106 liter per hari.

Armada medium sekitar 40 liter per hari, sedangkan kebutuhan solar untuk armada feeder sebanyak 40 liter per hari.

Menurut dia, seluruh armada TransSemarang di semua koridor sudah terpasang alat penggunaan BBG, hanya saja baru empat koridor yang menggunakan sistem hybrid yaitu di Koridor 1, Koridor 5, Koridor 7, dan Koridor 3.

Hal ini karena stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di Kota Semarang belum terjangkau seluruh koridor.

Saat ini, SPBG di Kota Semarang tersedia di tiga titik yaitu SPBG Penggaron, SPBG Mangkang, dan SPBG Kaligawe.

"Untuk menuju lokasi SPBG memperhitungkan titik keberangkatan dan garasinya. Kalau koridor di daerah Semarang atas harus ke Penggaron tentu jadi tambah biaya tinggi sehingga, belum menerapkan BBG," ujarnya.

Selain itu, alat yang sudah terpasang lama di setiap armada juga perlu perawatan jika hendak beralih ke BBG.

Pihaknya harus mengecek terlebih dahulu kondisi alatnya dan perawatannya pun membutuhkan teknisi khusus.

"Maintenance sendiri membutuhkan teknisi khusus. Di Semarang teknisi gas masih jarang," katanya.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menegaskan, akan segera menuntaskan program pengalihan bahan bakar TransSemarang ke gas.

Dirinya menyebut masih ada 117 armada bus TransSemarang yang belum terpasang converter kit.

"Alatnya dari 249 tinggal sisa 117 (yang belum pakai gas). Sebentar lagi APBD selesai sehingga semua BRT TransSemarang kita bisa pakai gas," katanya.

Sejak 2019, armada TransSemarang telah berupaya beralih ke BBG untuk mengurangi emisi karbon.

Hanya saja, akhir 2019, TransSemarang mengalami kekurangan suplai gas sehingga terpaksa menghentikan penggunaan gas, namun pada Agustus 2021 kembali memanfaatkan BBG.

Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Joko Santoso mengatakan, pemerintah harus membuat terobosan di tengah naiknya harga BBM misalnya dengan memaksimalkan penggunaan BBG pada TransSemarang.

"Selain untuk efisiensi bahan bakan atau operasional, penggunaan BBG kan dalam rangka ramah lingkungan," ujarnya.

Tidak hanya kendaraan TransSemarang, menurutnya, mobil-mobil dinas Pemerintah Kota Semarang perlu didorong untuk menggunakan BBG atau kendaraan lain yang ramah lingkungan, misalnya kendaraan listrik.