Semarang (ANTARA) - Di antara banyak namanya yang populer, Lasem, kota di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, sejak lama dikenal sebagai Kota Batik yang masyhur.

Batik Lasem (laseman) memiliki sejarah panjang sejak era Laksamana Cheng Ho pertama kali mendarat di Nusantara. Batik Lasem merupakan hasil akulturasi masyarakat Jawa, Tionghoa, Eropa yang hidup di Jawa kala itu.

Oleh karena itu kekhasan batik Lasem terletak pada motifnya yang unik, mulai dari motif lok can, burung hongm naga, sekar jagad, buketen, kendoro kendiri, grinsing, kawung, lerek, dan lainnya; dan dengan warna yang berani, seperti warna merah darah ayam, biru, hijau, cokelat soga.

Batik Lasem mengalami masa kejayaan yang paripurna sekitar awal abad 19. Ditandai dengan diekspornya batik Lasem hingga ke beberapa negara Asia, seperti Singapura, Thailand, hingga Suriname. Namun, seiring perkembangan zaman dan berlalunya waktu, batik Lasem berada dalam situasi stagnan dan bersikeras bertahan. Pandemi COVID-19 pada 2020 pun semakin mempersulit upaya batik Lasem untuk keluar dari zona keterpurukan.

Kartini Bangun Negeri (Kabari) dari Rembang gagasan dari Bank Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Lasem Heritage diresmikan pada 25 Oktober 2022 sebagai komitmen dari kedua belah pihak yang fokus pada pelestarian batik Lasem. Kabari dari Rembang ini merupakan program pendampingan yang tidak hanya mendorong produktivitas para pembatik di Lasem, tetapi juga berorientasi pada penguatan ekosistem batik Lasem, proses regenerasi, dan diversifikasi produk batik Lasem yang berkonsep ekonomi sirkular dan konsep hijau ramah lingkungan. Hari ini, 21 April 2023, Kabari dari Rembang merayakan tepat 1 tahun inisiasi program yang digagas oleh Bank Indonesia dan Yayasan Lasem heritage.

"Generasi muda cenderung memilih lapangan pekerjaan di luar sektor batik. Tantangan sektor UMKM batik cukup banyak. Kabari diharapkan jadi program yang bermanfaat tak hanya bagi para peserta, tetapi juga untuk Kabupaten Rembang. Semoga program ini jadi immune booster pascapandemi untuk pelaku batik tulis Lasem dengan lima vitamin C-nya; Culture, Creative Ideas, Collaboration, Community, dan Circular Economy.

Melestarikan budaya, menumbuhkan ide kreatif, berkolaborasi, dan memberikan harapan pada komunitas untuk mencapai ekonomi sirkular. Kita punya tanggung jawab bekerja sama!” ujar Rahmat Dwi Saputra, Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Daerah Jawa Tengah.

Berdasarkan riset Yayasan Lasem Heritage, sebuah yayasan berbasis di Lasem bergerak di bidang pelestarian dan pendidikan yang sekaligus sebagai pelaksana program pendampingan Kabari, beberapa tantangan sektor batik Lasem, antara lain seputar tidak terjadinya regenerasi (jumlah pembatik yang berkurang karena generasi muda memilih pekerjaan bergaji tetap/UMK), dan tantangan meningkatkan kualitas produk kreatif agar dapat bersaing dan berdaya jual tinggi. Di sisi lain, semakin banyak permintaan pasar (sekitar 80%) atas produk-produk fesyen dan kriya batik, seperti gaun batik, aksesori batik, home décor, dan kriya.

Melihat permasalahan-permasalahan tersebut, Kabari dari Rembang berupaya menciptakan solusi melalui program-program pendampingan. Yullia Ayu, selaku Manajer Program Kabari mengatakan, “Survei dan riset dari Yayasan Lasem Heritage menjadi basis rancangan program. Program pendampingan sebagai permulaan dilaksanakan selama 4 tahun, mulai 2022.

Peserta untuk babak pertama berjumlah 15 orang, terdiri dari pemilik rumah batik, penjahit, hingga desainer fesyen lokal. Mereka akan didampingi oleh para mentor yang mumpuni di bidang masing-masing, untuk nantinya menciptakan produk kreatif unggulan dari batik Lasem.”

Materi penguatan dalam program Kabari dari Rembang terdiri dari materi tentang nilai penting Kawasan Cagar Budaya Lasem, sejarah batik Lasem, modal sosial, riset pasar, kolaborasi komunitas, design thinking, kewirausahaan sosial, riset budaya sebagai inspirasi karya, pengenalan ekonomi sirkular dan literasi keuangan, prinsip-prinsip desain umum, prinsip desain batik dan penjenamaan atau branding.

Program pendampingan di tahun pertama terkonsentrasi pada pelatihan-pelatihan secara daring dan luring. Setelah satu tahun, program-program ini berpotensi untuk berkembang dan melalui proses penajaman sehingga mampu menjadi program yang berhasil memperkuat ikon Kartini sebagai simbol emansipasi perempuan dan pelestarian batik di Kabupaten Rembang.

“Kami berupaya merevitalisasi batik Lasem dari ‘akar’-nya; sentuhan baru pada motif, komposisi motif, komposisi warna, sampai produk kreatif turunannya. Outcome program ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah insentif ekonomi untuk pelaku batik di Lasem. Juga, dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pariwisata budaya mengingat Lasem sekarang sedang menuju penetapan Kawasan Cagar Budaya Nasional,” tambah Yulia yang juga mengemas program wisata interpretatif Batik Tiga Negeri Lasem sejak 2019 dalam program Virtual Heritage Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

“Harapannya, saya dan teman-teman peserta akan memiliki bekal ilmu dan wawasan yang lebih maju dan berkembang tentang industri fesyen juga industri batik tulis Lasem. Ilmu tersebut pasti akan bermanfaat untuk kemajuan usaha kita, bahkan mungkin ke kancah global. Kita juga bisa menerapkan atau menularkan ilmu ini ke orang-orang sekitar. Harapannya juga agar industri batik tulis Lasem yang selama pandemi atau pascapandemi lesu, bisa bangkit kembali. Semoga program KABARI bisa lebih luas lagi jangkauannya, pesertanya bisa lebih banyak, atau bisa disusun untuk program-program berikutnya agar lebih terasa manfaatnya untuk seluruh sektor (pengrajin batik, penjahit, designer),” ujar Hawien Wilopo, pemilik rumah batik sekaligus desainer fesyen di Lasem, salah satu peserta program KABARI.

Lebih lanjut Yulia menyampaikan bahwa Program Kabari juga merupakan ruang belajar bersama komunitas pelestari dan pemangku kepentingan rantai nilai batik terutama artisan, rumah batik, pembatik, desainer, penjahit.

“Jarang forum belajar bersama yang panjang dan intensif. Bahkan produk yang akan dihasilkan baik berupa kain dan turunannya harus mengombinasikan antara seni pelestarian budaya dan kebutuhan pragmatis terutama permintaan konsumen melalui riset pasar. Kita lemah di riset pasar apalagi jika ingin menembus pasar khusus dan pasar luar negeri. Banyak tantangan, tapi bukan hal sulit apabila berkolaborasi,”tegas Yulia.

“Sebenarnya melalui program ini, kami dari Lasem ingin menyampaikan bahwa program pendampingan ini tidak saja melestarikan budaya atau bahkan menumbuhkan soliditas ekosistem batik Lasem, namun juga menjaga ekologinya karena kita menuju ekonomi sirkular,” pungkasnya.

Saat ini, Program Kabari dari Rembang tengah memasuki fase ke dua yang memberikan penguatan pada pesertanya tentang prinsip desain dan perwujudan karya sekaligus tengah mengadakan Kompetisi Desain Motif Batik Lasem yang terbuka untuk umum dan berskala nasional dengan dukungan penuh dari Bank Indonesia. Kompetisi ini juga mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Rembang, Koperasi Batik Lasem, dan Klaster Batik Lasem. Kompetisi berlangsung mulai tanggal 5 April hingga 5 Juni 2023 dengan juri sebagai berikut: Rahmat Dwisaputra (Kepala KPwBI Jawa Tengah), Ni Ketut Wardani Pradnya Dewi (Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Budaya, Kemendikbudristek), Didiet Maulana (desainer IKAT Indonesia), Lina Handianto Tjokrosaputro (Batik Keris), Adityayoga (Institut Kesenian Jakarta), Hayuning Sumbadra (Desainer Adra World), Yahya Adi Sutikno (Batik White Peony).

Ke Lasem beli batik model terkini, warnanya cerah semarak berseri-seri, kami ucapkan Selamat Hari Kartini, semoga Kabari maju jaya dan menginspirasi!

Untuk informasi lebih lanjut tentang program pendampingan KABARI dari Rembang, sila kontak kabaridarirembang@gmail.com. ***