Petani Temanggung Kembali Tanam Harapan dari Tembakau
Kamis, 8 Maret 2012 08:17 WIB
Beberapa waktu setelah selesai menyiram semaian, lelaki itu menutupkan kembali lembaran plastik di atas semaian yang diberi kerangka bambu setengah melingkar untuk melindungi benih tanaman tembakau dari kerusakan akibat hujan maupun serbuan binatang.
Setelah itu dia mengambil cangkul yang berada di dekatnya dan melanjutkan mengolah lahan miliknya untuk persiapan menjelang tanam tembakau.
Sambil beristirahat, lelaki bernama Setyo warga Desa Tlahab Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung di lereng Gunung Sindoro, baru-baru ini menuturkan bahwa setiap dua hari sekali harus menyiram semaian tanaman tembakau yang ditutup plastik tersebut.
"Semaian harus ditutup plastik agar tanaman tidak rusak dan juga tidak mudah diserang hama," katanya.
Ia menuturkan, untuk membuat semaian yang akan digunakan menanami lahannya seluas 0,5 hektere tersebut cukup membutuhkan satu hingga dua sendok benih tembakau.
Agar bibit bisa tumbuh merata, katanya, biji bunga tembakau itu dicampur pupuk kandang atau abu kemudian baru ditaburkan di lahan semaian.
Ia mengatakan, bibit tembakau itu baru bisa ditanam di ladang setelah berumur 40 hingga 60 hari dalam semaian.
"Jika sudah siap tanam maka bibit tembakau itu dicabut dari semaian. Lebih baik setelah dicabut langsung ditanam, namun bisa bertahan hingga selang dua hari berikutnya," katanya.
Ia berharap, hasil tanaman tembakau tahun ini bisa seperti tahun 2011, dengan kualitas bagus dan harga tinggi berkisar Rp40 ribu hingga Rp200 ribu perkilogram.
"Mudah-mudahan cuaca bisa mendukung, karena tanaman tembakau tidak banyak membutuhkan air, apalagi menjelang panen sama sekali tidak boleh terkena air agar kualitasnya maksimal," katanya.
Petani lain warga Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Robin Ekajaya, mengatakan, mulai Februari 2012 para petani telah menyemai benih tembakau untuk ditanam pada bulan Maret ini.
Ia menuturkan, bulan Maret hingga pertengahan April merupakan masa tanam tembakau di kawasan lereng Gunung Sumbing, Sindoro, dan Gunung Perahu.
"Masa tanam tembakau di daerah atas (lereng gunung) lebih awal dibanding di daerah persawahan di kawasan bawah," katanya.
Ia mengatakan, saat ini curah hujan masih tinggi, tetapi tidak masalah untuk menanam tembakau meskipun tanaman ini tidak banyak membutuhkan air.
"Pada masa pertumbuhan tanaman tembakau juga membutuhkan air, meskipun menjelang panen nanti tidak banyak butuh air agar kualitasnya bagus," katanya.
Kepala Desa Legoksari, Subakir, mengatakan, berdasarkan prakiraan cuaca, pertengahan tahun ini telah memasuki kemarau dan bulan Oktober 2012 masuk musim hujan.
"Kalau prakiraan itu benar maka kami optimistis kualitas dan harga tembakau tahun ini tetap bagus karena saat panen sekitar bulan Agustus dan September masih kemarau," katanya.
Tradisi
Pada masa tanam para petani menyelenggarakan tradisi "momongi tebal", yakni menyelenggarakan selamatan dengan membuat nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauk.
Tradisi turun temurun itu tetap dilestarikan warga Legoksari yang terkenal sebagai daerah penghasil tembakau "srintil" yang tahun lalu harganya mencapai Rp400 ribu perkilogram.
Tradisi tersebut diselenggarakan hampir di setiap rumah yang pelaksanaannya tidak bersamaan antartetangga.
"Biasanya selamatan dilakukan bersamaan dengan 'weton' atau hari kelahiran petani yang bersangkutan," kata Robin Ekajaya.
Ia mengatakan, tradisi tersebut bisa dilakukan bersamaan tanam maupun setelah tanam tembakau selesai dengan harapan hasil tembakau nanti bagus dan tanaman terhindar dari hama penyakit.
Lauk pauk yang disajikan sebagai pelenggkap nasi tumpeng tersebut berupa "panggang emas ulam toya", yakni ada ingkung ayam, teri pedas, dan telur dadar.
Warga yang melaksanakan selamatan mengundang sejumlah tetangga dan sanak saudaranya. Mereka berkumpul untuk memanjatkan doa agar tanaman tembakau yang ditanam bisa tumbuh baik dengan hasil yang bagus.
Ia mengatakan, doa dipimpin oleh seorang "kaum" di lingkungan setempat. Setelah dibacakan doa, nasi tumpeng beserta lauk pauk tersebut dibagikan kepada mereka yang hadir untuk dibawa pulang.
Tradisi "momongi tebal" selain diselenggarakan di setiap rumah warga, juga dilakukan secara massal oleh seluruh warga Desa Legoksari.
Kepala Desa Legoksari, Subakir, mengatakan acara "momongi tebal" secara massal dilaksanakan langsung di suatu ladang yang dihadiri semua warga.
"Pelaksanaan kegiatan ini dibentuk kepanitiaan. Dalam acara massal ini warga tidak membawa pulang nasi tumpeng yang dibagikan, tetapi makan bersama-sama di ladang," katanya.
Ia menuturkan Desa Legoksari memiliki lahan pertanian seluas 180 hektare, namun desa yang berpenduduk 1.625 jiwa ini bisa menanam tembakau hingga 400 hingga 500 hektere, karena banyak masyarakat yang menyewa lahan di luar desa.
Tiga Komponen
Menanam tembakau paling tidak harus berpedoman pada tiga komponen agar menghasilkan tembakau berkualitas, yakni menggunakan bibit yang baik, tanah yang sesuai, dan didukung oleh cuaca yang bagus.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Nurtantio Wisnubrata mengatakan, petani dalam menanam tembakau berpedoman pada tiga komponen utama, yakni "siti" (tanah), "wiji" (bibit), dan "wanci" (waktu/musim).
"Agar mendapatkan hasil optimal, baik dari segi kualitas maupun kuantitas tiga komponen itu yang harus dipakai walaupun dalam aplikasinya perlu penjabaran lebih luas," katanya.
Komponen tanah harus menentukan kontur tanah apakah cocok untuk tanaman tembakau dan juga memperhatikan pengolahan tanah yang baik dan benar. Untuk mendapatkan kualitas yang baik maka petani harus memilih biji atau benih yang baik pula.
Wisnu mengatakan, banyak petani yang masih mengandalkan sistem tradisional. Mereka menggunakan bibit yang asal beli, tidak tahu dari mana sumbernya dan tidak tahu apakah biji tersebut telah bebas bakteri atau jamur.
Ia mengatakan, APTI sudah melakukan pelatihan pembuatan bibit yang benar pada sejumlah petani.
Pelatihan dan pembuatan pembibitan percontohan dilaksanakan di beberapa tempat, yakni Desa Wonosari Kecamatan Bulu, Desa Pagersari dan Legoksari Kecamatan Tlogomulyo.
Komponen ketiga berupa "wanci" harus memperhatikan musim atau "mongso". "Kami harapkan curah hujan segera berkurang karena pada bulan Maret ini di daerah lereng Gunung sudah mulai menanam tembakau.
Menyingggung kuota pembelian perwakilan pabrik rokok di Temanggung, dia mengatakan, tergantung pada kondisi pasar dan isu atau kebijakan yang akan dilaksanakan pemerintah.
"Harapan kami kebijakan yang diambil pemerintah tentang isu-isu tembakau lebih kondusif karena akan berkaitan dengan pasar tembakau. Kalau pasar mengalami kenaikan saya kira permintaan tembakau oleh pabrik akan tetap tinggi," katanya.
Ia mengatakan, kuota yang diberikan pabrik merupakan jumlah pembelian minimal.
"Harapan kami seperti tahun lalu bahwa pembelian dari pabrik melampau target kuota yang diberikan karena pasar kretek ini tergantung kebijakan dan isu, kalau kondusif saya kira permintaan tetap tinggi," katanya.
Pewarta : Heru Suyitno
Editor:
Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2025