Warga Tuntut Pengusutan Dugaan Politik Uang Cabup Cilacap
Senin, 9 Januari 2017 14:15 WIB
Unjuk rasa yang mendapat pengawalan personel Kepolisian Resor Cilacap itu, digelar di depan Kantor Kejaksaan Negeri Cilacap dilanjutkan di Sekretariat Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Cilacap, Senin.
Dalam unjuk rasa tersebut, massa membawa sejumlah poster, di antaranya bertuliskan "Masyarakat Cilacap Menjerit #savepilkadacilacap2017", "Panwas Jujur Demokrasi Aman #savepilkadacilacap2017", dan "Wahai Panwas Lakukan Gelar Perkara #savepilkadacilacap2017".
Koordinator aksi, Muhammad Lutfi Iskandar, mengatakan aksi tersebut berkaitan dengan pemberian uang sebesar Rp50 juta oleh salah seorang calon bupati di zona dan hari kampanye yang bersangkutan dengan bahasa ajakan "salam dua jari" kepada calon pemilih.
"Bahkan, hal itu disaksikan oleh ratusan hingga ribuan calon pemilih namun tidak dianggap sebagai pelanggaran oleh Panwaslu Cilacap," katanya.
Padahal, kata dia, dalam undang-undang dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sudah dijelaskan bahwa pasangan calon dilarang memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya karena hal itu termasuk kategori praktik politik uang.
Ia mengatakan tidak ditegakkannya peraturan oleh Panwaslu merupakan kemenangan politik pragmatis atau politik uang.
"Padahal, 'money politik' atau praktik politik uang merupakan tindakan penyimpangan dari kampanye yang bentuknya dengan cara memberikan uang kepada simpatisan ataupun masyarakat lainnya agar mereka yang telah mendapatkan uang itu mengikuti keinginan orang yang memiliki kepentingan tersebut," katanya.
Ia mengatakan dampak dari praktik politik uang berbahaya jika dibiarkan atau dilegalkan oleh Panwaslu Kabupaten Cilacap.
Menurut dia, korupsi merupakan dampak terbesar dari adanya praktik politik uang karena menjadikan salah satu cara para pejabat yang terpilih untuk mengembalikan biaya-biaya pada saat pemilu.
"Bisa dikatakan korupsi dilakukan untuk mengembalikan modal yang telah diinvestasikan ketika melakukan kampanye," kata Lutfi.
Ia mengatakan praktik politik uang dapat merusak tatanan demokrasi yang mengenal istilah "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".
Menurut dia, hal itu berarti rakyat berhak menentukan pilihannya kepada calon yang dikehendakinya tanpa ada intervensi dari pihak lain.
"Dengan adanya praktik politik uang, maka sebuah partai politik dituntut untuk lebih memeras kantong, mengingat sudah terbiasanya masyarakat dengan pemberian uang dan barang lainnya atau biasa kita katakan parpol yang lebih banyak mengeluarkan biaya akan keluar menjadi pemenang. Oleh karena itu parpol-parpol tersebut akan berusaha memberikan uang dan semisalnya kepada masyarakat melebihi parpol pesaingnya, agar masyarakat memilihnya," katanya.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan MCM menuntut adanya tindakan tegas terhadap pasangan calon yang terbukti melakukan praktik politik uang sebagaimana yang diamanatkan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 69 PKPU Nomor 12 Tahun 2016 serta lakukan gelar perkara secara terbuka terhadap dugaan praktik politik uang yang dilakukan calon bupati petahana, Tatto Suwarto Pamuji.
Selain itu, kata dia, pentingnya mendatangkan saksi ahli dari pihak pelapor dan terlapor untuk mengurai dugaan praktik politik uang yang terjadi di Cilacap sehingga ada rasa keadilan untuk masyarakat kabupaten itu.
"Kami menolak politik uang dalam pelaksanaan Pilkada Cilacap Tahun 2017. Tegakkan hukum dan aturan seadil-adilnya, tanpa pandang bulu, dan usut tuntas dugaan intervensi terhadap oknum Panwaslu Kabupaten Cilacap," katanya.
Informasi yang dihimpun, dugaan praktik politik uang yang dilakukan calon bupati petahana, Tatto Suwarto Pamuji, terjadi pada 23 Desember 2016 saat menyambut kedatangan Tim PSCS Cilacap.
Dalam kesempatan itu, Tatto yang merupakan Pembina PSCS Cilacap memberikan bonus sebesar Rp50 juta atas kemenangan klub sepak bola tersebut dalam ajang Indonesia Soccer Championship (ISC) B.
Pewarta : Sumarwoto
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024