Satu panel relief itu tentang tujuh bintang diapit bulan sabit di kiri dan matahari di kanan. Panel itu juga berupa relief tentang bodhisatwa, guru, orang suci, dan beberapa sosok bangsawan.

Pahatan tujuh bintang diartikan sebagai sekumpulan bintang atau rasi. Ada sebutan pula untuk kumpulan bintang itu sebagai Lintang Kartika. Dua kata itu, yakni "lintang" dan "kartika", artinya sama-sama "bintang". Tujuh bintang dengan sinar yang terang.

Petugas bagian Hubungan Masyarakat Balai Konservasi Borobudur Mura Aristina menjelaskan bahwa relief pada panel tersebut terkait dengan kisah seorang saudagar kaya bernama Pangeran Sudana dalam perjalanan untuk mencari pencerahan.

Dikisahkan bahwa saudagar itu tidak mengenal waktu, baik siang maupun malam, menemui banyak guru dan resi untuk mendapatkan pencerahan jati diri.

"Pangeran Sudana melakukan pencarian jati diri, mencari pencerahan. Digambarkan siang dan malam yang artinya tidak mengenal waktu. Digambarkan dalam relief bulan, tujuh bintang, dan matahari," kata Mura yang juga pemandu khusus untuk tamu-tamu negara yang bertandang ke Candi Borobudur.

Anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Magelang Muhammad Hatta menyebut sedikitnya ada sembilan relief tentang bulan dan matahari yang tertera secara tersebar di berbagai dinding candi buatan sekitar abad ke-8 itu.

"Kalau analisis pada umumnya, dengan adanya relief itu, menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa kita sudah mengenal dan menggunakan ilmu astronomi untuk kehidupan sehari-hari, misalnya tentang pertanian, perhitungan arah pelayaran, dan penghitungan musim," kata Hatta yang setiap hari memandu wisatawan umum di Candi Borobudur itu.

Di bawah terik matahari yang menerpa Candi Borobudur, Sabtu (17/5) itu, dia berbicara panjang lebar kepada sejumlah tamunya tentang Lintang Kartika di relief tersebut. Apa yang dibicarakan, antara lain tentang nenek moyang pada masa lalu yang membuat panel itu, tentunya tidak sekadar untuk menunjukkan kepandaian mereka terhadap ilmu perbintangan.

Namun, katanya, barangkali juga terkait dengan ajaran-ajaran mulia, kemanusiaan, dan universal yang disebut sebagai ajaran Gandawyuha. Deretan relief Gandawyuha tentang ajaran-ajaran yang disampaikan secara berulang-ulang untuk manusia mencapai pencerahan.

"Relief ini banyak versi cerita, bahkan kabarnya terkait juga dengan legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Tujuh bidadari turun dari khayangan untuk mandi di bumi," katanya.

Akan tetapi, sambil berjongkok di depan panel itu, Hatta secara tiba-tiba mendongak, memandang tamunya yang sejumlah wisatawan nusantara itu, sambil bertanya, "Besok ini, setelah Pilpres, presiden ke berapa?"

Para tamunya segera mengurutkan nama-nama presiden Indonesia, sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga saat ini, yakni Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 untuk mendapatkan presiden ke-7 RI.

Seketika itu pula Hatta menunjukkan jarinya ke relief Lintang Kartika di Candi Borobudur yang dibangun pada masa Dinasti Syailendra, di antara Kali Elo dan Progo itu.

"Besok Pilpres akan melahirkan bintang ketujuh Indonesia, bintang yang terang memimpin negara kita," katanya.

Tahapan Pilpres yang disiapkan oleh Komisi Pemilihan Umum sedang memasuki masa pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden selama 18--20 Mei 2014. Penyelenggara pesta demokrasi di berbagai daerah di Tanah Air juga disibukkan oleh berbagai persiapan, khususnya saat ini menyangkut daftar warga yang akan memberikan suaranya pada Pilpres mendatang.

Gaduh politik menyangkut para calon presiden dengan pasangannya, termasuk tentang koalisi partai politik menggelora sejak beberapa waktu terakhir, terutama pascapenghitungan suara hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, 9 April 2014.

Sebanyak empat di antara 12 partai politik peserta pemilu yang meraih suara terbanyak, yakni PDI Perjuangan dengan 23.681.471 suara (18,95 persen), Partai Golkar 18.432.312 suara (14,75 persen), Partai Gerindra 14.760.371 suara (11,81 persen), dan Partai Demokrat 12.728.913 suara (10,19 persen).

Hasil pemilu anggota legislatif tersebut menunjukkan tidak ada partai politik memenuhi syarat perundang-undangan untuk berjaya sendirian menyodorkan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres mendatang. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mensyaratkan parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu Anggota DPR untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Berbagai parpol pun takluk kepada aturan itu, dengan langkah selanjutnya mereka harus berkoalisi. Perkembangan peta politik makin dinamis terkait dengan pencalonan presiden dan pembentukan koalisi parpol.

Berdasarkan pemberitaan berbagai media massa hingga Minggu (18/5) siang, setidaknya PDI Perjuangan dengan Bakal Capres Joko Widodo (Jokowi) berkoalisi dengan Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hati Nurani Rakyat, sedangkan Partai Gerindra dengan Bakal Capres Prabowo Subianto berkoalisi dengan Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan. Bakal calon wakil presiden yang pasti untuk mendampingi masing-masing bakal capres itu (Jokowi dan Prabowo) hingga Minggu (18/5) siang masih teka-teki.

Partai Golkar yang sejak awal mengusung Abu Rizal Bakrie sebagai capres dan Partai Demokrat yang baru saja mengumumkan Dahlan Iskan sebagai pemenang konvensi capres, masing-masing sedang menggelar rapat pimpinan nasional pada hari Minggu (18/5). Agenda rapimnas masing-masing parpol itu, antara lain untuk memutuskan koalisi dan pengusungan pasangan kandidat.

Kepastian tentang pasangan calon presiden dan wakil presiden secara sah menunggu penetapan KPU pada tanggal 31 Mei 2014 dan selanjutnya mereka berlaga di padang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 9 Juli 2014. Siapa pun kandidat terpilih pada Pilpres mendatang, akan menjadi bintang ketujuh, sebagai Lintang Kartika, yang memimpin Republik ini untuk lima tahun ke depan.

Alam kultural masyarakat Jawa mengenal istilah "wahyu keprabon" untuk seseorang yang terpilih menjadi pemimpin.

"Menunggu 'wahyu keprabon'. Kesatria ketujuh akan 'turun'. Dia diapit bulan dan matahari, menjadi terang Lintang Kartika seperti di Candi Borobudur ini," kata Hatta.