"Data terakhir yang masuk, luas lahan yang kekeringan sekitar 8.000 hektare lebih, dan puso sekitar 3.000 hektare. Padahal setiap hektare berpotensi menghasilkan lima ton gabah," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Peternakan (Dinpertannak) Cilacap Toendan Iriani, di Cilacap, Selasa.

Kendati demikian, dia mengatakan pihaknya sedang menghitung dampak kekeringan yang mengakibatkan puso terhadap pencapaian target produksi tahun 2012.

Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Cilacap pada 2012 menargetkan produksi padi sebesar 738.324 ton dari luas panen 122.058 hektare dengan target surplus 300 ribu ton lebih.

"Kami masih menghitung seberapa jauh dampak kekeringan ini terhadap pencapaian target," kata dia menegaskan.

Akan tetapi berdasarkan penghitungan sebelumnya, kata dia, hingga Juli silam telah mencapai surplus 233 ribu ton.

Terkait kemungkinan bertambahnya luasan tanaman padi yang mengalami puso akibat kekeringan, dia mengatakan, hal itu diperkirakan tidak akan bertambah karena masa panen akan berakhir pada September.

"September ini semua sudah panen. Saat ini sebagian besar petani sedang menunggu musim tanam Oktober-Maret," kata Toendan.

Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kata dia, wilayah Cilacap pada Oktober mendatang sudah memasuki musim hujan.

Dengan demikian, lanjutnya, petani sudah mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut musim tanam Oktober-Maret.

Menurut dia, petani di wilayah barat Cilacap yang paling banyak mengalami kekeringan di musim kemarau dapat dipastikan dapat kembali menanam padi di sawahnya karena saluran irigasi dari Sungai Citanduy akan menjangkau areal persawahan di wilayah tersebut.

"Kalau musim hujan, air tersedia dan bermasalahnya ketika kemarau. Tahun ini kemaraunya lebih awal, debit airnya kurang sehingga berpengaruh. Mudah-mudahan di tahun 2013 sudah lebih baik," katanya.