BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen optimalkan pelindungan PMI
Semarang (ANTARA) - BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jateng dan DIY berkomitmen mengoptimalkan pelindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja migran Indonesia (PMI) di provinsi ini.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para pekerja yang bekerja di luar negeri.
Kepala Kanwil BPJS Ketenagakerjaan Jateng dan DIY, Isnavodiar Jatmiko, mengungkapkan perlindungan bagi PMI sudah jelas diatur dalam UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara wajib mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat, termasuk memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan.
Selain itu, UU 18 Tahun 2017 menegaskan bahwa dalam upaya perlindungan pekerja migran, Pemerintah Pusat bertanggung jawab menyelenggarakan jaminan sosial bagi PMI dan keluarganya.
Permenaker 4 Tahun 2023 juga mengatur bahwa calon PMI atau PMI yang bekerja ke luar negeri wajib terdaftar dalam kepesertaan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
"Awal-awal, kita mulai memberikan perlindungan kepada PMI ada dua. Pertama, manfaatnya belum sebesar perlindungan sebelumnya. Kedua, klaim kecil sekali sehingga perlu penyesuaian kembali," katanya pada seminar hibrida bertema "Peluang dan Tantangan Bekerja di Luar Negeri" di Wisma Perdamaian Semarang, Rabu (18/12/2024).
Dia melanjutkan, kasus klaim PMI mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari BP2MI, tercatat sebanyak 2.970 kasus pekerja migran Indonesia di negara penempatan selama periode 2023-2024.
Sementara data diperoleh di sepanjang tahun 2024, hingga 16 Desember, terdapat 116 kasus klaim PMI di Jawa Tengah.
Kasus tertinggi berasal dari pemulangan PMI bermasalah sebanyak 34 kasus, diikuti oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang bukan akibat kecelakaan kerja sebanyak 30 kasus, dan kecelakaan kerja sebanyak 18 kasus.
"Saat ini terdapat sekitar 3,6 juta PMI yang bekerja di luar negeri, namun hanya 621 ribu di antaranya yang terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan," paparnya.
Dia menyebutkan, hal ini menunjukkan bahwa masih ada sekitar 3 juta PMI yang belum mendapatkan perlindungan tersebut.
"Jadi, perlu adanya kemudahan akses bagi PMI untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan melalui integrasi sistem dan kanal layanan," terangnya.
Iko menjelaskan, salah satu aspek penting dari program ini adalah pelindungan lebih dibandingkan dengan jaminan sosial di negara lain.
Beberapa manfaat utama yang diberikan meliputi perlindungan terhadap kecelakaan kerja, transportasi yang mencakup pemulangan PMI yang bermasalah, serta perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang tidak disebabkan oleh kecelakaan kerja.
Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan beasiswa kepada ahli waris anak yang masih bersekolah atau kuliah, kompensasi atas kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pihak lain, serta bantuan bagi korban pemerkosaan yang dapat dibuktikan melalui visum et repertum.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai perlindungan PMI, seminar tersebut digelar dengan kolaborasi bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Jateng, dan Universitas Diponegoro (Undip).
Seminar ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih kepada calon pekerja migran dan perusahaan penyalur mengenai pentingnya perlindungan jaminan sosial.
Arif Sulistiyo, Kepala Kamar Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taiwan, juga menyampaikan harapannya agar upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi PMI dapat terus ditingkatkan, guna menciptakan rasa aman bagi mereka yang bekerja di negara lain. ***
Pewarta : Nur Istibsaroh/ksm
Editor:
Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024