Notam Versus Tradisi Balon Udara
Minggu, 2 Juli 2017 02:15 WIB
Kemungkinan sejumlah anggota masyarakat ketika mentradisikan pelepasan balon udara setiap lebaran tidak mengetahui aturan main penggunaan balon udara, ....Berawal dari Notice to Airmen (Notam) dengan nomor A2115. Notam yang diterbitkan oleh Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia pada tanggal 25 Juni 2017 sebagai pemberitahuan tentang informasi kondisi berbahaya terhadap tradisi pelepasan balon udara oleh masyarakat di beberapa daerah di Jawa Tengah pada Idulfitri 1438 Hijriah.
AirNav Indonesia melalui akun resmi Twitternya, AirNav_Official, meminta seluruh pilot yang melintas di jalur udara Jawa Tengah mewaspadai adanya pelepasan balon udara berukuran besar oleh masyarakat selama sebulan sejak Idulfitri 1438 Hijriah, 25 Juni 2017.
Sejak hari pertama Idulfitri, Minggu (25/6/2017), banyak pilot yang terbang di jalur udara W45 dan 17N melaporkan melihat balon udara terbang relatif cukup dekat dengan posisi pesawat udara. Sementara itu, posisi geografis Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, tepat berada pada jalur udara W45 dan 17N pada Flight Information Region (FIR) Jakarta. Wilayah itu merupakan jalur atau rute penerbangan yang relatif cukup padat dilalui oleh pesawat untuk penerbangan domestik dan internasional. Balon udara tanpa awak ini dinilai bahaya sebab dapat bertabrakan dengan pesawat udara.
Apabila hal itu terjadi, menurut AirNav Indonesia, akan berakibat terganggunya fungsi primary flight control surfaces, ailerons, elevator, and rudder pada pesawat. Hal ini mengganggu fungsi aerodinamika dan kemudi pesawat. Selain itu, dapat pula mengakibatkan kerusakan serius pada mesin pesawat.
Kemungkinan sejumlah anggota masyarakat ketika mentradisikan pelepasan balon udara setiap lebaran tidak mengetahui aturan main penggunaan balon udara, sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 09 Tahun 2009 tentang CASR Part 101. Bahkan, ada di antara mereka yang melepaskan balon udara tidak tahu mengenai prosedur pengoperasian balon tanpa awak. Misalnya, harus ada izin dari Pemandu Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller (ATC), ketinggian di bawah 2.000 kaki, dan berada di dalam batas sisi ruang udara kelas B, kelas C, kelas D, atau kelas E di sekitar bandar udara. Bisa jadi, sejumlah orang di antara mereka belum tahu bahwa sebelum pengoperasian balon udara tanpa awak terlebih dahulu menginformasikan kepada @djpu151 dan ATS Unit terdekat dalam waktu 6 s.d. 24 jam.
Kendati demikian, bukan berarti mereka bebas dari jeratan hukum karena ketidaktahuan akan aturan tersebut. Hal ini mengingat setiap warga negara Indonesia terikat dengan fiksi hukum, yakni asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Misalnya, kasus penerbangan balon udara di Kabupaten Wonosobo. Dua warga setempat berurusan dengan pihak berwajib meski mereka belum berstatus tersangka dalam sangkaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Bahkan, Kepolisian Resor Wonosobo, telah meningkatkan status penyelidikan ke tahap penyidikan dalam perkara itu.
Atas kejadian tersebut, Pemerintah--dalam hal ini Menteri Perhubungan--perlu menyosialisasi kembali aturan tersebut, khususnya kepada masyarakat yang sudah telanjur mentradisikan pelepasan balon udara setiap lebaran. Berdasarkan data Polres Wonosobo, setidaknya ada tiga titik yang sering menjadi lokasi penerbangan balon, yakni di Kalikajar, Kretek, dan Wonosobo kota.
Pewarta : Kliwon
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024