Logo Header Antaranews Jateng

Kejari Kudus target pelimpahan korupsi SIHT ke Tipikor Februari 2025

Minggu, 29 Desember 2024 10:08 WIB
Image Print
Kantor Kejaksaan Negeri Kudus, Jawa Tengah. (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif.)

Kudus (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Kudus, Jawa Tengah, menargetkan pelimpahan kasus dugaan korupsi pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT) pada paket pekerjaan tanah uruk di Kabupaten Kudus ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Februari 2025.

"Mudah-mudahan, target tersebut bisa direalisasikan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Semarang," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kudus Henriyadi W Putro di Kudus, Minggu.

Ia mengungkapkan dalam pelimpahan memang ada batas waktu terkait penahanan tersangka setelah penetapan dua tersangka yang saat ini dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Kudus.

Untuk penahanan penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU), kata dia, selama 120 hari. Bisa diperpanjang lagi penahanan oleh pengadilan negeri selama 30 hari.

Adapun tahapan yang sedang berjalan, yakni proses melengkapi berkas perkara untuk masuk tahap 1 dari jaksa penyidik kepada JPU untuk diteliti.

"Selanjutnya, ketika sudah lengkap baru akan masuk tahap 2 dari Jaksa Penyidik ke JPU. Setelah itu disiapkan dakwaannya baru dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Semarang. Sedangkan untuk dakwaan sudah mulai dipersiapkan," ujarnya.

Dua tersangka kasus dugaan SIHT Kudus tersebut, yakni berinisial HY selaku konsultan perencana dan AAP pelaksana kegiatan. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka per tanggal 19 Desember 2024.

Pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut, berawal ketika dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan SIHT 2023 terhadap paket pekerjaan tanah padas (tanah uruk) yang memiliki volume 43.223 meter persegi pada Kantor Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah terdapat dugaan tindak pidana korupsi.

Paket kegiatan tersebut melalui mekanisme katalog elektronik (e-katalog) dengan pemenang yang melakukan kontrak sebesar Rp9,16 miliar dengan harga satuan Rp212.000.

Dalam proyek tersebut, pihak ketiga CV Karya Nadika yang mendapatkan pekerjaan dalam penyelesaiannya memborongkan kepada pihak lain, yakni berinisial SK dengan nilai proyek sebesar Rp4,04 miliar atau dengan harga satuan Rp93.500.

Selanjutnya SK menyerahkan pekerjaan tersebut kepada AK dengan nilai proyek sebesar Rp3,11 miliar dengan harga satuan tanah uruk Rp72.000.

Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, ditemukan dugaan kerugian negara. Sedangkan nilai kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sekitar Rp5,25 miliar.

Atas perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara subsider pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.



Pewarta :
Editor: Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2024