Bante Panna yang mengenakan jubah warna kuning keemasan sebagai kekhasan seorang biksu itu, berjalan kaki dari wiharanya menuju tempat yang dikelola Sutanto, pemimpin paling berpengaruh atas komunitas itu.

Jarak antara Wihara Mendut hingga Studio Mendut, sekitar 300 meter. Sang biksu berjalan sambil menjinjing tas plastik warna putih, berisi bingkisan.

Ketika melihat satu lukisan kaca tentang Sidharta Gautama bersama istrinya, Gopa, di dinding Studio Mendut, biksu berusia 59 tahun yang lahir di Blora, Jawa Tengah dengan nama Husodo (Ong Tik Tjong) itu, mengulurkan tangan kanan untuk menunjuknya.

"Ini lho Mas Tanto," kata sang biksu berkarisma itu, sambil menunjuk lukisan tentang relief Sidharta dengan Gopa berjudul "Kinara Kinari", seperti ditirukan oleh Sutanto.

Sutanto yang juga budayawan Magelang itu, memotret momentum tersebut menggunakan kamera dari telepon selulernya.

Oleh karena saking banyaknya lukisan kaca terpajang di dinding Studio Mendut, Tanto tampaknya lupa bahwa lukisan tersebut berjudul "Kinara Kinari".

Papan tripleks pigura bagian belakang lukisan kaca itu, setelah ditengok oleh Tanto, memang tertulis judul tersebut dengan menggunakan spidol.

Bante itu, disebutnya ingin berkisah bahwa relief tentang Kinara Kinari yang tertera di beberapa candi, termasuk Borobudur --sekitar tiga kilometer barat Mendut, tak lepas dari makna cinta kasih dan kesetiaan antara perempuan dengan laki-laki.

Kehadiran seorang diri dan secara tiba-tiba Bante Panna ke Studio Mendut, bukan peristiwa yang pertama. Sering kali biksu dari Sangha Theravada Indonesia yang juga salah satu pendiri Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) itu, mendatangi Studio Mendut, terutama untuk berbincang-bincang mengenai berbagai ihwal dengan Tanto.

Kedatangannya siang itu, antara lain untuk memberikan bingkisan khusus kepada anak sulung Tanto (Shiki Raya Unisia) yang akan menikah dengan lelaki berasal dari Karawang, Jawa Barat, (Bayu Kartika) pada Minggu (20/10).

Rangkaian perayaan tersebut digarap secara kontemporer oleh Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) dengan tajuk "Peristiwa Religius dan Desain Budaya", selama tiga hari (19-21 Oktober 2013).

Para tokoh, budayawan, dan seniman berasal dari berbagai kota, termasuk sejumlah pemusik Jepang, rencananya hadir pada momentum tersebut. Istri Tanto, Mami Kato, berasal dari Jepang.

Dalam rancangan Komunitas Lima Gunung, kehadiran mereka bukan sekadar karena Tanto menggelar syukuran atas pernikahan anak perempuannya, akan tetapi menjadi bagian dari peristiwa kebudayaan kontemporer yang digarap dalam tajuk tersebut.

Sejumlah sumber menyebut Kinara Kinari sebagai relief sepasang sosok berkepala manusia dan berbadan burung. Mereka bertugas menjaga pohon kalpataru, sebagai lambang pohon kehidupan dan simbol pelestarian lingkungan. Sepasang sosok itu, juga dikisahkan menjadi penghibur dewa di surgaloka.

Relief Kinara Kinari antara lain terpatri di Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Pawon, dan Candi Ngawen.

Seorang pemandu wisata Candi Borobudur, Nur Rohmad, menyebut relief Kinara Kinari terpatri di beberapa tempat di Candi Borobudur yang juga warisan budaya dunia, dibangun di antara aliran Kali Elo dengan Progo sekitar abad ke-8 Masehi pada masa Dinasti Syailendra tersebut.

Antara lain, katanya, di deretan relief Awadana (Pintu utara, di bawah relief Lalitawistara, lorong pertama Candi Borobudur) dan deretan relief Gandawiyuha (Pintu selatan, lorong kedua).

"Kinara Kinari lambang keharmonisan dan kesetiaan yang luar biasa. Walaupun salah satu ditinggalkan satu hari pun, dikisahkan rasanya bertahun-tahun, karena saling mencintai," kata Nur yang mantan Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Magelang itu.

Dia mengaku bahwa hingga saat ini belum tahu, apakah kisah Kinara Kinari itu memang ada kaitan dengan ajaran reinkarnasi dalam Buddha.

Sidharta yang meninggalkan istana, setelah memutuskan menjalani hidup mengembara sebagai pertapa hingga mencapai tataran kebuddhaan, katanya, bermakna juga tentang kesetiaan Gopa yang dikisahkan tetap tinggal di istana.

Ketika Sidharta kemudian mencapai pencerahan sebagai Buddha Gautama, katanya, Gopa pun kemudian juga menjadi Buddha.

Akan tetapi, Tanto yang juga pengajar program pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu mengemukakan tentang ajaran reinkarnasi dalam Buddha terkait dengan kisah Kinara Kinari.

"Gopa yang ditinggal Sidharta, dia tetap setia mencintai Sidharta, sehingga Sidharta tetap hidup dalam dirinya. Cinta kasih itu, kekuatan dahsyat yang menghidupkan," katanya.

Sang biksu memang hadir tiba-tiba siang itu, dan kemudian dengan karismanya membabarkan misteri cinta kasih melalui kisah Kinara Kinari.