Kudus (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, memastikan daya beli masyarakat daerah itu masih aman meskipun Kudus mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut.

"Berdasarkan data dari BPS, komoditas yang memberikan andil deflasi dari kelompok bahan makanan, seperti bawang merah, telur ayam ras, daging ayam ras, tomat, dan ikan bandeng. Namun, emas perhiasan justru menjadi andil inflasi," kata Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Kudus Djatmiko Muhardi menanggapi deflasi selama empat bulan berturut-turut di Kabupaten Kudus, Rabu (4/9).

Dengan demikian, kata dia, daya beli masyarakat tidak sampai mengalami penurunan yang signifikan, karena dimungkinkan sebagian uangnya justru dibelikan emas perhiasan.

Hal tersebut, imbuh dia, menunjukkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Kudus masih cukup baik, karena andil deflasi hanya di kelompok makanan. Sedangkan kelompok lainnya justru memberikan andil inflasi.

Selain itu, imbuh dia, harga jual beras di pasaran juga mulai merangkak naik seiring masa panen tanaman padi yang mulai lewat. Sehingga andil inflasinya juga akan meningkat.

"Dampak deflasi biasanya yang paling terdampak daerah penghasil komoditas makanan. Sedangkan komoditas makanan yang ada di Kudus sebagian besar dipasok dari luar daerah. Sedangkan yang dimiliki Kudus dalam jumlah besar komoditas beras," ujarnya.

Baca juga: Bawang merah terdalam sumbang deflasi di Jateng

Karena bulan-bulan mendatang bakal terjadi lonjakan harga berbagai komoditas karena memasuki musim kemarau, kata dia, Pemkab Kudus tetap akan berupaya mengendalikannya.

Salah satu upayanya, yakni memantau pergerakan harga kebutuhan pokok masyarakat serta memberikan kemudahan tempat berjualan maupun akses bagi pedagang komoditas pokok masyarakat dari luar daerah, sehingga stok kebutuhan pokok masyarakat juga tersedia.

"Komoditas pokok masyarakat, seperti bawang merah, bawang putih, cabai, telur, dan masih banyak lagi bukanlah dari Kabupaten Kudus, melainkan berasal dari luar Kudus. Untuk itu, perlu ada upaya agar komoditas pokok masyarakat tersedia cukup," ujarnya.

Ia mengungkapkan selama ini andil bahan makanan, mulai dari bawang merah, bawang putih, cabai, tomat, telur, kubis, dan aneka sayur mayur terhadap tingkat inflasi di Kudus cukup tinggi.

"Sehingga upaya yang bisa dilakukan Pemkab Kudus melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dengan memberikan kemudahan tempat berjualan, suasana yang aman, dan nyaman bagi pelaku usaha luar daerah untuk berjualan di Kudus," ujarnya.

Sementara itu, Kepala BPS Kudus Eko Suharto membenarkan bahwa Kabupaten Kudus selama empat bulan berturut-turut mengalami deflasi, yakni mulai Mei, Juni, Juli dan Agustus 2024.

"Penyumbang deflasi dari kelompok makanan dan minuman, serta tembakau karena tren harga jualnya memang turun," ujarnya.

Menurut dia, secara umum terjadinya deflasi secara berturut-turut tersebut memang belum bisa menunjukkan penurunan daya beli masyarakat di Kabupaten Kudus, karena porsi deflasinya lebih banyak dipengaruhi bahan makanan.

"Kewaspadaan justru bulan-bulan berikutnya karena sejumlah komoditas pertanian mulai lewat masa panen, sehingga harga jual di pasaran bakal naik sedangkan stok di pasaran tentu berkurang seiring tidak adanya panen. Sementara permintaan, seperti jagung tentunya juga akan naik untuk para peternak," ujarnya.

Baca juga: Jateng alami deflasi 0,07 persen pada Agustus