Pemkot Surakarta bertekad menuju KLA predikat paripurna Tahun 2025
Selasa, 30 Januari 2024 11:57 WIB
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surakarta Purwanti memberikan paparan pada Pembinaan Gugus Tugas Kota Layak Anak Kota Surakarta Tahun 2024 di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (30/1/2024). ANTARA/Aris Wasita
Solo (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta bertekad menuju Kota Layak Anak (KLA) predikat paripurna pada tahun 2025 dengan meningkatkan sejumlah aspek penilaian.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surakarta Purwanti pada Pembinaan Gugus Tugas Kota Layak Anak Kota Surakarta Tahun 2024 di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa, mengatakan saat ini Solo masih mempertahankan KLA dengan predikat utama sejak tahun 2017.
"Artinya Kota Solo berhasil mempertahankan predikat utama selama enam kali berturut-turut," katanya.
Dengan predikat utama tersebut, kata dia, saat ini Solo memperoleh nilai 851. Sedangkan untuk bisa menuju ke paripurna, maka minimum angkanya harus 901.
Ia mengakui saat ini masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dievaluasi oleh Pemkot Surakarta sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam upaya memberikan pemenuhan hak anak dan perlindungan pada anak.
Menurut dia, salah satu permasalahan yang masih perlu menjadi perhatian yakni masih banyaknya dispensasi pernikahan anak. Ia mengatakan hingga saat ini ada 110 dispensasi pernikahan anak di Kota Surakarta.
Di sisi lain, kata dia, masih ada 17,1 persen anak-anak dengan status kurang gizi dan 4,2 persen anak dalam kondisi stunting. Selanjutnya jumlah konselor ASI dan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) di Kota Solo masih sangat kurang.
"Sampai saat ini baru ada satu dan secara sertifikasi sudah sepuluh tahun," katanya.
Dari sisi pendidikan, lanjutnya, masih ada sebanyak 114 anak putus sekolah dan ada 15 anak perlu perlindungan khusus, antara lain pekerja anak, anak korban bencana, anak korban teroris, dan anak HIV.
"Selain itu juga perilaku menyimpang, apakah anak punk, pengemis, maupun gelandangan," katanya.
Menurut dia, dalam menangani persoalan tersebut pemda tidak dapat berjalan sendiri, melainkan perlu dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari lembaga non-pemerintahan dan dunia usaha.
"Gugus tugas ini terdiri dari unsur lembaga pemerintah, non-pemerintah dunia usaha. Memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan perlindungan terhadap anak dan KLA," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, perlu adanya pembinaan gugus tugas yang berkesinambungan yakni setahun dua kali.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surakarta Purwanti pada Pembinaan Gugus Tugas Kota Layak Anak Kota Surakarta Tahun 2024 di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa, mengatakan saat ini Solo masih mempertahankan KLA dengan predikat utama sejak tahun 2017.
"Artinya Kota Solo berhasil mempertahankan predikat utama selama enam kali berturut-turut," katanya.
Dengan predikat utama tersebut, kata dia, saat ini Solo memperoleh nilai 851. Sedangkan untuk bisa menuju ke paripurna, maka minimum angkanya harus 901.
Ia mengakui saat ini masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dievaluasi oleh Pemkot Surakarta sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam upaya memberikan pemenuhan hak anak dan perlindungan pada anak.
Menurut dia, salah satu permasalahan yang masih perlu menjadi perhatian yakni masih banyaknya dispensasi pernikahan anak. Ia mengatakan hingga saat ini ada 110 dispensasi pernikahan anak di Kota Surakarta.
Di sisi lain, kata dia, masih ada 17,1 persen anak-anak dengan status kurang gizi dan 4,2 persen anak dalam kondisi stunting. Selanjutnya jumlah konselor ASI dan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) di Kota Solo masih sangat kurang.
"Sampai saat ini baru ada satu dan secara sertifikasi sudah sepuluh tahun," katanya.
Dari sisi pendidikan, lanjutnya, masih ada sebanyak 114 anak putus sekolah dan ada 15 anak perlu perlindungan khusus, antara lain pekerja anak, anak korban bencana, anak korban teroris, dan anak HIV.
"Selain itu juga perilaku menyimpang, apakah anak punk, pengemis, maupun gelandangan," katanya.
Menurut dia, dalam menangani persoalan tersebut pemda tidak dapat berjalan sendiri, melainkan perlu dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari lembaga non-pemerintahan dan dunia usaha.
"Gugus tugas ini terdiri dari unsur lembaga pemerintah, non-pemerintah dunia usaha. Memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan perlindungan terhadap anak dan KLA," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, perlu adanya pembinaan gugus tugas yang berkesinambungan yakni setahun dua kali.
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
MTsN 5 Demak raih emas pada MYRES Nasional 2024 karena ciptakan Solaroit
10 September 2024 11:08 WIB