Sudarto: Petani Garam Perlu Lakukan Alih Teknologi
Rabu, 30 Agustus 2017 17:53 WIB
"Saudara-saudara kita yang pegaram (petani garam) itu perlu didukung dengan peningkatan kualitas sekaligus produktivitasnya untuk produk yang berkualitas," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Sudarto mengaku tidak sependapat jika orang-orang yang bergerak di bidang industri garam disebut petani atau petambak garam.
Menurut dia, petani atau petambak lebih identik dengan kegiatan budi daya.
Sebutan yang tepat adalah pegaram karena pembuatan garam itu melalui proses mengubah air laut menjadi kristal-kristal garam seperti halnya dalam proses industri.
Lebih lanjut, Sudarto mengatakan bahwa teknologi yang diterapkan itu harus dikawal mulai dari lahan garam, sistem panen, manajemen, hingga akhir panen.
"Kementerian Perindustrian punya inovasi teknologi untuk membuat garam beryodium di lahan pergaraman dan garam industri, sebut saja investornya saya. Itu bisa membuat garam di seluruh pantai Indonesia, jadi kalau kemarin (ada yang) ngomong enggak bisa, dengan teknologi saya bisa," kata Sudarto yang saat ini menjabat sebagai Direktur Industri Kecil dan Menengah (IKM) Pangan, Barang dari Kayu, dan Furnitur (PBKF) Kemenperin.
Dalam hal ini, Sudarto telah menciptakan inovasi teknologi untuk pembuatan garam dengan media isolator pada meja kristalisasi dan telah memegang paten atas teknologi itu dengan nomor ID P0033348 sejak 28 Maret 2013.
Selain itu, Sudarto sejak 18 Juni 2014 juga memegang paten nomor IDP000036148 untuk proses produksi garam beryodium di lahan pegaraman pada meja kristalisasi dengan media isolator.
Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin itu mengatakan bahwa garam secara singkat menjadi "ibu"-nya industri.
"Garam merupakan bahan pangan yang menyatu dengan air, maka dalam kehidupan kita sendiri, garam harus ikut dengan air. Jadi, air dan garam menjadi bagian dari sumber kehidupan," kata dia yang mendapat julukan "Bapak Garam".
Sudarto mengatakan bahwa orang bisa berbulan-bulan makan dan minum tanpa gula, namun akan bertahan berapa lama hidup tanpa garam.
Selain itu, kata Sudarto, sejumlah industri juga menggunakan garam untuk berproduksi seperti pembuatan infus, oralit, penyamakan kulit, dan sebagainya.
Menurut Sudarto, petani menyiapkan stok garam untuk dijual saat musim hujan karena harganya tinggi, industri maupun rumah tangga juga menyiapkan stok garam untuk memenuhi kebutuhan.
"Nah, kemarin terjadi, stok di petani enggak ada, di IKM enggak ada sehingga tidak produksi," katanya.
Terjadinya kelangkaan garam, menurut Sudarto, karena produksi garam nasional 80 persennya adalah garam rakyat.
Oleh karena itu, kata Sudarto, petani garam harus didukung dengan peningkatan kualitas dan produktivitasnya untuk menjamin kelangsungan produk yang berkualitas.
Pewarta : Sumarwoto
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024