Ketika Hakim Tipikor bisa Dibeli
Sabtu, 18 Agustus 2012 10:55 WIB
Sri Dartuti (tengah, kaos bergaris) yang menjadi terperiksa kasus dugaan suap, seusai menjalani pemeriksaan oleh KPK, di Kejati Jateng, Semarang, Jumat (17/8). KPK menangkap Sri Dartuti bersama Hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak, Heru Kusbando
Oleh sebab itu, hakim selalu diharapkan bisa menegakkan keadilan dalam setiap kasus yang ditanganinya dengan bijak.
Namun sayangnya, hal itu tercoreng dengan tingkah beberapa hakim yang lebih mementingkan uang daripada menegakkan keadilan pada sebuah kasus yang ditanganinya.
Hal itu, antara lain, terlihat dari kejadian yang cukup menghebohkan di dunia hukum, seorang hakim hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini Julianna Mandalena Marpaung, ditangkap oleh tim Operasi Tangkap Tangan (OTT) dari Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap.
Lebih mengenaskan lagi hakim tipikor tersebut ditangkap persis setelah mengikuti upacara bendera dalam rangka peringatan HUT Ke-67 Kemerdekaan RI di Kantor Pengadilan Negeri Semarang Jalan Siliwangi No. 512 Semarang, Jawa Tengah, pada hari Jumat (17/8/) sekitar pukul 10.00 WIB.
Ketika nasionalisme kembali digaungkan, tertangkapnya hakim tipikor ini justru memperlihatkan kebobrokan sistem hukum di Indonesia dan sejumlah hakim yang ternyata proses penegakan hukumnya bisa dihitung dengan rupiah.
Kartini memang tidak sendirian ketika ditangkap oleh KPK. Dia bersama rekannya sesama hakim bernama Heru Kusbandono yang bertugas di Pengadilan Tipikor Pontianak.
Heru sebelumnya dikenal sebagai pengacara di Semarang dan diduga menjadi perantara Sri Dartuti, seorang pengusaha yang tidak lain adik dari Ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif M. Yaeni untuk bisa berkomunikasi dengan Kartini.
Yaeni sendiri merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi perawatan mobil dinas DPRD Kabupaten Grobogan tahun anggaran 2006--2008 dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1,9 miliar.
Dalam kasus ini, Yaeni diduga menikmati uang negara sebesar Rp609 juta dan kasus tersebut merupakan salah satu kasus yang tengah ditangani oleh Kartini bersama dua hakim lain, yakni Pragsono (hakim karier) dan Asmadinata (ad hoc) dengan jadwal putusan pada hari Senin (27/8).
Yaeni ditahan oleh Kejari Purwodadi pada tanggal 23 Februari 2012 di Lapas Kedungpane Semarang, dan yang bersangkutan dibantarkan pada tanggal 14 Maret 2012 karena sakit dan harus dirujuk ke rumah sakit di luar lapas.
Pembantaran dicabut, Yaeni kembali ditahan dan disidangkan pada tanggal 27 Maret 2012 karena yang bersangkutan dinyatakan sehat. Namun, Pengadilan Tipikor Semarang justru mengabulkan permohonan tahanan kota atas Yaeni dan menjalani tahanan kota sejak 11 April 2012.
Penetapan pengalihan tahanan Yaeni di luar lapas itu disepakati oleh majelis hakim, Lilik Nuraini, Kartini Marpaung, dan Asmadinata.
Ironisnya, penangkapan Kartini yang dilakukan usai menerima suap dari Sri Dartuti itu terjadi di depan mata Wakil Ketua PN Semarang yang juga menaungi Pengadilan Tipikor Semarang Ifa Sudewi.
Kejadian tersebut membuat Ifa merasa sangat kecewa dan prihatin sebab telah mencoreng kredibilitas Pengadilan Tipikor Semarang.
"Saya sangat menyayangkan, saat kejadian saya langsung lemas dan nangis, sedih karena usaha kami untuk membersihkan Pengadilan Tipikor Semarang tidak berbuah hasil. Saya pikir mereka sudah takut karena sebelumnya ada pemeriksaan dari MA, tetapi ternyata mereka berani bertindak seperti itu," katanya.
Ifa Sudewi yang menyaksikan penangkapan tersebut mengatakan ketika itu dia sempat mengajak ngobrol Kartini sebelum akhirnya Kartini menuju mobil Suzuki Escudo abu-abu yang diparkir di sebelah mobil Grand Livina warna merah marun milik Kartini.
Tidak berapa lama Kartini keluar dari mobil sambil menenteng tas berwarna cokelat.
"Saya tidak tahu isi tasnya apa, keluar dari mobil sudah bawa sesuatu. Akan tetapi, waktu mau masuk ke mobilnya sendiri, Bu Kartini dihalang-halangi dan ditangkap petugas KPK," ujarnya.
Dari tangan Kartini, petugas menemukan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp150 juta.
Menindaklajuti hal itu, beberapa petugas KPK juga melakukan penggeledahan di ruang kerja Kartini di PN Semarang dan mengamankan rekaman kamera "closed circuit television" (CCTV) yang dipasang di PN Semarang.
Petugas KPK juga mengamankan mobil Escudo dan Toyota Fortuner hitam bernomor polisi K-7072-FA, satu unit CPU serta beberapa berkas.
Ketiga orang yang ditangkap dan saat ini telah berstatus sebagai tersangka kemudian diperiksa di Kejati Jateng, lalu mereka diberangkatkan ke Jakarta pukul 19.00 WIB melalui bandara Ahmad Yani Semarang.
Terkait dengan penangkapan hakim tipikor, Juru Bicara KPK, Johan Budi, yang dihubungi terpisah mengatakan bahwa petugas KPK telah tiba di Semarang sejak Kamis (16/8).
"Kedatangan tim KPK di Semarang atas adanya informasi dari Mahkamah Agung tentang adanya praktik penyuapan yang dilakukan seorang hakim Pengadilan Tipikor Semarang," ujarnya.
Johan juga membenarkan jika kasus tersebut terkait dengan perkara dugaan korupsi dana pemeliharaan mobil dinas DPRD Kabupaten Grobogan.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Semarang memang sempat dicurigai oleh Badan Pengawasan (Banwas) Mahkamah Agung (MA) RI lantaran membebaskan banyak terdakwa korupsi.
Dari tujuh terdakwa korupsi yang akhirnya terlepas dari jeratan hukum, lima perkara di antaranya ditangani oleh Kartini beserta dua hakim lain, yakni Lilik Nuraini (hakim ketua) dan Asmadinata (hakim anggota).
Kelima kasus tersebut, yakni terdakwa pembobol Bank Jateng dan Bank Jateng Syariah Semarang tahun 2011, Yanuelva Etliana alias Eva.
Melalui putusan sela pada tanggal 29 Februari 2012, ketiga hakim menyatakan dakwaan jaksa dari Kejaksaan Negeri Semarang cacat sehingga perkara dengan nilai Rp39 miliar ini tidak dilanjutkan.
Setelah kejaksaan mengajukan perlawanan ke Pengadilan Tipikor, putusan sela terhadap Eva dibatalkan. Namun, saat proses hukum akan dilanjutkan, Eva telanjur menghilang dan tidak diketahui keberadaanya hingga saat ini.
Kemudian, terdakwa kasus suap senilai Rp13,5 miliar terhadap mantan Bupati Kendal Hendy Boedoro, Suyatno juga divonis tidak bersalah oleh ketiga hakim tersebut.
Pada tanggal 21 Maret 2012 ketiga hakim ini memberikan putusan bebas terhadap mantan Bupati Sragen Untung Wiyono dari tuntutan hukuman sepuluh tahun penjara.
Untung dinyatakan tidak bersalah pada dugaan korupsi kasda Kabupaten Sragen sebesar Rp11,2 miliar.
Terdakwa lain yang kemudian dibebaskan, yakni Teguh Tri Murdiono pada tanggal 19 April 2012.
Teguh yang awalnya didakwa melakukan korupsi pada proyek pengadaan alat pemancar RRI Purwokerto sebesar Rp4,85 miliar dibebaskan dari hukuman dengan alasan yang bersangkutan telah diadili dalam perkara yang sama oleh Pengadilan Negeri Purwokerto.
Yang terakhir, Kartini juga turut membebaskan terdakwa kasus suap proyek mantan Bupati Kendal, Hendy Boedoro, senilai Rp 4,99 miliar, Heru Djatmiko yang juga dinyatakan tidak terbukti melakukan suap.
Terkait dengan penanganan perkara korupsi yang selama ini ditangani Kartini, Ifa menambahkan, pihaknya akan mengusahakan penggantinya.
Ia menjamin hal itu tidak akan memengaruhi penanganan kasus di Pengadilan Tipikor Semarang meskipun satu hakim di pengadilan tersebut berkurang.
"Tidak masalah karena PN Semarang punya banyak hakim, baik hakim karier maupun hakim ad hoc," katanya.
Menurut dia, dalam penanganan suatu perkara korupsi di Pengadilan Tipikor, yang penting harus ada komposisi hakim ad hoc dan karier. Jumlah hakim ad hoc tidak harus selalu berjumlah dua orang, bisa saja hakim kebalikannya," ujarnya.
Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Terpopuler - Pumpunan
Lihat Juga
"Sepenggal Kisah" BPJS Ketenagakerjaan bagi penggali kubur dan pemandi jenazah
22 November 2024 21:06 WIB