Logo Header Antaranews Jateng

Pilkada Pati, Ujian bagi Parpol

Rabu, 26 Oktober 2016 12:57 WIB
Image Print
Petugas menunjukkan contoh surat suara untuk pilkada serentak di KPU, Jakarta, Rabu (11/11). ANTARA FOTO/M. Agung Rajasa
Kabupaten Pati bukanlah satu-satunya daerah yang menggelar pilkada dengan calon tunggal. Terdapat empat di antara 101 daerah yang akan menggelar pilkada serentak, 15 Februari 2017, yang kontestannya akan berhadapan dengan kolom kosong yang tidak bergambar alias "kotak kosong."

Tidak hanya partai-partai politik pengusung calon tunggal pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pati 2017 yang calonnya akan bertarung dengan "kotak kosong", tetapi juga parpol pengusung peserta pilkada di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Provinsi Lampung), Kabupaten Tambrauw (Papua Barat), Kabupaten Landak (Kalimantan Barat), dan Kota Sorong (Papua).

Di Pati, delapan dari sembilan parpol yang memiliki kursi di DPRD setempat bersepakat mengusung Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pati Haryanto-Syaiful Arifin. Mereka adalah PDI Perjuangan, Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, PKB, PKS, Hanura, dan PPP.

Kedelapan parpol yang hanya mengusung pasangan itu sekaligus menutup peluang parpol lain. Mereka berhasil mengusung bakal pasangan calon menjadi peserta pilkada setempat. Sementara itu, Partai NasDem tidak memiliki peluang atau tidak memenuhi syarat untuk mengusung bakal pasangan calon. Parpol ini dalam Pemilu 2014 hanya meraih empat kursi, sementara syaratnya adalah 20 persen dari 50 kursi (10 kursi) DPRD Kabupaten Pati.

Agar tidak terjadi aksi "borong dukungan" seperti di Pati dan sejumlah daerah, tampaknya perlu ada aturan main yang membatasi borong dukungan terhadap parpol. Dengan demikian, tidak terjadi dominasi dan monopoli politik oleh aktor politik tertentu. Semua parpol yang memiliki kursi DPRD bisa turut menyemarakkan pesta demokrasi lima tahunan itu.

Karena belum adanya aturan, satu pasang calon diusung oleh lebih dari dua-tiga parpol. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pati akhirnya menetapkan pasangan itu sebagai calon tunggal pada tanggal 24 Oktober 2016. Pasangan ini harus berhadapan langsung dengan masyarakat setempat. Apalagi, tidak ada larangan bagi masyarakat untuk mengajak calon pemilih tidak mencoblos calon tunggal, baik secara langsung maupun melalui iklan kampanye di media massa. Peluang "kotak kosong" memenangi pilkada pun terbuka lebar.

Akankah parpol mengalami kegagalan lagi setelah tidak berhasil menampilkan kadernya sebagai peserta pilkada? Mari kita tunggu hasil pilkada serentak, 15 Februari 2017.

Kalau menang, sesuai dengan keinginan rakyat. Sebaliknya, kalau kalah, perlu introspeksi dengan mengadakan seleksi politik (political selection) sedini mungkin guna menyiapkan kader-kadernya menjadi calon kepala daerah atau calon presiden.

Pewarta :
Editor: Kliwon
COPYRIGHT © ANTARA 2024