Pengamat: Kebebasan berpendapat tidak boleh picu konflik
Sabtu, 15 September 2018 18:43 WIB
"Terkait dengan aksi jalan sehat pada hari Minggu (9 September, red) memang merupakan bentuk dari kebebasan berserikat dan berpendapat," katanya di Solo, Sabtu.
Ia mengatakan kebijakan tersebut diatur dalam UUD 1945 Pasal 28, yaitu setiap warga negara bisa menyampaikan pendapatnya. Meski demikian, dikatakannya, kebebasan berpendapat juga diatur dalam Pasal 28 C.
"Pada pasal tersebut dikatakan bahwa dalam berpendapat harus menurut UU dan berpegang pada moralitas. Jadi tidak boleh sebebas-bebasnya," katanya.
Ia mengatakan pembatasan dalam menyampaikan pendapat tersebut diatur kembali dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berpendapat Tidak Boleh Mengganggu Persatuan dan Kesatuan, Menimbulkan Kerugian, dan Menimbulkan Perpecahan atau Konflik.
"Kaitannya dengan kegiatan Minggu lalu seharusnya tidak elok dilakukan dan tidak tepat mengingat dilaksanakan di luar masa kampanye," katanya.
Ia mengatakan tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan tersebut merupakan kegiatan politik yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Seeloknya ditahan sampai masa pemilu. Silakan sepanjang bentuknya kampanye maka laksanakan sesuai dengan undang-undang," katanya.
Ia mengaku kegiatan tersebut berpotensi mengganggu kenyamanan masyarakat, aktivitas politik, dan aktivitas ekonomi.
Sementara itu, mengenai kemungkinan kegiatan tersebut kembali dilaksanakan, dikatakannya, jika tidak sesuai dengan UU maka pihak kepolisian bisa membubarkan atau tidak memberikan izin.
"Kewenangan ada di kepolisian, selama ada potensi gangguan maka polisi bisa membubarkan kapan saja," katanya.
Pewarta : Aris Wasita
Editor:
Mugiyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024