Boyolali (ANTARA) - Bagi warga Kabupaten Boyolali dan sekitarnya, siapa yang tidak kenal dengan Waduk Cengklik. Waduk yang berada di Desa Ngargorejo, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, ini terkenal dengan pemandangannya yang indah.

Banyak wisatawan yang tertarik untuk berperahu dengan mengelilingi waduk seluas sekitar 300 hektar itu.

Warga sekitar juga banyak yang memilih untuk berjualan makanan hingga menjadi nelayan karena memanfaatkan kedatangan ratusan wisatawan tersebut.

Yang menarik, sebagian warga juga mulai memanfaatkan keberadaan tanaman eceng gondok yang menutupi sebagian permukaan waduk. Bagi wisatawan, keberadaan tanaman ini terlihat indah, namun keberadaan eceng gondok rupanya membawa dampak pada sedimentasi atau penyusutan air waduk.

Hal itu yang membawa PT Pertamina (Persero) untuk mengajak masyarakat memaksimalkan potensi ekonomi melalui tanaman eceng gondok. Community Development Officer Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Sumarmo PT Pertamina (Persero) Siti Fatonah mengatakan eceng gondok memiliki kandungan pupuk yang baik.

Meski demikian, dampak sedimentasi tersebut juga harus segera disikapi. Oleh karena itu, Pertamina (perusahaan di bawah BUMN) berupaya mengurai permasalahan itu, salah satunya dengan memberdayakan masyarakat melalui program tanggung jawab sosial perusahaan produksi pupuk organik dari eceng gondok.

Sementara ini, yang sudah dilakukan adalah uji coba produksi pupuk organik cair dan padat. Bahkan, sebagian masyarakat sudah mengaplikasikannya di lahan mereka. Pupuk ini juga sudah diujicobakan di laboratorium, namun hingga saat ini hasilnya belum keluar. Jika hasil sudah keluar, maka pupuk akan dibawa ke dinas pertanian setempat agar memperoleh rujukan untuk modal mencari izin edar.

Baru kalau sudah mendapat izin edar, warga bisa produksi massal untuk dijual.

Mengenai program pendampingan tersebut, Pertamina sudah melakukannya sejak Juni 2022. Sejauh ini, masyarakat sangat antusias karena pendampingan dilakukan secara total, mulai dari bantuan mesin hingga fasilitasi uji coba laboratorium.

Mengenai mesin, perusahaan pelat merah itu masih melihat skala prioritas. Untuk saat ini baru satu unit mesin yang dihibahkan kepada masyarakat. Jika produksi massal sudah dilakukan, maka akan dilakukan penambahan jumlah mesin produksi.


Lebih hemat

Ketua Kelompok Masyarakat Ngudi Tirto Lestari, Turut Raharjo, yang menjadi mitra binaan Pertamina mengaku dari hasil uji coba yang dilakukan, masa tanam sayuran yang menggunakan pupuk dari eceng gondok lebih cepat tiga hari dibandingkan menggunakan pupuk kimia.

Seperti tanaman kangkung jika normalnya masa tanam 23 hari, dengan menggunakan pupuk eceng gondok mereka bisa panen dalam waktu 20 hari. Tanaman menjadi lebih tinggi dan daun lebih memes (lentur).

Dengan begitu, sayuran lebih laku dijual karena tampilannya yang lebih segar dan ukuran daun lebih besar. Selain itu, petani juga diuntungkan karena irit pupuk, tidak menggunakan pupuk kimia.

Mengenai produksi, sebagai langkah awal eceng gondok tersebut digiling untuk dilembutkan. Selanjutnya hasil gilingan dicampur dengan kotoran hewan ternak dengan perbandingan 70:30.

Jika sudah, campuran disemprot EM4 atau bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk organik dan molase. Molase ini bisa dari tetes tebu atau gula jawa yang dicairkan. Kemudian campuran tersebut difermentasi selama 21 minggu, namun untuk hasil pupuk padat yang lebih maksimal fermentasi bisa dilakukan hingga tiga bulan.

Sedangkan pada pupuk cair, langkahnya hampir sama, namun perbedaannya ada tambahan bahan tauge pada proses campurannya.

Kepala Desa Sobokerto Surahmin mengatakan awalnya sebagian masyarakat kesulitan memperoleh pupuk. Di sisi lain, eceng gondok ini menjadi gulma bagi waduk. Padahal ternyata eceng gondok bisa menjadi salah satu alternatif pupuk yang menjanjikan.

Untuk memanfaatkan potensi tersebut, awalnya Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang mengelola Waduk Cengklik yang memfasilitasi pembentukan pokmas. Seiring dengan berjalannya waktu, dukungan juga datang dari PT Pertamina (Persero).

Dengan program tersebut otomatis masyarakat tidak lagi repot membeli pupuk kimia. Meski demikian, diharapkan ada komitmen yang baik dari para pengurus pokmas agar program bisa terus berjalan, sehingga mampu mencakup pasar yang lebih luas.

"Kalau ada kendala harus segera dievaluasi agar bantuan ini tidak sirna," kata Surahman, ketika dijumpai ANTARA.


Pemeliharaan 

Fasilitator BBWS Waduk Cengklik Lilik Prihanto mengatakan pemanfaatan enceng gondok merupakan bagian dari program mitigasi sedimentasi dan pemeliharaan waduk berbasis peran serta masyarakat. Eceng gondok memang harus segera dibersihkan dari waduk karena perkembangannya yang begitu cepat.

Dengan demikian, diperlukan kolaborasi bersama masyarakat agar ada poin positif secara ekonomi dan peningkatan kualitas kelestarian lingkungan melalui pembuatan pupuk organik, baik cair maupun padat dari bahan eceng gondok.

Diharapkan langkah ini bisa berkontribusi untuk pembersihan sedimentasi yang terapung, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.

Bersama Pertamina, BBWS juga akan ikut terlibat pada pendampingan sekaligus untuk memasarkan hasil produksi pupuk dari para petani sekitar.

Tentunya, BBWS membuat pemasaran yang baik untuk masyarakat. Minimal penggunaan dari masyarakat sini dulu, baru kemudian diupayakan dipasarkan keluar. Dengan penggunaan yang banyak, maka pengurangan eceng gondok di waduk bisa lebih signifikan.

Untuk bisa mengentaskan diri, masyarakat tidak dapat sendirian melakukannya. Oleh karena itu, dibutuhkan pendampingan dari berbagai pihak, seperti yang dilakukan oleh Pertamina dan BBWS.

Harapannya, pendampingan serupa bisa dilakukan oleh perusahaan lain dengan sasaran lain pula di setiap daerah di Indonesia. Dengan demikian, keberadaan sumber daya alam sekitar akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.