APTI khawatirkan RPMK soal kemasan polos rokok tekan industri tembakau
Kamis, 14 November 2024 22:05 WIB
Acara Ruang Rembuk dengan tema Dampak Polemik Regulasi Nasional Terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah di Solo, Jawa Tengah, Kamis (14/11/2024). ANTARA/Aris Wasita
Solo (ANTARA) - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah mengkhawatirkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) soal kemasan polos rokok akan menekan industri tembakau.
"Sehubungan dengan adanya rancangan peraturan menteri yang mana disebutkan akan ada kemasan polos, tidak ada display, minimal kemasan 20 batang. Serapan industri berkurang," kata Ketua APTI Jawa Tengah Nanang Teguh Sambodo pada acara Ruang Rembuk dengan tema Dampak Polemik Regulasi Nasional Terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah di Solo, Jawa Tengah, Kamis.
Dalam hal ini, ia khawatir kebijakan kemasan polos yang akan diterapkan pada RPMK berdampak negatif pada rantai pasok dari hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan.
"Kalau serapan industri berkurang, petani mau menjual ke mana," katanya.
Pihaknya mencatat ada sekitar 600.000 petani tembakau di Jawa Tengah yang menggantungkan hidup dari komoditas tersebut.
Bahkan, dikatakannya, komoditas tembakau dapat tetap diandalkan di musim-musim tertentu di mana tanaman lain sulit dibudidayakan.
"Pada satu tahun, empat bulan lahannya tidak bisa ditanami tanaman yang lain karena harus mengandalkan air. Tanaman tembakau ini mampu menahan air. Di Temanggung, Wonosobo, otomatis semua satu desa 85 persen menanam tembakau," katanya.
Oleh karena itu, ia khawatir jika regulasi tersebut jadi diterapkan akan memberikan dampak buruk bagi petani tembakau.
Bahkan, menurut dia saat ini industri tembakau sudah mulai membatasi pembelian dari petani setelah mendengar wacana akan diterapkannya aturan ini.
"Sekarang sudah ada pembatasan. Industri akan mencermati dengan peraturan tersebut. Kalau dulu berani stok, sekarang tidak berani," katanya.
"Sehubungan dengan adanya rancangan peraturan menteri yang mana disebutkan akan ada kemasan polos, tidak ada display, minimal kemasan 20 batang. Serapan industri berkurang," kata Ketua APTI Jawa Tengah Nanang Teguh Sambodo pada acara Ruang Rembuk dengan tema Dampak Polemik Regulasi Nasional Terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah di Solo, Jawa Tengah, Kamis.
Dalam hal ini, ia khawatir kebijakan kemasan polos yang akan diterapkan pada RPMK berdampak negatif pada rantai pasok dari hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan.
"Kalau serapan industri berkurang, petani mau menjual ke mana," katanya.
Pihaknya mencatat ada sekitar 600.000 petani tembakau di Jawa Tengah yang menggantungkan hidup dari komoditas tersebut.
Bahkan, dikatakannya, komoditas tembakau dapat tetap diandalkan di musim-musim tertentu di mana tanaman lain sulit dibudidayakan.
"Pada satu tahun, empat bulan lahannya tidak bisa ditanami tanaman yang lain karena harus mengandalkan air. Tanaman tembakau ini mampu menahan air. Di Temanggung, Wonosobo, otomatis semua satu desa 85 persen menanam tembakau," katanya.
Oleh karena itu, ia khawatir jika regulasi tersebut jadi diterapkan akan memberikan dampak buruk bagi petani tembakau.
Bahkan, menurut dia saat ini industri tembakau sudah mulai membatasi pembelian dari petani setelah mendengar wacana akan diterapkannya aturan ini.
"Sekarang sudah ada pembatasan. Industri akan mencermati dengan peraturan tersebut. Kalau dulu berani stok, sekarang tidak berani," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024