Anak-anak Dusun Bondan bersekolah dengan berbagai keterbatasan
Senin, 12 Februari 2018 16:18 WIB
Dusun yang dihuni 72 keluarga itu merupakan daerah yang terbentuk dari tanah-tanah timbul akibat sedimentasi di Segara Anakan sehingga daerahnya terpisah-pisah oleh air.
Bahkan, lokasi Dusun Bondan cukup jauh dari pusat pemerintah Desa Ujungalang maupun Kecamatan Kampung Laut dan satu-satunya alat transportasi untuk menuju ke sana hanyalah perahu.
Kondisi tersebut mengakibatkan anak-anak Dusun Bondan, terutama yang masih duduk di bangku sekolah dasar, kesulitan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang lebih baik.
Kendati demikian, hal itu bukan berarti anak-anak usia SD di Dusun Bondan tidak bisa bersekolah seperti halnya anak-anak daerah lain.
Mereka tetap bisa bersekolah di daerahnya karena SD Negeri Ujungalang 01 telah membuka cabang atau filial di Dusun Bondan meskipun dengan berbagai keterbatasan.
Gedung SD Negeri Ujungalang 01 Filial Bondan itu hanya memiliki dua ruang kelas dan sebuah toilet yang telah rusak sehingga tidak bisa digunakan lagi.
Dua ruang kelas itu digunakan untuk kegiatan belajar mengajar meskipun harus dicampur, yakni satu ruangan digunakan untuk kelas I, II, dan III, serta satu ruangan untuk kelas IV, V, dan VI.
Kadang kala, seluruh siswa dari kelas I hingga kelas VI harus belajar dalam satu ruangan.
Hal itu disebabkan jumlah guru yang mengajar di SD Negeri Ujungalang 01 Filial Bondan hanya satu orang, yakni Apudin.
Meskipun banyak memiliki keterbatasan, anak-anak itu tetap bersemangat bersekolah di SD Negeri Ujungalang 01 Filial Bondan karena lokasinya relatif lebih dekat dari rumahnya jika dibanding dengan bersekolah di sekolah induk yang berlokasi di Ujungalang karena jaraknya cukup jauh dan hanya dapat dijangkau menggunakan perahu.
Salah seorang siswa kelas VI, Siti Nurjanah mengatakan setiap hari harus belajar bersama siswa kelas IV dan V dalam satu ruang karena sekolah itu hanya memiliki dua ruangan.
Menurut dia, satu ruangan digunakan untuk kelas I, II, dan III, sedangkan ruangan lainnya untuk kelas IV, V, dan VI.
"Kadang seluruh kelas, mulai dari kelas I hingga kelas VI digabung dalam satu ruangan," kata dia yang bercita-cita menjadi seorang dokter.
Menurut dia, hal itu dilakukan karena jumlah guru di SD Negeri Ujungalang 01 Filial Bondan hanya satu orang.
Ia mengatakan materi pelajaran yang diberikan guru cukup jelas meskipun hanya sebentar-sebentar karena harus bergantian dengan siswa kelas lain.
"Kami masuk mulai pukul 07.30 WIB dan pulang pukul 11.00 WIB atau pukul 11.30 WIB," katanya.
Siti Nurjanah merupakan salah seorang siswa yang beruntung karena rumahnya cukup dekat dengan sekolah dan bisa dijangkau menggunakan sepeda selama 10 menit dengan menyusuri pematang tambak udang dan bandeng, sedangkan beberapa temannya harus rela berangkat sekolah dengan menggunakan perahu meskipun tidak sejauh jarak Dusun Bondan ke Desa Ujungalang.
Sementara itu, Apudin mengaku mulai mengajar pada tahun 2000 atau dua tahun sejak kedatangannya di Dusun Bondan pada tahun 1998.
Dalam hal ini, Apudin sebelumnya merupakan seorang pendatang dari Karawang, Jawa Barat, dan bekerja sebagai petani tambak di Dusun Bondan.
"Saat itu, saya prihatin karena banyak anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah karena SD terdekat dengan Dusun Bondan lokasinya cukup jauh dan harus ditempuh sekitar satu jam perjalanan menggunakan perahu," katanya.
Oleh karena itu, dia pun berinisiatif untuk mengajarkan baca dan tulis kepada anak-anak di rumahnya.
Selanjutnya, pada tahun 2002, Apudin mengajukan permohonan ke sekolah induk, yakni SD Negeri Ujungalang 01 agar membuka cabang atau filial di Dusun Bondan.
Permohonan tersebut disetujui sehingga Apudin bersama masyarakat bergotong royong membuat bangunan berdinding bilik bambu dengan atap rumbia yang akan dijadikan tempat untuk kegiatan belajar mengajar.
Bangunan sederhana itu merupakan cikal bakal gedung SD Negeri Ujungalang 01 Filial Bondan yang memiliki dua ruang kelas.
Meskipun hanya memiliki dua ruang, Apudin pun tidak kehilangan akal agar seluruh siswa bisa belajar di kelas sehingga dia menggabungkan beberapa kelas dalam satu ruangan karena saat sekarang jumlah siswanya hanya 17 anak.
"Awalnya memang terkendala, tapi sekarang sudah terbiasa. Saya punya trik sendiri dalam mengajar karena hanya seorang diri," kata pria yang memiliki pendidikan setara sekolah menengah atas ini.
Terkait dengan kesejahteraannya sebagai seorang guru, dia mengaku hingga saat ini belum mendapat kesempatan menjadi aparatur sipil negara.
Bahkan dalam dua tahun terakhir, dia sama sekali tidak mendapatkan penghasilan karena dana bantuan operasional sekolah (BOS) tidak diperbolehkan lagi untuk membayar honor guru wiyata bakti.
"Dulu, saya sempat mendapat honor sebesar Rp300 ribu per bulan yang dialokasikan dari dana BOS, tapi sekarang tidak lagi. Alhamdulillah, saya bisa memenuhi kebutuhan keluarga karena kebetulan memiliki tambak," katanya.
Lebih lanjut, Apudin mengaku mendapat surat keputusan dari Kepala SD Negeri Ujungalang 01 pada tahun 2002 untuk mengajar di Dusun Bondan.
Selanjutnya pada tahun 2008 mendapat surat keputusan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap serta pada tahun 2011 mendapat Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Cuma sampai saat ini alhamdulillah belum diangkat," katanya.
Meskipun tidak mendapatkan honor, Apudin tetap bersemangat mengajar demi mengantar anak didiknya dalam mencapai cita-cita.
Prestasi siswa SD Negeri Ujungalang 01 Filial Bondan pun tidak kalah dengan siswa di SD induk meskipun sampai sekarang baru meluluskan delapan siswa..
Bahkan, saat ujian nasional tahun 2012, siswa sekolah filial itu bisa menduduki peringkat kedua di SD Negeri Ujungalang 01.
Pewarta : Sumarwoto
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024