Ratusan Warga Jateng Tolak Perampasan Tanah untuk Infrastruktur
Rabu, 14 Desember 2016 12:27 WIB
Aksi penolakan praktik perampasan tanah tersebut berlangsung di depan kantor Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah dan di kantor Gubernur Jawa Tengah di Semarang, Rabu.
Damara Gupta selaku koordinator aksi mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur justru menjadi petaka bagi rakyat, khususnya kaum tani akibat masifnya perampasan tanah demi kebutuhan proyek proyek raksasa.
Berbagai macam izin seperti hak guna usaha, pertambangan, dan investasi di sektor kehutanan, kata dia, dipermudah melalui berbagai macam deregulasi serta debirokratisasi.
"Kondisi di Jateng tidaklah jauh berbeda terkait dengan sejumlah izin pertambangan dan pendirian pabrik semen di beberapa kabupaten seperti di Banyumas, Pati, Grobogan, Rembang , Wonogiri, serta Blora," ujarnya.
Selain itu, pembangunan jalan lintas selatan , jalan tol trans Jawa, reaktivasi jalur kereta api Banyumas-Semarang via Wonosobo, reklamasi pesisir utara Jateng, pembangunan bandara di Purbalingga, dan peresmian kawasan industri Jababeka di Kendal, serta pembangunan PLTU di Batang.
"Hal tersebut merupakan sejumlah mega proyek yang akan merampas tanah dan ruang hidup rakyat serta berpotensi munculnya kekerasan aparat negara terhadap rakyat," katanya.
Ia menyebutkan, pemerintah tetap mempertahankan monopoli tanah yang melalui Perum Perhutani mencapai 656.887,5 hektare yaitu 19,2 persen dari total luasan Jateng yang menyebabkan kemiskinan struktural pedesaan yang ada di Jateng.
Menurut dia, Perum Perhutani juga merupakan BUMN yang kerap melanggar hak asasi manusia dalam menyelesaikan konflik antara rakyat yang berupaya mengakses sumber daya kehutanan dan kepentingan perhutani.
"Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pelanggaran HAM berakar dari masih didominasinya monopoli tanah dan investasi skala besar yang merampas tanah rakyat," ujarnya.
Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2025