Petani Meraja Renungan Minggu Palma Umat Merapi
Minggu, 1 April 2012 22:46 WIB
Lagu rohani Katolik berbahasa Jawa diambil dari Buku Kidung Adi berjudul "Minulya Kristus Nata" mereka lantunkan dengan iringan timpukan kentongan dan sesekali tabuhan drum oleh sejumlah pemuda berpakaian tarian tradisional keprajuritan.
Ratusan umat Katolik Gereja Wilayah Santo Petrus Kanisius Lor Senowo, Desa Mangunsoka, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sekitar delapan kilometer barat puncak Gunung Merapi, Minggu pagi itu merayakan Minggu Palma, perayaan pembuka Pekan Suci Paskah 2012.
Perayaan itu mereka kemas berdasarkan kultur kehidupan petani setempat dengan mengangkat tajuk "Tani Dadi Raja" (Petani menjadi raja). Sebagian besar masyarakat setempat berpenghidupan sehari-hari sebagai petani terutama komoditas hortikultura.
Perayaan Pekan Suci Paskah meliputi Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sunyi, dan Minggu Paskah. Secara umum rangkaian perayaan itu menceritakan tentang penyambutan Yesus sebagai raja, malam perjamuan terakhir Yesus bersama para rasul, wafat Yesus, malam paskah saat Yesus berada di makam, dan Minggu Paskah mengenang kebangkitan Yesus.
Minggu Palma merenungkan semangat rohani umat ketika Yesus disambut bagaikan raja dengan naik kuldi memasuki Kota Yerusalem. Setiap umat membawa daun palma dan mengelu-elukan-Nya, taktala itu.
Setelah daun palma yang dibawa setiap umat diberkati dengan percikan air suci, mereka pun kemudian mengangkat daun itu seakan menggambarkan sedang mengelu-elukan penyambutan terhadap raja mereka.
Romo Luhur yang mengenakan jubah warna merah kemudian berjalan ke tepi jalan beraspal, di salah satu ruas jalur menuju Pos Pengamatan Gunung Merapi di Desa Babadan, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
Seniman petani setempat, Susanto, secara hormat dengan berjongkok, lalu menyerahkan caping sebagai simbol petani kepada Romo Luhur sebelum pemimpin umat Katolik setempat itu menaiki gerobak petani.
Gerobak itu telah diinstalasi antara lain dengan sambungan bajak sawah, dibalut kain warna putih, di tengahnya diletakkan kursi berukir bagaikan singgasana, sedangkan di belakang kursi itu ditancapkan properti payung terbuat dari anyaman janur kuning. Beberapa daun palma turut menghiasi gerobak yang seakan disulap menjadi kereta kencana ala petani itu.
Romo Luhur duduk di kursi itu, dua pemuda mengenakan pakaian tarian tradisional keprajuritan menarik gerobak itu dari depan, sedangkan dua lainnya mendorong dari belakang.
Gerobak diarak oleh umat menuju gedung yang mereka namai Gubug Selo Merapi (GSPi) sebagai tempat misa kudus Minggu Palma, berjarak sekitar 300 meter dari tepi dusun setempat.
Susanto yang mengenakan pakaian ala petani didampingi Yuvita Tri Lestari, seorang pemudi mengenakan pakaian tarian tradisional Jawa berjalan sebagai "cucuk lampah" sambil menaburkan bunga mawar warna merah putih.
Seorang pemudi lainnya mengenakan pakaian tarian tradisional keprajuritan bernama Evencelli Jesee Pertiwi memainkan peran sebagai kusir "kereta kencana" ala petani itu.
Gerimis rintik-rintik seakan menambah takzim suasana perarakan Minggu Palma umat Katolik lereng Gunung Merapi. Bunyi genderang berpadu dengan kentongan dari akar pohon bambu terus mereka suarakan.
Tembang "Minulya Kristus Nata" (Kristus raja yang mulia) pun mengalun berulang-ulang dinyanyikan umat di sepanjang prosesi tersebut.
"'Minulya Kristus nata, agung tan upami. Krana agung welas-Nya wus karsa manjalma. Wus paring tulada, lan nebus manungsa. Minulya Kristus nata, agung tan upami'," demikian satu di antara tiga bait lagu rohani tersebut yang intinya umat mengelu-elukan kehadiran sang pemimpin bak raja yang bakal menjadi penyelamat mereka.
Mereka kemudian melanjutkan misa kudus Minggu Palma di Gereja GSPi itu secara khidmat dalam bahasa Jawa dengan nyanyian Jawa pula yang beriringkan tabuhan musik kontemporer "pekbung" terbuat dari beberapa kelenting atau wadah air terbuat dari tanah liat.
"Umat ingin perayaan Minggu Palma kali ini menjadi renungan tentang Yesus yang datang ke dunia dan dimaknai umat sebagai raja. Perayaan ini mengenang Yesus Kristus masuk Kota Yerusalem dan umat mengelu-elukan dengan teriakan 'Hosana Putra Daud'," kata Luhur saat khotbah.
Tetapi, katanya, Yesus bukan sekadar raja dunia tetapi raja alam semesta karena Dia adalah Putra Allah yang membawa kemuliaan Tuhan.
Ia mengatakan, Yesus sebagai raja alam semesta tidak pernah meninggalkan umat namun selalu mengajak mereka agar menjadi pengikut Allah secara setia supaya tercipta kedamaian hidup baik secara duniawi maupun rohani.
Susanto yang juga koreografer perarakan itu mengatakan, raja adalah sosok penguasa yang kepemimpinannya untuk kehidupan masyarakat yang sejakterna, makmur, tenteram, dan damai.
Petanipun, katanya, sesungguhnya sosok penguasa yakni berkuasa atas pangan.
"Selama ini, satu-satunya penguasa pangan adalah petani karena mereka menghasilkan pangan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Bayangkan apa yang terjadi kalau petani tidak menanam, maka tidak ada pangan. Jadi dalam hal ini, petani layak untuk dimuliakan bagaikan raja," katanya.
Prosesi "Tani Dadi Raja" bertepatan dengan perayaan Minggu Palma 2012 oleh umat lereng Gunung Merapi itu seakan mengajak publik untuk sampai kepada kesadaran bahwa petani berperan penting dalam menyejahterakan kehidupan bersama, melalui produksi pangan mereka.
Selain itu, katanya, prosesi itu refleksi atas peranan petani terkait dengan kemajuan bangsa dan negara.
"Karena maju atau mundurnya negara juga tergantung kepada petani dalam menyediakan pangan yang sehat. Kebutuhan makanan yang sehat dan tercukupi, rakyat sehat, maka negara akan berkembang dan maju," katanya.
Sama seperti Yesus yang raja alam semesta dan penyelamat manusia dari dosa melalui pengorbanan hingga wafat disalib, katanya, petani pun rela mengorbankan diri dengan mengolah lahan secara tekun dan setia untuk menyediakan pangan bagi manusia.
"Prosesi ini untuk membuka kesadaran pentingnya menghargai dan memuliakan petani," katanya.
Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Kisah Warung Makan Selera Jenderal di Demak, berawal dari celetukan pelanggan
31 October 2024 10:27 WIB
Terpopuler - Spektrum
Lihat Juga
Kisah Warung Makan Selera Jenderal di Demak, berawal dari celetukan pelanggan
31 October 2024 10:27 WIB