Dewan Pers: Dibutuhkan hak cipta jurnalistik atasi feodalisme digital
Rabu, 9 Februari 2022 11:50 WIB
Agar tidak terjadi digital feudalism, dibutuhkan publisher rightsJakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengatakan pers Indonesia membutuhkan regulasi hak cipta jurnalistik (publisher rights) untuk mengatasi fenomena feodalisme digital, yaitu penguasaan dunia digital oleh platform-platform global.
"Kita tidak ingin terjadi digital feudalism (feodalisme digital). Agar tidak terjadi digital feudalism, dibutuhkan publisher rights," ujar Mohammad Nuh saat membacakan deklarasi nasional tentang kemerdekaan pers dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara, dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu.
Ia pun menekankan bahwa publisher rights akan mampu membantu dunia pers Indonesia untuk mengatasi gempuran digital yang berpotensi membahayakan kedaulatan digital ataupun kepentingan nasional.
Lalu, Mohammad Nuh mengatakan pihaknya saat ini telah merampungkan naskah regulasi "publisher rights" dan telah diberikan kepada pemerintah untuk diproses lebih lanjut.
Oleh karena itu, ia menyampaikan terima kasih atas dukungan Presiden Joko Widodo terhadap upaya untuk memunculkan regulasi tersebut.
"Draf untuk publisher rights sudah kami sampaikan. Sekali lagi, kami sampaikan terima kasih. Dorongan dari Bapak Presiden sungguh sangat mulia untuk segera memberi payung yang dapat memayungi kawan-kawan pers supaya terhindar dari gempuran digital," ucap mantan Rektor ITS Surabaya ini.
Pada kesempatan yang sama, ia pun mengatakan Dewan Pers akan menandatangani nota kesepahaman dengan beberapa elemen pemerintahan, seperti Kapolri, Panglima TNI, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Penandatanganan nota kesepahaman itu, kata Mohammad Nuh, merupakan wujud upaya insan pers agar mampu melebur menjadi satu bagian dalam NKRI bersama lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Menurutnya, karena Indonesia menggunakan sistem demokrasi, pers dapat diibaratkan sebagai "saudara kandung" dari pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam mengelola bangsa Indonesia.
"Jadi, kita ini adalah keluarga besar yang bernama NKRI. Bapak nya sama, ibunya sama, yaitu Ibu Pertiwi," ujar mantan Mendikbud ini.
Pewarta : Tri Meilani Ameliya
Editor:
Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024