Akar Rumput, dari kelompok kecil berubah jadi pemasok bibit unggul kambing
Setelah mengalami perkembangan yang cukup pesat, Putut berkesempatan bertemu dengan Agus Santoso yang merupakan Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Dalam pertemuan tersebut, Agus Santoso mengatakan bahwa Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau sudah selayaknya menjadi sebuah koperasi.
Dari pertemuan tersebut, Putut mulai berpikir untuk mendirikan koperasi meskipun sebenarnya Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau selama ini telah berjalan layaknya sebuah koperasi.
Hingga akhirnya pada tahun 2020, Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau membentuk koperasi peternak dengan nama Akar Rumput dan saat itu membina 5 kelompok peternak. Nama Akar Rumput digunakan karena anggota koperasi berasal dari kalangan masyarakat desa.
"Nama ini kami gunakan dengan harapan walaupun kami kecil dan rendah sebagai ekosistem bisnis, tetapi punya ketahanan seperti rumput," kata Putut.
Hal itu berkaitan dengan keberadaan rumput yang pertama tumbuh saat musim hujan namun masih tetap bertahan hidup ketika musim kemarau.
Selain itu, Sengkala Hijau yang selama ini menjadi nama perkumpulan dinilai tidak mewakili keberadaan koperasi yang anggotanya tersebar di sejumlah wilayah karena nama tersebut berasal dari nama sebuah gunung kecil di Desa Tayem Timur, yakni Gunung Sengkala.
Kendati demikian, hingga saat ini Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau tetap ada dan menjadi salah satu unit bisnis Koperasi Peternak Akar Rumput yang menangani pembuatan pupuk kotoran hewan (kohe). Dalam hal ini, kohe dari ternak kambing milik anggota koperasi diolah menjadi pupuk organik siap pakai.
Pupuk yang dihasilkan tersebut selanjutnya dijual sebanyak 70 persen melalui koperasi dengan harga Rp20.000 per karung, sedangkan 30 persen diberikan kepada peternak untuk memupuk tanaman yang mereka budidayakan di kebun.
Hingga saat ini, Koperasi Peternak Akar Rumput membina 11 kelompok peternak di sejumlah wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selain itu, Akar Rumput juga menyuplai kebutuhan bibit kambing untuk sejumlah peternakan di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali dengan rata-rata pengiriman sekitar 160 ekor per bulan.
Kambing-kambing tersebut dijual dengan harga berkisar Rp25 juta hingga Rp30 juta per ekor untuk bibit utama, sedangkan harga kambing siap produksi berkisar Rp7 juta hingga Rp8 juta per ekor. "Namun kebanyakan, sekitar 90 persennya, yang siap produksi," kata Putut.
USG Kambing
Editor:
Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2025